"Idenya menyusahkan," kata Revan.

"Ide apa?" sahut Rini.

"Ini. Tinggal makan di dalam aja pakai ngerepotin diri sendiri."

"Beuh, lo belum tahu ya bro kenikmatan makan di halaman terbuka, bareng keluarga pula, ditambah angin sepai-sepoi yang menyejukkan jiwa raga. Sulit ditolak, Bro," jelas Varo penuh semangat.

"Terserah lo aja deh."

"Bener, Mas. Aku juga dari dulu mau coba piknik kayak gini. Seru sih kelihatannya." Giliran Neira yang bersuara.

"Ya, oke gue kalah. Silahkan lakukan sesuka kalian."

👶👶👶

"Jadi lo mau bawa mereka pindah?" Varo melayangkan pertanyaan untuk Revan yang berdiri di sebelahnya.

Mereka meninggalkan Neira, Rini dan Ares yang sedang bermain dengan mainan yang dibawakan oleh Rini dan duduk di gazebo yang berdekatan dengan lapangan mini di rumah Revan.

"Hmm," respon Revan singkat.

"Kemana?" Revan menatap Varo kemudian kembali menatap ke depan. Dia sendiri juga masih belum menentukan akan pindah ke negara mana. Yang jelas, jika Neira menyetujuinya maka ia akan mencari tempat yang cocok untuk kondisi Neira dan tentu juga untuk Ares.

"Gue belum tahu mau bawa mereka ke mana."

"Opa lo emang gak bakal ngikutin lo?"

Revan terkekeh kecil. "Gak mungkin gue bisa lepas gitu aja. Tapi setidaknya, Opa gak mungkin bertindak kelewatan kalau bukan di medan yang dia kuasai."

Vano tersenyum sinis, "Opa lo itu ckckck. Udah gak ada obat."

"Ya, begitulah."

"Kapan lo mau bilang rencana kepindahan kalian?"

"Secepatnya sih."

"Kabarin gue aja kalau udah pasti semuanya. Gue siap bantu lo, di bidang apapun," tawar Varo seraya tersenyum lebar.

"Thanks."

"Kebiasaan deh balesnya singkat." Revan hanya mengedikkan bahunya acuh.

Sore harinya, Varo dan Rini memutuskan untuk pulang karena mereka harus mengunjungi rumah mama Varo. Rindu calon menantu katanya.

Saat sudah sampai di teras mereka melihat mobil yang baru saja sampai. Tatapan Revan langsung menajam, tanpa menunggu orang itu keluar dari mobil pun dia tahu itu adalah omanya.

"Bro, kayaknya ada tamu. Gue sama Rini langsung balik deh daripada tamu lo gak turun-turun."

"Pamit ya, Nei, Van."

Neira balas tersenyum dan menyuruh Ares agar ikut melambaikan tangan ke om ganteng dan tante cantik. Sementara itu Revan hanya mengangguk.

"Hati-hati ya, Kak."

Revan hendak membawa Neira dan Ares masuk agar tidak bertemu omanya. Tapi, istrinya yang tidak tahu siapa yang datang malah memperlambat rencana Revan.

"Temui dulu aja tamu, Mas. Pasti dia udah liat kamu."

"Biarkan saja."

Sayang sekali, orang suruhan omanya memanggil mereka dan memberitahukan kedatangan Oma Rosaline.

"Oma?" beo Neira. Dia langsung menatap Revan bingung. Kenapa Revan berniat menghindar dari oma?

"Kok kamu malah ngajak aku masuk ke rumah sih, Mas?" tanya Neira yang tidak Revan tanggapi.

"Revan, Neira," panggil Oma yang sudah berdiri di hadapan cucu dan cucu menantunya. Mata oma mulai kembali berkaca, oma menatap Ares dan Neira dengan perasaan bersalah.

Saat Neira ingin melangkah mendekati oma, tentu saja Revan bergegas menahannya.

"Mau apa oma ke sini?" tanya Revan dingin.

"Mas," tegur Neira.

"Aku udah pernah bilang kan oma. Jangan temui keluargaku lagi. Tidak cukupkah oma melakukan ini pada keluargaku?"

Oma Rosaline menggeleng pelan, "Oma tidak sengaja, Nak. Sungguh, oma tidak membantu opamu sedikit pun."

"Maaf oma tapi Revan gak bisa percaya sama oma." Pria itu ingin menarik lengan Neira agar mengikutinya ke dalam, tapi perempuan itu malah melepaskan diri.

"Mas, kamu percaya aku kan?" tanya Neira lirih. Dia tidak mungkin tega melihat oma yang menangis karena perkataan cucu kesayangannya.

Neira berani menjamin, jika masalah kemarin bukan kesengajaan oma. Neira tidak mau Revan akan menyesal suatu hari nanti bila mengabaikan hati kecil pria itu.

Tangan Neira mulai menangkup  kedua pipi Revan, Neira melihat luka di matanya. "Dengar aku, Ares jatuh bukan karena kesengajaan, Mas. Oma bukan sengaja ingin menyelakai Ares. Oma gak salah, Mas."

"Kamu diancam kan, agar kebusukan oma dan opa tertutupi?!"

Neira menggeleng pelan, "No! aku berkata jujur, Mas. Oma udah baik banget hari itu, udah bantu aku jaga Ares, kasih makanan dan minuman, udah nemenin aku sama Ares, Mas. Padahal itu bisa jadi waktu istirahat oma kan, Mas?"

Tidak mendapat respon dari suaminya, akhirnya Neira memilih kembali mengajak oma berbicara, "Oma, Neira rasa lebih baik kita masuk dulu. Pasti oma juga lelah kalau terlalu lama berdiri."

"Ya, terima kasih, Nak."

Neira mendorong punggung Revan agar pria itu ikut masuk. Meski dengan berat hati, tapi Revan tetap melangkah mengikuti arahan Neira.

Neira yang merasa perlu memberikan waktu untuk oma dan Revan, meninggalkan mereka di ruang tamu.

"Revan," panggil Oma Rosaline. Revan menghembuskan napas pelan, ia mengalah pada egonya. Jauh di lubuk hatinya, ia memang tidak yakin omanya sejahat itu.

"Maafkan oma, Nak." Oma Rosaline memeluk Revan.

"Maaf oma, Revan sudah keterlaluan."

"Tidak apa, oma mengerti. Asal cucu oma harus percaya, oma tidak sengaja, tidak sedikit pun oma berniat membantu opamu. Revan paham?"

"Hmm." Revan membalas pelukan omanya. Saat melihat rekaman CCTV secara berulang bersama Tion, bawahannya itu sudah meyakinkannya berkali-kali bahwa tidak ada unsur kesengajaan. Tapi, Revan terlalu kalut. Jadi, dia hanya berjaga-jaga, karena segala celah untuk membuat Neira dan Area celaka itu ada.

Hari itu dihabiskan dengan oma yang berada di rumah Revan. Sudah lama oma berniat meminta maaf pada keluarga cucunya, terutama pada Neira. Akhirnya, segala resahnya bisa tersampaikan.

Cucunya tidak salah memilih istri.

👶👶👶

Note: Terima kasih sudah meramaikan gais 🧡.

Maaf banget kalau part ini tidak sesuai ekspetasi huhu karena belum pulih betul jadi otak rada asdfghjkl 🙏🏻 .

Oh ya, komen kalian aku balesnya nanti ya kalau udah bisa lama pegang hp 😣.

Jangan lupa vote dan komen ya gais yang belum.

Jaga kesehatan gais dan semoga selalu dilancarkan 🧚‍♀.

1 Agustus 2021.

PARENTS [END]Where stories live. Discover now