Jatuh Lagi

5.3K 492 16
                                    

Psikopat tidak akan merasa menyesal setelah melakukan kesalahan, secara sengaja mau pun tidak, pikir Elise. Ethan pantas mendapatkan julukan itu.

Elise mengelus dagu, menatap rintik hujan di luar sana. Gerimis senja pengundang kantuk. Di pangkuan, cangkir kopi kosong termenung.

“Kenapa tiba-tiba aku mau begitu saja ke luar dari rumah dan bertemu dengan Kayle hari ini?” Telapak tangan menutupi wajah. “What’s wrong with you, Elise?” kali ini dia menepuk jidatnya sendiri. “Well, aku masih bisa berpikir untuk pergi atau tidak.”

“Kak Minah!” dentuman keras datang dari pintu kamar. Ester jelas tengah terburu-buru.

“Apa?”

“Buruan ke bawah! Bu Rita mau ngukur tubuh Kak El untuk kebaya.”

“Nanti!” Elise tetap terpaku ke luar jendela.

“Sekarang Red Queen! No, The Queen of Darkness!” suara Jojo tak kalah menggelegar.

“Iyaaaaaa!” Elise segera melompat turun dari jendela menuju pintu sembari mengikat mahkota yang menyerupai model khas raja hutan.

Jessika tersenyum ramah menyambut. Sekali ini Elise memberikan senyuman tulus.

“Kamu apa kabar?” sapa sang calon Kakak Ipar.

“Baik. Ka Jes gimana?”

“Masih nggak stabil, gugup banget buat acara nanti” Tangan Jesika membelai kain kebaya merah muda di pangkuannya.

“Everything will be ok!” ucap Elise semeyakinkan mungkin.

“I hope so.”

“Yo, El giliran kamu,” panggil sang ibu.

“Mah, kebaya hijau gelap yang tahun lalu masih muat sama aku.” Kedua tangan saling meremuk di depan dada. Kebaya ini tidak akan dibayar oleh orang lain. Her own money.

“Ini biar kompakkan kita pakai serba ungu buat nikahan,” balas Ibunya.

“Holly grape! Purple? Relly? Belum nikah udah janda aja aku!” Hantaman kuat mengenai tengkuk Elise. Saat dia berbalik, Deo mencariknya dengan tatapan tajam.

“Maksud kamu apa?”

“Nothing! Papa, Kak Deo mukulin aku lagi! Mbak buat aja ukuran kebaya saya XXXL!”

“Kelelep lu, setan!” Deo menarik napas, menoleh ke arah kekasihnya. Mata Elise mengikuti, model itu tersenyum.

“Ukurin, Mbak Rita. Aku yang pegangan Dugongnya.”

Elise mengelak dari Deo dan mendekati sang penjahit untuk diukur. Tubuh Elise tingginya serratus enam puluh, mirip postur tubuh Ariana Grande.

Selesai mengukur baju, Elise kembali ke kamar. Ada kiriman video dari Flo yang harus diedit. Gadis itu sudah menyertakan efek apa di bagian mana yang dipotong. Waktunya untuk bekerja.

*_*_*

Ini bukan pertunangan pertama bagi keluarga Elise. Namun, rasanya sama saja. Kepanikan tidak hilang. Ibunya seolah berubah menjadi orang lain terus menerus mengecek barang bawaan untuk serahan. Sang Ayah berdua dengan Deo duduk di ruangan tengah. Dari keseriusan mereka berbicara, seakan ada tadi larangan mendekat terpajang.

Elise, Ester dan Jojo menjadi pesuruh meski suda rapi dengan pakaian mereka masing-masing. Bukan kebaya ungu memang, biru toska.  Ibunya, Ester dan ipar pertama istri Lucas masuk salon dan dengan paksa menariknya ikut. Dia tidak suka rambutnya di sanggul, malang, titah Ibunda Ratu tak terbantahkan.

Akhirnya, Elise menjadi orang lain dalam ketidak nyamanan. Rambut disanggul, wajah berbalut make up peach, rok batik cokelat dan sepatu bertumit sedang, dia tegas menolak high hell.

Pukul setengah enam, rombongan keluarga siap untuk berangkat. Dan ternyata Keluarga tetangga ikut meramaikan.

Jam enam lewat, iringan mobil mulai berjalan. Elise paling belakang bersama mobil pick up milik suami Budenya.

Acara berjalan lancar, Elise tidak mengingat detailnya, semua terjadi cepat dan romatis. Deo gagah dalam balutan kemeja putih dan jas biru tua, sedang Jesica memesona bak Puteri Disney dengan gaun biru ala Cinderela versi live action.

Makan malam tiba. Ester paling depan, Elise dan Jojo, mereka tidak berpisah sejak masuk tadi.

Tempat pertunangan ini dia aula hotel. Meja makan panjang aneka menu mengikurkan berjejer rapi di atas meja. Yang menarik perhatian Elise dari tadi adalah susunan gelas berisi minuman di bagian samping temppat mereka berjejer mengambil makanan membentuk piramida. Perhatinya tertuju ke sana selama beberapa menit.

“Jo, kita makan ….” Kalimat Elise menggantung. Ethan berdiri di sebelahnya.

Telapak tangan Elise mulia bergetar lagi. “Dia pembawa kutukan,” kalimat itu kembali mengulang di kepala. Kakinya mundur perlahan. Saat Ethan menoleh dan tatapan mereka bertemu, tubuh Elise bergetar sepenuhnya. Sosok jangkung di depannya berubah. Matanya menyala, jalinan bayangan hitam membentuk sayap malaikat maut. Keringat dingin terasa menuruni pelipis. Detak jantung berdentum dan kadar udara menurun.

Ethan mendekat ke arahnya.

“Aku akan pergi!” pinta Elise parau.

“Are you ok?” suara Ethan malah mirip ruangan mengerikan.

Sudut bibir Elise terangkat, memaksakan diri tersenyum. “I begging you! Stay away! I’m afraid! I don’t want to hurt you again!” Kaki Elise masih mundur. Semakin Elise mendekat, “Aku nggak pengen bawa kesialan lagi!” bendungan di pelupuk mata luruh.

Dalam dunia yang makin berputar, Elise merasa tubuhnya melayang, menabrak dinding rapuh. Tubuhnya terbenam dalam campuran kaca dan cairan berbau menyengat. Waktu seolah terhenti, sebelum suara gaduh melenyapkan suara lain di dalam ruangan. Tamat, semua berakhir kacau.

Love Back TAMATWhere stories live. Discover now