Chapter 13

1.7K 88 11
                                    

Chapter 13

"When we were young."

*

Jared memandu tanganku. Kami bergerak bersamaan di atas lantai dansa yang kian ramai. Tatapannya menghangat bagaikan cokelat yang baru saja meleleh.

"Aku tidak bisa."

"Ikuti saja gerakanku," pandunya. Kami bergerak bersamaan. Aku menaruh tanganku di bahunya yang tegap seraya menatapnya intens. Aku tidak pernah tahu apa yang telah kuperbuat selama ini, jenis kebaikan apa yang akhirnya membawaku ke hadapannya. Aku tidak bisa berhenti mengingatkan diriku bahwa ini bukanlah mimpi.

Jared tersenyum. "Kau senang?"

"Aku bahagia."

Kami bergerak bersamaan, perlahan dan hati-hati. Aku seakan tertarik hanya padanya, di saat semua orang memadati lantai dansa, aku tidak peduli. Aku hanya mampu memandangi wajahnya yang tampan di malam ini. Di bawah sorotan lampu, di bawah sinar yang begitu menentramkan, ditemani alunan merdu dari pianis di ujung sana, aku terhanyut dalam pesonanya.

"Aku pun bahagia," ia berbisik rendah, mendekatkan tubuh kami, dan merangkul pinggangku. "Aku sangat bahagia, Ally."

*

*

Bisakah kita memutar waktu saja?

Ally termenung dalam diamnya. Dua jam sudah Jared memutuskan untuk pergi, membuat luka di tengah mereka semakin menganga. Ally pun tidak mengerti mengapa dia dengan tegas ingin Jared pergi jauh sekalian, hanya saja, semakin melihat wajah pria itu, semakin terluka hati Ally. Ada bagian dari dirinya yang rapuh bagaikan rumah kartu yang tertiup badai.

Padahal dahulu, mereka pernah berjanji untuk sama-sama menjaga. Padahal dahulu, mereka bilang bahwa rumah tangga membuat keduanya akan saling mencintai.

Ally ingin hidup di masa 'dahulu' tersebut. Di kamar tersebut, Esme sudah muncul lagi dengan raut khawatirnya. "Jangan terlalu dipikirkan. Kalian mungkin hanya membutuhkan waktu untuk memahami satu sama lain. Ini semua hanyalah salah paham."

Ally mengangguk singkat dan menghapus jejak air matanya. "Tentu." Dia pun mulai bergegas menuju ruang bawah, membersihkan beberapa bagian dari rumah tersebut, menunduk lantas kembali terhanyut dalam lautan emosionalnya sendiri.

Apakah kami bisa berdiri di atas kaki masing-masing?

Esme berdiri di sisi Ally, menepuk bahu Ally untuk beberapa saat. "Aku selalu bangga kepadamu. Aku selalu menghargaimu. Tidak apa untuk menangis, itu bukan berarti kau lemah." Mereka pun akhirnya berpelukan erat dengan Ally yang pecah dalam tangisannya. Lagi.

*

*

Ibu terduduk tegang di kursinya. Sementara Esme sudah melirik Ally yang masih mengunci rapat kedua belah bibirnya. Tidak ada kata-kata yang dapat menembus lingkaran yang mereka buat tersebut sedangkan Esme mulai berdeham. "Well, terimakasih sudah datang, Bu, dan Ally. Aku ingin—"

Ibu mengangkat wajahnya. "Bisakah tidak perlu berbasa-basi? Aku tidak mau membuang waktuku. Kau bilang ini makan malam kita berdua."

"Bu!"

Ibu berdecak, membuang pandangannya. "Aku tidak mengenal siapa wanita itu lagi," katanya tajam. Ally menghela napasnya beberapa saat. Reaksi itu bukanlah reaksi yang baru. Tapi mendapatkannya secara konstran dari waktu ke waktu? Siapa yang tahan?

Ally berdeham. "Bu, jika kau memang sebegitu benci denganku, mengapa kau tidak pergi sekarang? Aku juga tidak berniat untuk bermanis-manis. Terimakasih," katanya. Ally hendak bangkit namun Esme cepat mencekal tangannya.

"Bisakah kalian tidak seperti ini terus? Sampai kapan? Aku rindu keluargaku yang lama!"

"Sampai dia bercerai dari pria sialan itu."

"Bu!"

Ally mengatupkan rahangnya. Dia kembali terduduk, masih dengan wajah piasnya. "Ini kehidupanku. Bercerai atau bertahan dengan Jared, kau tidak berhak mengaturnya lagi. Kau pikir apapun yang kau putuskan untukku adalah yang terbaik? Kau pikir itu tidak egois?" Ally menahan ringisannya kemudian berjalan pergi dari kursi tersebut. Ibu pun hanya mendesah jengah, sementara Esme sudah menangkap tangan kakaknya. "Lepaskan aku!"

"Maaf, tapi ... kupikir ..."

Ally menoleh kecil. "Percuma. Ibu tidak akan pernah dapat menerimaku dan Jared, mengapa harus repot-repot berusaha?" Esme memandang nanar namun Ally tersenyum kecil. "Kami akan baik-baik saja."

Aku ingin ke masa 'dahulu' di mana aku rela mati-matian demi Jared tanpa pernah peduli bahwa aku akan terluka.

Aku ingin ke masa 'dahulu' di mana aku begitu bodoh demi Jared tanpa pernah berpikir bagaimana perasaan orang tuaku.

Apakah ini sebuah karma buruk dari semua perlakuanku?

Keputusanku?

"Pernikahan itu ... aku tidak pernah merestuinya. Aku tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa aku rela putriku dibawa oleh lelaki tersebut. Camkan itu." Ibu mengusap bibirnya dan memandang lurus Esme di depannya. "Jangan kau bertingkah segila kakakmu."

[]

Breaking White (2017)Where stories live. Discover now