2. Decision

356 63 8
                                    

Setelah melihat foto yang dikirimkan oleh Brian, Sandi langsung terduduk di pinggir tempat tidurnya sembari memijat dahi.

Kini kepala Sandi dipenuhi oleh pikiran yang tidak-tidak. Saat ini dirinya sedang memikirkan skenario apa yang harus ia buat, keputusan apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia lakukan. Sandi terus berfikir bahwa semua ini terjadi karena kesalahannya.

Foto itu?
Lelaki itu?
Ada apa sebenarnya dengan mereka?
Apakah mereka masih menyimpan rasa?

Hingga matahari memancarkan sinarnya Sandi masih bergelut dengan pemikiran-pemikirannya.

Sementara Nora tidak pulang malam itu.

•••

Sandi keluar dari kamarnya denga rambut yang masih basah ketika Bi Darmi, pengasuh anak-anaknya menyapanya.

"Pagi Pak Sandi, mau dibuatkan kopi?"

"Enggak usah Bi, makasih."

"Oh ya ini saya mau pergi, tolong jagain anak-anak ya Bi." pinta Sandi

"Iya Pak, baik"

Sandi kemudian bersiap lalu menuju ke basement tempat dimana mobilnya terparkir.

Tidak seperti biasanya, jalanan ibu kota yang biasanya dipenuhi oleh kendaraan yang lalu lalang kini terlihat sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang melintas.

Fokus Sandi terpecah ketika ponsel yang diletakan di cup holder berdering. Nama Kevin muncul ketika Sandi melihat layar ponselnya.

Kevin adalah teman satu prodi Sandi semasa kuliah dan bisa dibilang juga sebagai seorang mak comblang di kehidupannya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Kevin adalah teman satu prodi Sandi semasa kuliah dan bisa dibilang juga sebagai seorang mak comblang di kehidupannya. Karena Kevin-lah yang pertama kali memperkenalkan Nora kepada Sandi.

"Halo, tumben telepon?" sapa Sandi.

"Emm ada yang mau gue omongin nih. Lo lagi dimana?"

"Gue lagi dijalan mau ke pengadilan."

"What happened?"

"Ada urusan bentar. Lo mau ngomongin apa?"

"Agak susah jelasinnya kalo lewat telepon, lo ada waktu gak? ketemuan di deket pengadilan aja gimana? Gak lama kok."

"Yaudah deh boleh, ntar gue cari cafe sekitar situ. Ntar gue share loc"

"Oke deh, makasi udah mau gue ganggu."

"Santai"

•••

Harum aroma kopi langsung menusuk hidung Sandi ketika dirinya memasuki sebuah cafe yang tidak jauh dari pengadilan ini. Suasana di sana tidak begitu ramai, hanya diisi oleh beberapa orang saja.

"Ice Americano satu" ucap Sandi kepada seorang pegawai yang berdiri di meja kasir tersebut.

"Totalnya 40 ribu rupiah. Mau pembayaran cash atau pakai kartu Pak?"

Get Into | DAY6Donde viven las historias. Descúbrelo ahora