Mom

75.3K 4.7K 249
                                    

Seorang gadis berusia dua puluh tahun berjalan menuju apartemen kekasihnya, seraya tersenyum bahagia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seorang gadis berusia dua puluh tahun berjalan menuju apartemen kekasihnya, seraya tersenyum bahagia. Ia melangkah memasuki apartemen, gadis itu berniat untuk bertemu dengan laki-laki yang lima hari lagi akan berubah status menjadi suaminya.

"Yang benar saja kau, pernikahan mu tinggal dihitung hari dan kau?" suara itu membuat gadis itu berhenti ketika ingin memasuki apartemen kekasihnya itu, dengan pintu apartemen yang masih terbuka ia menatap beberapa orang pria sedang duduk disofa, salah satunya adalah calon suaminya yang tengah duduk seraya menghembuskan asap rokoknya.

"Dan aku sama sekali tidak peduli akan hal itu, gadis itu saja yang terlalu mencintaiku hingga mau aku perbodohi," perkataan dari orang yang dicintainya itu, membuatnya sesak, nyeri dan seperti ditikam pisau tajam, matanya memerah menahan tangis.

"Lantas mengapa kau sampai sejauh ini Roger," seorang cowok memijat pelipisnya yang berdenyut akibat temannya ini.

"Untuk bersenang-senang, siapa yang tidak beruntung mendapatkan gadis secantik dia. Tenang saja dia tak akan tau tentang hal ini," celetuk pria itu yang itu, panggil saja namanya Roger si pria otak minus.

"Bodoh sekali kau, kita cuma taruhan untuk menjadikannya kekasih selama sebulan, bukan melamarnya," maki pria berhoodi.

"Kau memaki ku heh!" nyolot Roger pada temannya. Memang benar gadis yang akan menjadi istrinya itu adalah hasil taruhan mereka beberapa bulan  yang lalu.

"Sepertinya kau sudah gila Roger, " kesal pria bertopi, Yap di antara empat temannya hanya dia yang asli Indonesia, dan tentunya calon Roger juga orang Indonesia campuran.

"Ya mau bagaimana lagi, aku akan memutuskan hubunganku dengan gadis itu, dan bersama Tasya tentunya," sungguh gadis yang tak jauh dari mereka ingin berteriak kencang, air matanya luluh.

"Kau harusnya bersyukur, mendapatkan gadis secantik Alena, gadis yang mandiri dan tentunya seorang dokter, dan Tasya? Kerjanya hanya bisa menghamburkan uang dan bermake up saja, ditambah mempunyai otak minus," ujar pria bertopi tadi, Tasya adalah gadis selingkuhan temannya itu. Jujur saja ia sendiri muak melihat gadis itu, usia 20 tahun tetapi sudah seperti 50 tahun saja wajahnya.

"WHAT THE FUCK!" teriakan wanita itu membuat mereka terlonjak kaget.

"A... Aku dengar suara Alena, j... Jangan bi...."

"YAH INI AKU, KENAPA? MARAH HAH?" bentakkan itu membuat mereka langsung melotot dan berbalik kearah perempuan yang sedari tadi berdiri tak jauh dari tempat mereka.

"A... Al... Alena," tenggorokan mereka seperti tercekik, ketika melihat kemarahan Alena, gadis itu benar-benar marah.

"SIALAN, BISA-BISANYA KAU MENJADIKANKU BAHAN TARUHAN. KAU... KAU BAHKAN TAK TAMPAN, KAU SEORANG PEMAIN WANITA DAN BERANINYA KAU MEMPERMAINKANKU! SIALAN KALIAN. AWAS SAJA AKAN KU BALAS KALIAN," teriak Alena dengan wajah memerah.

Suara petir membuat mereka terlonjak kaget. "A... Alena, a... Ak—," gugup pria yang diketahui adalah calon suaminya, ralat mantannya calon suaminya. Ia tau bahwa perempuan itu akan marah tetapi tidak secepat ini Alena mengetahui semuanya.

"Dengarkan aku Roger anaknya bapak Luis, mulai detik ini kita putus, pernikahan kita batal, untung saja aku sama sekali belum menyebar undangan pernikahan kita," Alena terkekeh miris, untuk menunjukkan undangan yang telah dibuat, malah ini yang ia dapatkan.

"Aku bahkan tak menyangka kau setega ini pada diriku, a... Aku salah apa kepadamu, dan ambil ini," Alena melepaskan cincin yang berada ditangannya, ia berjalan ke arah jendela apartemen.

"Aku harap kau bahagia bersama perempuan setan itu dan mempunyai anak mirip nenek lampir," bersamaan dengan itu, cincin yang Alena pegang terjatuh dari lantai lima belas, semua menatap khawatir sekaligus bersalah. Ia kemudian menjatuhkan undangan yang dibawahnya tadi, lantas menginjaknya dengan tatapan menghunus pada mereka.

Ia kemudian berlari keluar apartemen, hatinya begitu sakit, perih, Roger langsung berdiri dan mengejar Alena.

"Hikss huwaaa mama sakit hati Alena, ngga ada otak si Roger, hikss," Alena memukul dadanya yang nyeri, ia berjongkok di halaman apartemen.

"Hikss, anak dakjal, anak setan," Alena menangis tersedu-sedu.

"Mom."

"Mom," suara itu membuat Alena terdiam, ia menatap kiri kanan, tak ada orang.

"Mom."

"Hikkk, ada suara ngga ada wujud," Alena berdigik ngeri, tiba-tiba ada yang memeluk betisnya, hingga Alena refleks menghempaskan kakinya, dan yap seorang bocah enam tahun langsung terduduk ditanah seraya menangis.

"Bhakss, buset" Alena berjongkok cepat, karena sudah menjadi pusat perhatian, ia nanti dikira penculik anak-anak.

"Hikss, mom nendang Athan," Isak bocah laki-laki itu.

"Apa kau mencoba melakukan kekerasan pada anakmu itu," dumel ibu-ibu yang tak sengaja lewat.

Alena mendongak menatap ibu-ibu itu. "Kumaha, bukan, dia bukan anak saya," perkataan yang keluar dari mulut Alena membuat bocah bernama Athan itu meraung-raung menangis.

"Mom, mommy tidak mengakui Athan huwaaa," Alena dibuat kalap oleh bocah ini.

"Bacot sia, kapan aing punya anak, nikah aja batal haduh," gumam Alena, seraya menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.

"Heh anakmu menangis, dan kau hanya diam saja, ibu macam apa kau ini," ibu-ibu itu masih saja merocos, membuat telinga Alena merasa panas.

Alena menghela nafas kasar, tanpa memperdulikan ibu-ibu itu Alena menarik tangan bocah itu untuk berdiri. "Sini berdiri."

"Mommy hikss," anak itu menatap Alena dengan sendu, matanya berkaca-kaca bukannya membuat Alena menjadi gemas, Alena malah berdigik ngeri.

"Aku harus melenyapkan bocah ini," gumamnya seraya berfikir.

"Mom hikss," Alena lagi-lagi harus menghela nafas kasar, dengan berat hati ia kemudian menggendong bocah itu.

"Dimana daddymu bocah?" Tanya Alena seraya menatap bocah itu.

"Athan tidak tau mom, tadi Daddy menyuruhku untuk menunggu ditaman bersama uncle Pram," jelas bocah itu panjang lebar.

Alena kemudian manggut-manggut, huh menyusahkan saja bocah ini, padahal ia ingin berekting lebih jauh, karena ia tau Roger berdiri tak jauh darinya, dan sekarang sedang menatapnya dengan tatapan bersalah sekaligus menatap Alena dengan tatapan bertanya-tanya.

Jika kalian kira Alena benar-benar sakit hati, maka jawabannya tidak sama sekali tidak, hey dia mendekati Roger hanya untuk tujuan tertentu, bahkan acara pernikahan yang mereka bicarakan tadi adalah rekayasa Alena sendiri, bahkan Alena hanya mencetak satu undangan yang tadi di buangnya pada Roger.

"Mom," Alena mengalihkan pandangannya menatap bocah itu, tanpa berbicara lagi bocah itu memeluk leher Alena dan menyandarkan kepalanya dibahu gadis itu.

"Athan mengantuk mom," lirihnya, hingga beberapa menit bocah itu tertidur, terdengar dari dengkuran halus, Alena terdiam, ia belum pernah menggendong anak kecil sama sekali, bahkan anak kakanya pun hampir ia lepas dari lantai dua rumahnya, waktu itu dia tidak sengaja.

DEVIL DAD ✓Where stories live. Discover now