12. HUG ME

57 11 1
                                    

Nolan melihat ke sekitar, semilir angin membuatnya terkantuk-kantuk selama beberapa saat, sampai layar mengambang yang muncul tiba-tiba membuatnya tersadar.

Hug me, 10 km.”

Ia mengernyit, lalu berhenti sejenak. Apa ini adalah permainan yang akan mereka mainkan selanjutnya? Pandangannya terlihat kosong, rasanya seperti ada yang terlupakan, tapi Nolan tidak tahu apa itu.

“Apa ada yang salah?” Vincent menghentikan langkahnya, menengok ke belakang guna melihat kondisi Nolan. “Di sini seharusnya aman, jadi bukan masalah.”

Nolan yang mendengar ucapan Vincent Aroon hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. Dia masih bingung tentang keberuntungannya.

Bruk!

Askar meringis begitu mendapati dirinya menabrak punggung Riz yang berhenti tiba-tiba. Awalnya laki-laki itu mau menggerutu, tapi setelah melihat apa yang ada di depan mereka, dia tidak jadi menggerutu.

“Apa itu manusia?”

“Bukan, ‘kan?”

Fannon mendekat ke arah sesuatu itu. Seorang perempuan tergeletak dengan luka di tubuhnya. “Kupikir hanya ada kita di sini.”

Asher mengitari perempuan itu. “Kira-kira keberuntungannya apa, ya?” tanyanya, lalu dibalas gelengan kepala oleh yang lain.
Nolan mengernyit, dia merasakan sesuatu dalam dirinya.

Ting!

Healer.”

Strenght: 20
Agility: 24
Vitality: 30
Intelligence: 23
Dexterity: 23
Luck: 22

Melihat Nolan sejenak, lalu Xavier angkat bicara. “Kau bisa menyembuhkannya, Nolan.”

“Kau—”

Xavier menelengkan kepalanya. “Aku kenapa?”

“Tidak.” Dean Nolan menghampiri perempuan yang tergeletak itu, kemudian ia memegang bagian tubuh yang luka. Semuanya jelas tertegun, keberuntungan Nolan sangat berguna untuk mereka semua.

Riz melihat tidak suka kea rah perempuan yang sedang diberi penyembuhan oleh Nolan. Laki-laki itu merasa kalau tidak seharusnya mereka membantu sembarang orang begitu, karena bagaimana kalau dia musuh?

Ting!

“Hug me, dimulai dalam 2:00:00.”

“Hah?”

Askar mengedipkan mata beberapa kali. “Permainannya sudah akan dimulai lagi.”
Matanya melirik Nolan. “Benar, kita harus segera ke gedung tua seperti yang pertama kali.”

“Ta-tapi orang ini?” Aktor papan atas itu bimbang. Dia harus terus bergerak, tapi ada orang yang sedang membutuhkan keberuntungannya.

Riz berdecak kesal, karena baginya seharusnya sekarang bukanlah saatnya memikirkan orang lain. “Kau mau kami tinggal?”

Beberapa dari mereka terbelalak. Mereka tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Nolan sendiri, tapi tiba-tiba Riz berkata seperti itu.

7 LinesWhere stories live. Discover now