Chapter 21

520 40 2
                                    

CHAPTER DUA PULUH SATU

Seperti yang sudah disepakati, setelah shift mereka usai, Erico akan meminta mereka mengantre kemudian membagikan uang bayaran di hari tersebut. Ada sekitar lima orang di depan Ally namun wanita itu sudah tidak sabar ingin menerima uang bagiannya dan pulang. Esme pasti sudah jatuh tertidur dan semoga Luca tidur dengan nyenyak pula.

"Kerja bagus, guys." Erico pun menatap Ally yang maju setelah satu orang wanita di depan Ally mendapatkan amplopnya dan menyingkir. Elico menarik senyum. "Ini untukmu, Nyonya."

"Terima kasih banyak."

"Kau ada waktu setelah ini?"

Ally terkesiap pelan. "Ap—apakah ada sesuatu, Tuan?" tanyanya.

"Hanya pembicaraan ringan saja, hanya sebentar. Kumohon."

Ally hendak mengangkat suaranya namun dia bergeser lantas membiarkan Erico lanjut memberikan amplop-amplop penuh uang tersebut kepada pegawai lain. Kurang lebih dua puluh menit, dengan betis kebas dan rasa ingin berbaring teramat tinggi—Ally akan mandi kemudian tidur sampai pagi hari—akhirnya tinggal mereka berdua.

"Duduk," katanya dan kembali ke balik meja seraya duduk di kursinya.

Ally menggumamkan terima kasih ringan. Kursi itu cukup empuk namun kantuk sudah merajai dirinya. Harus pulang. Harus pulang cepat-cepat. "Apa ada sesuatu, Tuan?"

"Aku senang dengan pekerjaanmu hari ini. Dibanding yang lain, aku sering melihatmu paling gesit serta ramah kepada para klien. Aku senang," jelasnya. Erico menarik senyuman simpul. "Nah, aku ingin bicarakan sesuatu yang lain."

"Ya?"

"Kau bertemu dengan Dante sebelum ini kan? Oh ya, dia adalah sahabatku dan pelanggan tetap klub ini. Dia masih muda dan tampan kan?" tanyanya lagi.

Ally agak mengeryit. Pria itu. Jelas Ally ingat apalagi dengan senyuman miring dan tatapan yang dalam. Mengingatnya saja sudah membuat jantung Ally berdisko ria. "Yah, aku bertemu dengannya."

"Dia tertarik kepadamu. Kau bisa terus melayaninya."

"Maaf, Tuan, tapi saya profesional. Saya pikir, urusan di luar pekerjaan ini—"

"Aku tidak memaksamu, aku hanya memberitahu. Dante sangat baik, dia orang yang bisa dipercaya dan jika kau tidak berminat kepadanya, kalian bisa menjauh satu sama lain." Erico bertutur pelan. "Aku hanya ingin melihat sahabatku senang saja."

"Oh ya? Dengan menyerahkanku kepadanya?" Ally langsung menunduk. "Maaf, aku tidak bermaksud lancang."

Erico justru tersenyum. "Kau sangat jujur dan blak-blakan, huh? Tentu saja bukan seperti itu. Aku hanya berusaha mendekatkan kalian saja dan segala kemungkinan apakah kalian cocok atau tidak, akan jadi kekasih atau tidak, itu terserah kalian. Hanya memberitahu," ujarnya. "Nah, kau boleh pulang. Sampai jumpa besok."

Ally membungkuk pelan, mengatakan maaf berulang kali. Setelah bangkit dan meninggalkan tempat itu, Ally dirundung rasa menyesal karena sudah mengatakan setegas itu. Tapi apa yang bisa diharapkan? Ally masih berstatus sebagai istri Jared dan untuk menjalin hubungan di saat Ally tengah bahagia karena dapat pekerjaan, itu terdengar mustahil. Ally menggeleng lantas memacu langkahnya. Beruntung masih ada taksi yang bisa dia tumpangi lantas membawanya pulang.

.

.

Dante d'Alessi. Itu namaku.

Ally mencebik pelan. Bahkan namanya saja sudah terdengar seksi dan pria itu jelas punya pesona yang tidak semua pria miliki. Jika Ally terpaksa membandingkan si tampan Dante dengan Jared? Itu jelas membandingkan langit dan kolong bumi. Jared mungkin tampan, dulu, tapi sekarang pria itu sudah kehilangan sisi memesonanya. Ally tidak mau bahas betapa menjijikkan nan memuakkan pria tersebut sekarang di mata Ally.

Senang-senang saja dengan Veronica sana, bajingan!

"Bagaimana kemarin?" Dari arah tangga, Esme memaksakan diri untuk menjejalkan kakinya ke dalam boots yang hendak dia kenakan ke kampus. Pagi ini Esme ada kuliah pagi, dilanjutkan pukul sepuluh dan setelahnya dia akan jalan sebentar dengan James. "Aku pikir kau kelelahan tapi pagi ini kau sudah bangun. Oh ya, Luca baik-baik saja. Aku semalam mengompresnya tapi dia tidak rewel."

"Syukurlah, terima kasih, Esme. Oh ya kemarin berjalan lancar." Ally bergerak meraih dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar dollar dari sana. "Bawa ini untukmu."

"Ah .. tidak perlu."

Dengan gemas, Ally bangkit dan menjejalkan uang itu ke saku kemeja sang adik. "Aku tidak menerima penolakan toh ini tidak seberapa," ujarnya dan tersenyum.

"Terima kasih, Ally. Aku harap kau betah bekerja di sana."

"Yah, kurasa. Meskipun aku sempat bertemu dengan pria agak sinting."

Esme terhenyak. "Maksudmu?" Namun alarm di ponsel Esme sudah berdenging nyaring jadi Esme buru-buru pamit, menjepit roti di bibirnya dan keluar rumah Ally. "Aku pergi!"

"Hati-hati! Makan dahulu dengan benar. Ah ya, titip salam untuk James!"

.

.

Jared mendesah ringan, mendorong ponselnya di atas meja. Setibanya di Santorini kemarin, Jared langsung istirahat dan pergi keluar saat malam hari untuk mendampingi Veronica dan ayahnya. Setelah itu, mereka sempat mampir untuk makan malam di kafe-kafe dengan payung tinggi untuk mencicipi wine terbaik di wilayah tersebut. Veronica punya hotel yang dia inginkan, jadi mereka mampir ke sana untuk lanjut minum.

Ally belum menghubungiku lagi.

"Apa yang kau pikirkan?" Dari arah belakang, Vero sudah menyampirkan lengan di sekitar bahu Jared dan mengecup pipi Jared. "Kau terlihat khawatir."

"Bukan apa-apa. Bagaimana denganmu? Setelah ini kita pergi lagi?"

"Santailah. Nanti sore kita bertemu sepupuku di dekat Museum Fira tapi kita punya banyak waktu untuk jalan-jalan. Aku juga mau membeli baju baru," jawabnya dengan riang. "Oh ya, aku lihat kau jadi lebih sering mengecek ponsel. Apakah istrimu berulah lagi? Astaga, dia mengesalkan."

Jared menggeleng. "Justru dia tidak menghubungiku."

"Oh ya?"

"Aku rasa dia sibuk atau apalah. Aku tidak yakin, tapi aku berusaha meneleponnya, dia juga tidak menjawab. Aku hanya ingin tahu kabar Luca setelah keluar dari rumah sakit," jawab pria itu.

"Hm, aku rasa dia hanya berusaha menghindarimu. Tenanglah, nanti kita hubungi lagi?" Vero pun bergerak untuk duduk di pangkuan Jared seraya bersandar di nyaman di depan tubuh pria itu. Veronica memejamkan matanya dan mengisi paru-parunya dalam. "Aku senang kita tetap bersama."

"Hm."

"Kau harus bicara dan lebih dekat dengan ayahku, Jared. Dia menyukaimu pula dan dengan begitu, aku yakin dia juga setuju dengan hubungan kita." Veronica mendekap lengan besar Jared yang membungkus tubuhnya.

"Akan aku usahakan."

Veronica tersenyum. Tidak peduli apapun yang ada di hadapan mereka, sekarang semuanya jelas—ia ingin memiliki Jared seutuhnya. Ally? Ke laut saja. Wanita itu tidak cocok bersanding dengan Jarednya, apalagi dengan Jared yang lebih tertarik dengan petualangan cinta penuh gelora, bukan rumah tangga membosankan nan pelik.

"Aku mencintaimu."

"Ya, Veronica."

Jared tidak ingin membayangkan hal-hal negatif, tapi bagaimana jika ancaman Ally ada benarnya? Bagaimana jika Ally sekarang justru tengah mempersiapkan berkas-berkas persidangan mereka? Jared mengerang pelan. Tidak bisa. Aku belum mau diceraikan sekarang. Jared mengatupkan rahangnya tegang. Aku belum mau dipisahkan dari Luca sekarang.

[]

Breaking White (2017)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ