5. Kepingan memori💉

222 27 1
                                    

Beberapa hari kemudian....

Rumah ini terlalu besar bagiku, meski sudah beberapa kali terbangun dan menyadari aku menjadi istri seorang Barnesh dan tinggal di rumahnya, ini sama sekali masih asing. Seorang asisten rumah tangga yang bernama Asih membantuku menjalani terapi setelah dokter yang memeriksaku tempo hari menyatakan bahwa progress kesembuhanku bisa lebih cepat.

Di setiap pagi seperti ini, ketika seisi rumah hanya ditinggali oleh sebagian besar pembantu, aku justru menemukan kebebasan. Sikap Barnesh yang lembut malah membuatku semakin menjaga jarak dengannya, aku belum tahu kenapa. Mimpi-mimpi mengenai kehidupan masa kuliah kami masih berlanjut dan aku sudah bisa merangkainya meski belum seluruhnya. Kami berempat, aku, Barnesh, Kiara, Haikal entah kenapa menjadi benang merah pada kehidupanku saat ini.

''Bi Asih bisa tinggalin saya sekarang?'' pintaku saat ibu-ibu setengah baya tersebut dengan telaten dan awas mendampingiku berlatih berjalan di sisi kolam renang, tapi melihat rautnya tiap kali ia ingin meninggalkanku sendiri membuatku kembali meyakinkannya,'' Saya nggak bakal kecebur kolam kok, tolong ya Bi.''

''Baik Mbak, saya ada di dapur terus kok, kalau butuh apa-apa, saya bisa langsung ke sini.'' Bi Asih berlalu meskipun di rumah ini ada banyak pembantu, tapi aku merasa lebih cocok dia yang menemaniku mungkin karena pembantu perempuan lainnya berusia lebih muda dan aku kurang nyaman.

Setapak paving ini terasa begitu keras bagi kulit telapakku, meski sudah beberapa kali mencoba berjalan dengan bertelanjang kaki, kulitku masih terlalu sensitif untuk bersentuhan langsung dengan media jalan. Aku menoleh ke segala arah mengingat apa saja kenangan di rumah ini, tapi aku masih belum menemukan petunjuk apapun. Aku melangkah perlahan menuju bibir kolam kemudian memejamkan mata dan mengayunkan satu kakiku untuk menyentuh permukaan air yang jernih tersebut. Aku merasakan dingin menjalar di dalam tubuhku, menyentak otakku dengan tiba-tiba.

Wajah Barnesh terlihat dari permukaan kolam menampakkan kedengkian yang begitu mendalam, seperti sembilu yang mengiris saat suaranya berbisik dengan penuh kebencian, ''Aku akan membuatmu menyesal dengan pernikahan ini.''

〰〰〰〰〰〰〰💠

Entah rencana Tuhan yang ke berapa kali untuk membuatku kembali satu kelompok dengan Barnesh dan tampaknya hal ini bukan kebetulan semata saat Aku, Haikal, Kiara dan Barnesh co-ass di rumah sakit Prasaja.

Hari-hari kami berjalan cukup alot, terlebih saat jadwal rotasiku di stase bedah, aku ketiban shift malam bersama Barnesh. Aku tak punya pilihan selain menurut.

Komunikasi di antara kami yang tidak terlalu bagus membuat suasana di bilik pasien menjadi mencekam, hanya suara iringan pendingin ruangan dan bed side monitor yang menemani keheningan ini. Aku tidak ingin memulai percakapan yang hanya akan menyulut emosinya meskipun aku tak tahu apa sebenarnya masalahnya padaku, kalau hanya sekedar ketidak sukaanya karena nilai-nilainya berhasil kulampaui, rasanya masih sulit kuterima.

Beberapa kali Haikal berusaha untuk mengantikan jadwal shift-ku, tapi aku tidak mau karena hal itu terkesan meremehkan kemampuanku. Di saat berdua dengan Barnesh seperti ini aku mencoba melunak dengan mengajaknya bicara terlebih dahulu, aku sama sekali tidak ingin punya hubungan yang buruk dengan sesama teman.

''Kalau kamu mau istirahat, duluan aja, biar aku yang jaga.'' Aku menawarkan diri saat Barnesh sama sekali tak melontarkan basa-basi secuilpun begitu kami memasuki ruangan pasien.

Tanpa menoleh dan menjawabku, dia bangkit dan berjalan keluar. Aku mengawasinya hingga hilang di balik pintu. Aku berencana untuk bicara dengannya baik-baik setelah ini, tidak mungkin kalau hubungan kami layaknya perang dingin yang tak kunjung usai.

Amnesiac WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang