"Apapun yang Hera makan" balas Yura gembira.

Yura berjalan dan duduk didekat Hera membuat gadis itu sontak menggeser kan tubuhnya kesamping. Yura yang menyadari hal itu merasa sedih, apa Hera Semarah itu pada dirinya?

"Hera... Maafin gue ya, please!!!" Ucap Yura menarik tangan Hera yang terletak diatas meja.

Hera melepaskan tangan Yura darinya dan menatap gadis itu seperti biasanya.

"Udah di maafin" balasnya singkat dan dingin.

"Wah beneran Ra?" Hera mengangguk.

"Jadi kita temenan lagi sekarang?" Tanya Yura lagi.

"Aku gamau temenan sama orang yang udah hancurin kepercayaan aku sama dia" ucapnya membuat Yura tertegun mendengar hal itu.

"Definisi teman menurut kamu itu apa?" Tanya Hera.

Diam, Yura bergeming selama beberapa saat hingga mulutnya perlahan terbuka untuk menjawab pertanyaan Hera.

"Teman? Teman itu orang yang mau bergaul sama kita ... Maybe?" Ucap Yura membuat Hera memutar matanya malas.

"Menurut kamu apa Ra?" Tanya Yura pada gadis disebelahnya.

"Gatau, karena aku ga pernah punya teman yang benar-benar layaknya seorang teman. Jauh lebih sakit ketika kau hari ini percaya padanya bahwa dia sosok orang yang berbeda dari yang lain, tapi dihari berikutnya di adalah orang yang paling brengsek dari yang lain..."

"Ra?? Apa aku sebrengsek itu ya??" Lirih Yura kini raut gadis itu sangat sedih.

"Gatau, sulit buat di ungkapin..." Balas Hera.

********

Sepanjang pelajaran sejak tadi Levi mengamati gadis yang duduk di depannya, terlihat seperti sedang melamun. Entah kenapa dengan Yura beberapa hari ini terlihat berbeda dari biasanya.

"Yura!!" Teriak sang Guru.

Yura tak menghiraukan guru yang memanggilnya sejak tadi, gadis itu terus melamun.

"Astaga Yura! Kamu ngalamun iya?" Tanya sang guru saat ia berdiri disamping Yura.

Yura tergelak dan segera membenarkan posisi duduknya.

"M-maaf buk..." Ucapnya pada sang guru.

"Kerjakan tugas didepan sana, ibu tadi sudah menjelaskan" ucap sang Guru.

"Tapi buk... Saya kan tadi ngelamun mana saya ngerti ngerjainnya, ditambah ini matematika buk.." lirih Yura.

" Ini materi beberapa hari yang lalu, masa kamu ga paham sih?"

"Buk..."

"Kerjakan atau saya panggil orang tua kamu!"

Yura pasrah, ia berjalan sempoyongan kerah papan tulis. Ah yang benar saja, matematika adalah hal yang paling tak ia sukai.

Jam istirahat, Yura mendudukkan tubuhnya disalah satu kursi taman. Yura meringis pelan ketika sebuah buah dari pohon jatuh menimpah kepalanya.

"Ini ga sesakit ketimbang ucapan Hera. Gila tuh anak ya mulutnya..." Ujar Yura dengan mimik wajah sedih.

"Hera? Lo berantem sama dia?" Yura mendongakkan kepalanya dan menemukan sosok Levi disana.

"Bukan urusan Lo" cetusnya.

"Gue bingung sama kalian berdua, dibilang temen tapi ga pernah bareng. Tapi dibilang ga temanan juga gimana gitu..." Ucap Levi kebingungan dengan ucapannya sendiri.

"Hera marah sama gue karena suatu alasan, makanya dia ngehindar dari gue" jawab Yura jujur pada Levi.

Levi manggut-manggut melihat gadis disampingnya itu yang terus tampak murung dan sedih tak seperti biasanya.

"Gue gatau apa permasalahan antara kalian berdua tapi gue berharap semoga cepat selesai ya, jangan kelamaan berantem nya ga baik" ucap Levi menepuk bahu Yura pelan dengan diiringi senyum tipisnya.

Yura menatap Levi dengan bola matanya yang menatap kesamping, bingung kenapa sekarang lelaki disamping nya itu bersikap manis dan lembut.

*******

Sebuah mobil berhenti tepat didepan Hera membuatnya terperanjat kaget, mobil mewah berwarna merah itu adalah milik Arya. Dan benar saja lelaki itu keluar dan menyapa Hera dengan sebuah senyuman.

Beberapa siswa yang lewat lalu lalang untuk pulang kerumah sontak menatap Hera dengan bertanya-tanya. Arya seorang pengusaha terkenal bahkan dimedia sama seperti mamanya hal itu menyebabkan orang-orang mengenali Arya.

"Arya, mau ngapain? Aku enggak dipanggil sama pihak sekolah lagi, jadi apa yang kau lakukan disini?" Tanya Hera kesal.

Arya tertawa pelan melihat tingkah Hera, dan menariknya untuk masuk ke mobil.

"Lepas, kenapa coba narik?" Tanyanya semakin geram.

"Tidak mau bertemu ibumu?" Tanyanya.

Hera yang tadi memalingkan wajahnya, kini menatap Arya dan sontak tersenyum senang.

"Mama? Dimana?"

"Didekat kantor ku" jawabnya singkat.

"Oke mau" balas Hera.

Sudah hampir setengah jam Hera menunggu kedatangan mama nya di sebuah tempat didekat kantor Arya, namun belum ada tanda-tanda ibunya akan datang membuat Hera sedikit kecewa.

"Arya kau bohong..." Lirih Hera.

"Hera, apa gabisa manggil om atau apa gitu? Kamu ga sungkan sama saya manggil begini?" Tanya Arya tiba-tiba.

"Ketuaan ga sih manggil begitu?" Tanya Hera membuat Arya mengangkat kedua alisnya secara tiba-tiba.

"Anak ini benar-benar..."

"Aku pulang, ini sudah mau gelap" Hera telah berdiri dan ingin beranjak pergi.

"Biar saya antar mau?" Ucap Arya bertanya lebih dahulu.

"Enggak makasih. Nanti takutnya malah kena gosip seorang anak SMA berjalan bersama seorang pengusaha terkenal bernama Arya yang sudah berusia setengah abad" balas Hera yang diiringi kekehan dari wajahnya.

"Aku pamit, bilang sama mama kalau Hera sayang dia... Sejuta sayang buat mama tiap hari" teriak Hera pada Arya.

Melihat Hera berjalan menjauh darinya dengan berteriak menyampaikan ucapan sayang itu untuk sang ibu, membuat Arya mengukir senyum lebarnya.

"Andai dia miliku..."

To be continued
*************

Udah baca?
Kasih kesan dong, aku suntuk banget :(

See u lagi fren^^

1. PASSING BYWhere stories live. Discover now