"Pelan-pelan Lina. Kamu kayak gak pernah di kasih makan aja!" ucap Alana pedas.

"Biarin." tanpa mengindahkan saudara kembarnya ia melanjutkan kegiatan.

Usai semuanya Dara dibantu asisten rumah membereskan piring-piring yang kotor sekaligus membawanya ke dapur. Kini sisa Aldrich dan si kembar di sana. Cowok itu mengernyit merasakan perubahan pada raut Alina. Wajahnya tiba-tiba murung.

"Alina," sebut Aldrich lembut.

"Alina mengantuk. Aku ke kamar duluan dan tolong bilang Aunty kalo nanyain. Selamat malam." dia menutup mulutnya yang menguap lebar seraya bangkit dari kursi.

Tatapan Aldrich sontak berpindah pada Alana. "Kalian nggak lagi marahan, kan?"

"Enggak."

"Terus Adik kamu kenapa kelihatan sedih?"

"Sebenernya ..." Alana menggantungkan ucapan antara ragu dan takut Aldrich marah kalau mengetahui kebenarannya. "Aku terlanjur janji sama Lina buat nggak kasih tau orang lain."

"Termasuk Abang?" Aldrich mengangkat alis memasang ekspresi kecewa yang dibuat-buat.

"Jadi kalian anggap Abang orang lain? Padahal Alana dan Alina udah seperti Adik kandung Abang sendiri,"

"Maksud Lana bukan gitu," menghela napas Alana meneruskan. "Fine aku bakal kasih tau. Tapi Abang harus jamin Alina jangan sampe marah sama aku,"

"Iya, Alana."

"Tadi di sekolah dia nangis."

"Kenapa? Ada yang ganggu kalian? Atau ada yang jahatin? Jujur coba sama Abang," pinta Aldrich tegas. Jika tebakannya benar orang tersebut harus menanggung akibatnya.

Reaksi Alana justru menggeleng cepat. Jarinya menggaruk tengkuk, jujur aslinya ia kurang paham. "Eum Alina tuh lagi potek."

"Hah?"

"Ck. Patah hati, Abang!"

"Alana dan Alina masih terlalu kecil. Belum waktunya cinta-cintaan." Aldrich mengusap wajah gusar.

"Coba Abang ngomong langsung ke Alina. Pasti dia ngejawab kan cinta datang tiba-tiba jadi bukan salah Alina dong," gadis itu menirukan suara Adiknya.

Membuang napas berat Aldrich pusing sendiri memikirkan hal itu. Pasalnya persoalan cinta saja dia belum begitu mahir. Bahkan dengan perasaannya sendiri pun masih bimbang. "Ya udah kamu susul dia masuk kamar. Udah malem."

"Okey. Selamat tidur, Abang."

•••

Esoknya menjelang siang, Gilang geleng-geleng memandang Arsen yang tengah memejamkan mata di bale sambil mendengkur keras. "Cita-cita pengen banyak duit. Kerjaan tidur mulu. Lawak lo broo!"

"Bangunin gih, Ting. Berisik bener pake ngorok segala." ujar Nathan.

"Mana bangun dia kalo cuma di teriakin." lalu pandangannya jatuh pada segelas air mineral di atas meja.

"Gue paham isi otak lo," Nathan manggut-manggut setelah Gilang menatapnya seakan meminta pendapat tentang rencananya.

Lantas Gilang menyambar gelas berisi air tersebut, menyelupkan tangan ke sana. Lalu menyiprati pada wajah damai Arsen. Cowok itu mengernyit dalam tidurnya mungkin mulai terusik. Namun tak kunjung melek.

Habis kesabaran cowok berambut keriting itu mengayunkan tangan hingga seluruh air tumpah mengguyur Arsen. Sontak dia terduduk tegap dengan mulut megap-megap.

ALDRICHWhere stories live. Discover now