SEPULUH

3.5K 196 26
                                    

Jangan jatuh cinta kalau tidak ingin terluka.

OoO

BRUK!

Zila ambruk ke lantai. Bukan pingsan, dia hanya lemas. Bagus yang baru beberapa melangkah bersama Samar di belakang Morgan yang berjarak sepuluh langkah langsung putar balik. Dirinya meninggalkan Morgan, Samar dan anggota Erudite lainnya.

"Ya Tuhan!" Fida segera meraih tubuh Zila dibantu Sakti.

"Bantu bawa ke UKS, Sa."

Sakti pun menurut. Saat tangannya hendak mengangkat tubuh Zila, tangan orang lain sudah membantu dulu. Bukan Bagus tapi Renzi.

"Lelet lo!" cibir Renzi pada Sakti.

Dengan bride style, Renzi mengangkat tubuh Zila menuju UKS. Bagus yang hanya lima langkah dari posisi Zila terdiam. Matanya menatap bingung pada Renzi. Begitu pun Sakti, kecuali Fida, dia sudah menyusul Renzi menuju UKS.

"Lemah," gumam Renzi.

Zila masih bisa mendengarkannya. Tapi apalah daya, tubuhnya lemas. Lagi dan lagi, gejala itu datang di waktu yang tidak tepat.

Zila memegang hidungnya, seketika cairan merah mengalir dari sana.

"Kak, darah," lirih Zila.

Kepala Renzi pun menunduk, melihat darah yang banyak mengalir di hidung Zila membuat Renzi berlari kecil menaiki tangga UKS. Sontak saja siswa yang ada di tangga menatap mereka, bahkan ada yang memfoto dan memvideokan.

"Turunin ponsel kalian!" bentak Fida.

Mereka pun menurut. Siapa sih yang tidak takut pada Fida. Cantik tapi galak adalah ciri khas dari Fida Cahyadewi. Ketua OSIS dan jargonnya SMA Armega.

Sesampainya di UKS, Renzi langsung menurunkan Zila pada brankar dan membantu Zila berbaring. Sedangkan Fida sudah sibuk mengambil tissue sebanyak-banyaknya.

Dan Bagus, lelaki itu baru datang dengan air es di baskom plastik, serta Sakti yang juga baru datang bersama Dokter.

"Dok, cepat periksa keadaan Zila."

"Baik, tunggu sebentar. Kamu, mundur dulu."

"Kak Renzi mundur," ucap Fida menarik Renzi agar munduran bahkan sedikit menjauh. Bagus dan Sakti pun ikutan menjauh, memberi ruang untuk Dokter Pamela memeriksa keadaan Zila.

Dokter pun segera memeriksa Zila. Terdapat helaan napas dari bibir Dokter muda itu dengan nama Pamela Citya.

Tangan Zila yang masih setia memegang tissue di hidungnya perlahan menjauhkan tissue itu dan berusaha duduk.

"Kamu ini telat makan ya? Makanya penyakit kamu kambuh lagi dan saya sarankan agar kamu jangan stress, karena hal itu membuat tekanan darah kamu naik dan mimisan," tutur Dokter Pamela.

"Lain kali jaga pola makan dan istirahat yang teratur, serta minum vitamin," pesannya.

Zila mengangguk. Bibirnya terasa sulit dibuka. Karena saat Zila membuka mulut, maka darah akan keluar dari mulutnya.

"Kalo gitu saya tinggal."

"Makasih, Dok," ucap Fida.

"Makasih, Dok," ucap Sakti sambil membukakan pintu UKS untuk dokter Pamela.

Selepas dokter pergi, Fida langsung beranjak naik ke brankar dan menampol bahu Zila dengan pelan.

Zila hanya tersenyum.

"Nggak usah senyum-senyum. Gue kesal banget sama lo, kenapa telat makan lagi? Tadi juga, bukannya makan malah keluyuran."

Zila yang mendengar kekesalan Fida mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Peace, tanda maafnya.

MOZILA [TERBIT]Where stories live. Discover now