Chapter 28

388 43 9
                                    

CHAPTER DUA PULUH DELAPAN

Tidak banyak yang Ally bisa persiapkan, toh pengacaranya sudah menyiapkan semua sebelum hari ini. Ally sudah bangun pagi-pagi, mengurus Luca yang sudah di dekapan Esme lagi. "Kau baik-baik saja?" tanya sang adik pelan.

"Yah, aku lega."

Esme mengangguk. "Hati-hati di jalan." Setelahnya pria-pria berjas muncul di pelataran rumah mereka seraya membukakan pintu mobil. Esme menatap kepergian Ally, sedangkan Luca masih betah dalam gendongannya.

Sementara itu, Ally mulai membaca berkas di pangkuannya lagi. Aneh. Sebelum ini, Ally hanya berangan-angan akan hari ini—sidang perceraiannya. Kalau menilik masa lalu, rasanya Ally sudah sangat tangguh dengan semua masalah di kehidupan rumah tangganya.

"Nyonya Alicia, apakah ada yang ingin Anda tanyakan sebelum kita sampai ke gedung pengadilan?"

"Kurasa tidak. Aku sudah cukup jelas dengan semuanya," jawab Ally pelan.

Sekarang, dia hanya harus mengendalikan kegugupan yang makin tidak terbendung, terasa di bawah kulit hingga kerongkongannya kering. Ally menegakkan posisi duduknya dan mengisi paru-parunya dengan oksigen banyak-banyak.

.

.

Vero berguling pelan. Matanya menyipit, belum fokus kala melihat punggung tegap yang memunggunginya. Jared punya bahu lebih lebar daripada terakhir kali Vero perhatikan. Pagi ini, Jared nampak menganggumkan, tengah mengancingi kemeja putihnya. "Eh, kau sudah bangun?" tanyanya agak serak.

"Yah, aku akan pergi ke pusat kota."

"Hm, untuk?" Vero mengumpulkan kesadarannya, mendekap selimut agar tubuh atasnya tertutup. Vero memandangi dengan penasaran. "Kau jarang ke pusat kota di pagi hari. Apakah ada urusan mendesak? Apa itu?" tanyanya.

"Hanya.. hanya bertemu teman saja."

"Apakah ini harinya?" Akhirnya, Vero menggapai ponselnya dan terhenyak di tempat. "Ya, ini harinya. Jadi kau tidak akan datang ke persidangan kalian?" tanyanya.

Jared menoleh kecil, beres mengancingin kemejanya seraya mendekat ke tepian ranjang. Dia mengusap rambut Vero, menyapukan tangannya d i sekitar leher, kemudian turun ke bahu Vero yang telanjang. Anak rambut bergantung di sekitar dahi dengan helai rambut lain masih berantakan, membingkai wajah Vero yang manis. "Kurasa tidak perlu. Pengacaraku yang akan mengurusnya."

"Tetap saja, Jared. Kau harus datang, urus semuanya sampai tuntas."

"Aku tidak pernah berniat bercerai darinya."

Vero memutar bola matanya, jengah. "Kau terus mengatakan hal itu sampai aku muak!" Vero tercekat, merasa tubuhnya jadi lebih ringkih daripada yang terlihat. Apa arti hubungan mereka sebenarnya? Beberapa malam Jared memuja tubuhnya, menghabisinya di atas ranjang ini, melontarkan banyak kalimat cinta dan? Enggan bercerai dengan istrinya si Ally itu? "Kurasa kau perlu memberikanku alasan."

Jared berdecak samar. "Tidak ada alasan. Aku tidak mau diceraikan."

"Aku ingin hubungan lebih serius denganmu!" mohonnya, kemudian meraih leher Jared. "Apakah kau tidak mencintaiku, Jared? Kau tidak ingin bersamaku? Bosan? Jengah?"

Jared menunduk perlahan, kemudian menarik dirinya. Ini yang selama ini dihindarinya—bahasan soal hubungannya dan Vero. Sejauh ini, dia nyaman dan santai. Sejauh ini, dia pikir tidak perlu ada ketegasan apa pun. "Aku harus pergi sekarang."

"Kau.. tidak berubah, ya? Kau tidak bisa memutuskan, kau payah. Apakah kau pikir berada di antara aku dan Alicia membuatmu puas? Kau bahagia? Putuskan, Jared. Dia juga sudah tidak mencintaimu dan berikan dirimu padaku seutuhnya."

Setelah ucapannya itu, Vero memunguti gaun malamnya, mengenakan asal seraya berjalan untuk mencuci muka.

.

.

Aku kurang apa? Vero terus memikirkan pertanyaan serupa selama lima belas menit di kamar mandi. Tadi, dia sempat berharap Jared akan menyusul, bergabung saat dia mulai melepaskan pakaiannya lagi kemudian berendam di air hangat. Tapi, tidak. Ada bunyi pintu yang tertutup rapat, Vero kian gamang.

Apa aku kurang menunjukkan perasaanku padanya?

Vero merasa wajahnya berubah masam. Daddynya bahkan sudah mencium kedekatan dia dan Jared. Beliau tidak berkomentar tapi pasti itu menganggunya juga. Vero sudah gatal ingin menyatakan kalau dia dan Jared memang suah menjadi sepasang kekasih. Tapi, sikap Jared yang seperti sekarang... Vero jadi kacau.

Akhirnya, dia mulai menyandar di tepian bathup seraya merenung singkat. Apa sih yang dia harapkan dari Ally? Oke, dia memang cantik dan anggun. Tipikal gadis rumahan yang tersenyum lembut dan memuja siapa pun dengan pancaran pemujaan. Dia juga punya suara yang halus mengalun, cocok mengenakan pakaian imut dan juga tidak punya catatan macam-macam. Ally mirip peri yang muncul setelah kau berbuat baik di hari penting. Ally berbeda darinya.

Tapi mengapa Jared tergila-gila dengannya?

Vero kurang paham. sejauh ini, mengenal Jared dari dekat mau pun dari cara pria itu menjaganya, Jared jelas suka tantangan dan percintaan yang berkobar. Vero masih mengingat jelas Jared yang merobek gaunnya dengan lancang atau bahkan mendesaknya hingga merintih di bawak kungkungan pria itu.

Dominan.

Vero mengerang. Kalau ini terus berlanjut, hatinya akan makin kacau. Dia harus dapatkan Jared bagaimana pun caranya, dan perceraian ini harus berlangsung hingga palu terketuk dan mereka—Ally dan Jared—bukan lagi pasangan suami istri. Vero pastikan semua akan berjalan sesuai keinginannya.

.

.

Dari ruang kantornya, Dante mendapatkan sejumlah pesan dari asistennya dan juga pengacara sewaannya. Tuan Jared tidak datang tapi dia meminta pengacara menggantikannya. Dante mendecih kasar. "Si brengsek itu." Ini bukan kejutan. Dia sudah menduga bagaimana bajingannya Jared, tapi tetap saja, dia terpancing amarah.

Dante ingat bagaimana Ally sempat cerita kalau Jared tidak ingin mereka bercera. Dante hafal betul bagaimana Ally bilang, Jared akan tetap kukuh dengan pernikahan mereka.

Untuk apa? Dante menaruh ponselnya seraya bangkit. Siang ini, dia ada pertemuan dengan banyak kolega, tapi pikirannya bahkan tidak ada di empat. Dia sudah gatal ingin datang ke ruang sidang, menenangkan Ally dan menyatakan kalau Jared tidak perlu didengar lagi.

Tapi, dia terjebak di sini. Erico sudah mengatakan bahwa Dante tidak perlu khawatir. Sepertinya sahabatnya itu memang tahu betul, kalau Dante tidak fokus bekerja.

"Tuan D'allesi, Anda ditunggu di lantai lima."

"Baik, Rachel. Aku akan ke sana."

Dante meraih jasnya seraya terdiam sejenak. Aku akan tetap mendapatkan Ally, aku pastikan itu. Rachel sudah pamit dari hadapannya, mungkin lebih dahulu ke lantai lima. Sepanjang Dante berjalan menuju lift dan menunggu dengan wajah masih suntuk, Dante tidak bisa berhenti memandangi ponselnya yang sudah kembali dalam genggamannya.

Ally harus bercerai dari bajingan itu, bagaimana pun caranya.

Untuk apa bertahan? Luca bahkan masih terlalu kecil untuk paham apa yang terjadi dengan orang tuanganya. Dante sudah bersikukuh akan menggantikan posisi Jared untuk bayi itu, dan menjadi sosok yang ada di samping Ally sampai kapan pun.

"Kau."

Gadis itu tersenyum ketus, kemudian memandang Dante yang masih tercengan di depan lift yang membuka. "Kau masih ingat denganku?"

"Kapan kau kembali?" tanya Dante, berusaha agar tidak terdengar tegang. Di hadapannya, gadis itu sudah berdecak seraya memandang dengan bosan. "Kau.. tidak pernah bilang akan kembali ke mari."

"Oh ya? Di saat kekasihku masih ada di sini?" Alexis berhambur mendekati Dante, kemudian memiringkan senyumnya. "Kau tidak berharap kita berakhir, kan? Karena aku sudah resmi pindah kemari, dan aku takkan ke mana-mana, Dante."

[]

Breaking White (2017)Where stories live. Discover now