CHAPTER 23

22 9 16
                                    

Sulit bagi Kristina untuk bersikap dan menganggap seakan-akan Arya lenyap dari dunia

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.


Sulit bagi Kristina untuk bersikap dan menganggap seakan-akan Arya lenyap dari dunia. Terlebih, ketika Arya menyapa seperti manusia tanpa dosa. Tidak. Kristina bukannya belum menerima kelumpuhannya, dia sudah menerima hal itu meski belum tergolong sepenuhnya.

Lantas, kalau Kristina sudah menerima, mengapa dia bertindak demikian terhadap Arya? Mengapa dia mengabaikan Arya di saat pemuda itu menyapa? Bukankah disapa Arya adalah keinginannya?

Benar. Disapa oleh Arya adalah keinginannya sejak lama, mengingat Kristina-lah yang selalu menyapa duluan. Namun, itu dahulu, tidak untuk sekarang.

Dahulu, Kristina berharap dikejar dan dicintai oleh Arya, tetapi sekarang gadis itu sudah cukup sadar bahwa Arya tidak akan pernah mencintainya. Hati pemuda itu telanjur berlabuh pada Amara. Sekeras apa pun upaya membuat Arya berpaling, semua itu sia-sia jika nama Amara telah terpatri di hatinya.

Oleh karena itu, ketika Arya menghampiri, Kristina justru menghindar alih-alih merasa senang.

Dentingan lift terdengar sehingga pintunya otomatis terbuka, memperlihatkan suasana koridor lantai dua SMA Singgasana. Kristina menggerakkan kursi roda dengan tangan untuk menyusuri koridor yang begitu ramai.

Siswa-siswi berlalu-lalang dengan beragam obrolan. Sepanjang koridor, semua orang sibuk membicarakan dan menyayangkan mengapa gadis secantik Kristina harus duduk di kursi roda. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mengejeknya.

Kristina berusaha tidak peduli dengan sekitar, tetapi bisik-bisik mereka menerobos ke telinga sehingga rasa insecure muncul begitu saja.

“Eh, itu Kristina anak XI IPS 2, kan, ya?”

“Mana-mana?”

“Eh, iya bener. Itu kan Tina, tapi kok—pakai kursi roda sih?”

Oh my god, Ify! Lo nggak tahu kalau Kristina lumpuh. Semua orang juga udah tahu kali kalau dia nggak bisa jalan. Sayang banget kan, ya? Cantik, tapi nggak bisa jalan. Ups!” Gadis yang berucap menutup mulut.

“Jadi, yang anak-anak bicarain itu dia?”

“Siapa lagi?”

“Kasihan banget ya dia.”

“Dih, apaan sih lo, Ai? Please, nggak usah lebay deh. Lagian, kan bagus kalau dia lumpuh—jadi cowok-cowok kita nggak bakalan main mata sama dia. Ya nggak?”

Kedua tangan Kristina refleks menutup kuping karena tidak sanggup mendengar julidan mereka. Seperdetik kemudian, dia berusaha keras menggerakkan kursi roda dengan tangan untuk keluar dari area tersebut.

Namun, semua itu tidak hanya berhenti di sana. Masih ada hal lain yang membuat hatinya serasa ditusuk ribuan belati kala berpapasan dengan dua teman sekelasnya.

Dua siswi menghadang dengan kedua tangan terlipat di depan dada, aura kebencian dan ekspresi tidak suka yang mendarah daging menjadi pelengkap. Salah satu dari mereka mendekat dan mengangkat dagu Kristina dengan gaya seakan tidak sudi menyentuh, di name tag-nya tertera Bianca Sesilia

KRISTINA [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя