Chapter 32

428 44 2
                                    

CHAPTER TIGA PULUH DUA

Ketukan palu itu terdengar. Ally tersenyum lega. Sejak seminggu belakangan tidurnya tidak tenang, hatinya resah, mood-nya suram, akhirnya keputusan itu tiba. Ally merasa ada beban terangkat dari dada dan dia tidak berhenti merasa lega. Usai persidangan itu, Ally keluar dengan senang.

Akhirnya.

Ally tidak tahu apakah pasangan lain yang menempuh perceraian akan bereaksi sama sepertinya. Tapi untuk dia pribadi, dia merasa satu hal ini tidak terjabarkan. Ally tidak berhenti tersenyum. "Selamat Nona Alicia, Anda akhirnya mendapatkan apa yang Anda inginkan."

"Terima kasih banyak atas bantuannya."

Tidak berapa lama, satu pria muncul dan melebarkan tangan. Ally langsung menyambutnya dalam pelukan. Dante mengecup singkat pipi Ally, membawa tubuh Ally agar kian merapat. "Selamat."

"Hm, terima kasih banyak," katanya. Setelah ini, dia akan langsung mentraktir Esme dan membawa Luca untuk jalan-jalan. Setelah ini, lembaran baru hidupnya dimulai.

.

.

Dengan tangan menjepit ponsel di bahu, Ally sibuk mengoles selai stroberi di atas roti tawar. Dia mengoper pada Esme yang cepat menyantap roti itu, kemudian sibuk mengasuh Luca di kursi makannya. Ally mengerutkan dahi. "Apa?"

"Aku akan datang sebentar lagi. Kita akan berpesta."

Ally menengok ke arah Esme yang balas menunjukkan wajah penuh tanda tanya. "Ok—oke, hati-hati di jalan." Setelahnya, giliran Ally yang menyantap roti itu. Dia menjejalkan ke mulut, merasakan rasa segar manis stroberi dan mengusap bibir Luca yang baru belajar menyantap biskuit bayinya.

"Ada apa? Siapa?" tanya Esme.

"Dante. Dia mau kemari."

"Ah! Apakah aku boleh mandi dulu? Astaga, wajahku lusuh sekali." Tanpa persetujuan Ally, Esme langsung melesat pergi disusul pintu kamar yang ditutup rapat. Ally tersenyum kecil dan kembali mengusap kepala Luca.

Dua puluh menit berlalu, bel berbunyi. "Sebentar!" Ally memanggil Esme yang muncul di pintu kamarnya dengan pakaian lebih bersih dan wajah segar. "Tolong bukakan."

"Siap!" Esme menarik senyuman, kemudian bergegas membukakan pintu. Benar saja, Dante muncul dengan jas seperti biasa dan bungkusan besar di tangan. "Selamat datang, Tuan."

"Hai! Di mana Ally dan Luca?"

"Di dalam! Ayo masuk," ajaknya santai. Esme berjalan bersama dengan Dante. Sejujurnya, dia tidak berhenti mengendus parfum aftershave yang menguar dari tubuh pria itu. Baunya enak. Esme cepat menjaga jarak kala Dante berhenti di depan Ally.

"Hai."

"Hai, kau datang lagi," sambutnya.

Dante langsung menaruh bungkusan itu dan minta izin untuk menggendong Luca, tentu saja disetujui karena Luca sudah selesai makan. Dante mengecup pipi Luca, mengangkat tubuh bayi itu, kemudian digendong dengan nyaman. "Aku rindu sekali denganmu, Sayang." Esme menyenggol lengan Ally.

"Bukankah dia sudah cocok jadi ayah?" godanya. Esme mengerling ke arah Ally yang mulai merona. "Kapan kalian meresmikannya?" Um, apa maksudnya.. Ally merasa bibirnya kering apalagi Dante sebenarnya sudah mendengar dan memperhatikan mereka.

"Maaf, Esme kadang sulit bicara."

"Kapan kau mau pernikahannya dilaksanakan?" Dante mengusap pipi Luca hati-hati. "Aku siap kapan pun, Ally." Dan ingatan soal perjanjian itu mengerumuni kepala Ally; dia setuju untuk berkencan dengan Dante, setuju untuk hubungan mereka yang semakin serius. Bola mata Dante nampak cerdas dan terarah kepadanya, satu senyum tersemat sempurna di bibir seksinya. "Kapan?"

.

.

"Alexis! Pemotretannya sepuluh menit lagi!" Suara itu membuyarkan lamunan Alexis di ruang gantinya, namun dia lebih sibuk dengan Stella yang sudah menyuruh agar penata rias segera bersiap. Ini kontrak pertama Alexis setelah kembali ke Boston. Alexis justru sibuk dengan ponsel, hingga Stella perlu berdeham, memperingati.

"Dante ke mana? Aku butuh mendengar suaranya."

Stella langsung merebut ponsel itu dari tangan Alexis. "Jangan pikirkan dia dahulu, kita ada take foto sebentar lagi. Bagamanapun, kau harus bersiap sekarang."

"Ah! Kau ini!"

Stella memutar bola mata, sedangkan di kursi meja rias itu Alexis sudah menekuk wajah. Dia tahu alasan Dante sibuk, jelas itu bukan karena pekerjaan; tapi Alicia. Cih, apa cantiknya sih wanita itu? Alexis bahkan seorang model yang biasa menjalani perawatan, sedangan waniat itu bahkan sudah punya bayi! Harga diri Alexis dipertaruhkan sekarang.

"Dante akan datang kalau tidak sibuk," hibur Stella di sebelahnya.

"Mana mungkin.."

"Lagi pula dia memutuskan hubungan kalian dengan mendadak, aku yakin dia menyesal."

Alexis mengangguk. Sebaiknya begitu. Apalagi hubungan mereka sudah terjalin lama dan sudah terbiasa. Bahkan Alexis sudah siap membawa Dante untuk berkunjung ke rumahnya dan membicarakan pertunangan. Yah, dia tidak akan pernah melepaskan Dante. Bagaimanapun keadaannya.

Setelah itu, pintu ruangan membuka, dan Alexis dibantu keluar karena gaun yang dikenakan cukup panjang. Kali ini, dia dapat tawran untuk jadi model gaun pernikahan, dan Alexis mulai membayangkan betapa cantik dan sempurnanya dia jika bersanding dengan Dante dalam balutan gaun penuh hiasan mahal ini. Dia seperti ratu paling cantik.

Stella menarik senyum, membantu membawakan ekor gaun yang menjuntai ke set yang sudah disiapkan. Para kru mulai bersiap. "Jangan gugup."

"Tentu saja, kabari aku kalau Dante menelepon."

Stella mengangguk. Sebenarnya dia mulai kasihan dengan Alexis, sejak semalam dia sudah berusaha menghibur Alexis yang sulit menghubungi Dante. Sok sibuk sekali, sih! Tapi Stella tahu mungkin alasannya bukan sibuk, tapi pria itu sudah tidak ada rasa lagi dengan sahabatnya. Mana mungkin Stella mengatakan secara blak-blakan, Alexis akan sedih dan geram.

"Bersiap semuanya!"

[]

Breaking White (2017)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant