05. AZARIA

138 21 2
                                    

Brak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brak!

Riz menggebrak meja di hadapannya. Ia menatap tidak puas kepada semua orang yang sedang duduk di kursi rapat. "Kita akan bangkrut kalau kinerja kalian saja begini."

Kalian bisa menyebut dia sebagai bos jahat egois dan arogan. Dibesarkan di keluarga yang bukan dari kalangan bawah seringkali membuat Jez Riz merasa superior, dan parahnya dia sulit untuk menerima ide orang lain.

"Kami sudah berusaha, tapi Anda selalu menolak kami." Salah satu karyawan memberanikan diri untuk angkat bicara. "Kami juga manusia."

Sontak Riz mengangkat sebelah alisnya seolah berkata, "jadi aku yang salah di sini?" sambil tersenyum miring.
Lelaki yang hampir menginjak kepala tiga itu kembali melihat sebuah dokumen yang berisi tentang desain karakter, juga pengembangannya. Omong-omong, ia menggantikan posisi ayahnya untuk menduduki kursi manajer utama di perusahaan pengembangan gim.

"Sentuhannya kurang. Ubah gayanya, dan buat seolah karakter ini hidup." Ya, Riz memang merasa selalu benar, tapi itu semua karena pada kenyataannya pengetahuan dan pengalamannya di bidang ini sudah tidak perlu dipertanyakan. "Aku pernah bekerja sama dengan perusahaan asing, dan karakter yang kalian buat ini kurang dari standar."

Semua orang di ruangan saling berbisik. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi bisa dilihat dari raut wajah mereka yang seperti tidak suka dengan apa yang baru saja dibicarakan oleh Riz.

"Tunggu apa lagi?" Tanya Riz datar. "Rapat selesai, cepat selesaikan karakter itu. Kita akan meluncurkan gimnya dua bulan lagi."

"Ta-tapi."

"Jangan mengeluh. Kalian digaji di sini."
Mayoritas karyawan menghela napas sambil menggaruk kepala atau leher yang sebenarnya tidak terlihat segatal itu. "Kami permisi."

Ketika semua sudah keluar, Riz memejamkan matanya sejenak. Baginya ini agak terlalu cepat, untuk menggantikan posisi sang ayah. "Ah sudahlah, mereka saja yang tidak bisa bekerja." Ia pun melangkahkan kaki meninggalkan ruangan.

***

"Kata-katamu terlalu kasar." Seorang pria menyeruput minuman teh hijaunya, lalu menatap ke arah Riz. "Kalau jadi mereka, kau juga akan tertekan."

"Aku sudah melewati masa itu." Jez Riz membalas datar ucapan sang kakek. "Mereka saja yang terlalu lemah."

Dengan langkah lebar, Riz melewati Gustav-sang kakek. Namun, beberapa saat sebelum ia benar-benar menghilang tertutup tembok, Gustav berkata, "Kau akan diperlakukan seperti kau memperlakukan orang lain, Riz," nasehatnya, lalu tersenyum simpul.

Jez Riz mengangkat bahunya acuh tak acuh. Ia menghela napas panjang, lalu masuk ke dalam ruangan bercat abu-abu dengan perabot yang terlihat sangat minimalis. Laki-laki dengan secangkir kopi di tangannya itu duduk di sofa sudut kamar, kemudian melanjutkan pekerjaannya-pengembangan system, cerita, dan melakukan kebiasannya-mengkritisi hasil kerja orang lain.

Matanya terfokus pada salah satu karakter yang dibuat oleh Joanna-salah satu karyawannya. Karakter yang dibuat Joanna adalah seorang anak kecil yang punya elemen api bernama Ben. Ben mempunyai latar belakang yang tidak baik-ingin dibunuh oleh kedua orang tuanya sendiri. Di usia Ben yang ke-6 kekuatannya meledak karena emosi, dan ialah yang pada akhirnya membunuh kedua orang tuanya.

"Habisilah orang yang ingin menghabisimu sebelum kau mati." Riz membaca kalimat yang diucapkan Ben, lalu mentertawainya. "Joanna punya karakter yang unik."
Laki-laki berambut pirang itu berkata demikian karena kebanyakan karyawannya akan membuat karakter yang kehilangan cinta kekasih atau dikhianati sahabat, tapi Joanna berbeda. Dia membuat karakter yang gelap.

Kisah Ben membuat Riz ingin terus mengikutinya. Namun, beberapa saat kemudian dia menemukan bahwa visual Ben tidak sebagus ekspetasinya. "Kalau visualnya sedikit lebih bagus, aku tidak akan menolak karakter satu ini, tapi ternyata ia jelek. Kutarik kembali kata-kataku yang memujimu."

Riz melihat ke sudut bawah layar laptopnya bermaksud untuk melihat jam, dan tanpa terasa dia sudah menghabiskan waktu sebanyak 2 jam hanya untuk memeriksa karakter gim, dan 1 jam untuk Ben, yang pada akhirnya pun ia tolak.

"Apa aku harus melihat karakter lain yang Joanna buat?" katanya pada diri sendiri. "Baiklah, ayo lihat."

Kursor laptopnya mengarah pada karakter perempuan berambut cokelat kemerahan yang diberi nama Azaria.

Azaria seorang penyihir elemen air, seorang perempuan yang lebih tua 3 tahun dari Ben. "Ah, mereka punya hubungan satu sama lain."

Azaria mencintai Ben, tapi itu lebih ke obsesi, ditambah fakta bahwa Joanna membuat Azaria sebagai orang pertama yang peduli pada Ben. Pada salah satu bagian kisah Azaria, ia rela melakukan apapun untuk Ben, bahkan sampai menghabisi seseorang yang membuat Ben tersinggung. Namun, sayangnya Ben menganggap Azaria sebagai pengganggu, dan Ben memutuskan untuk mengasingkan Azaria. Di dalam gim, Azaria dan Ben pada akhirnya menjadi musuh.
Lagi-lagi Riz mentertawakan kisah Azaria. "Bodoh," katanya. "Padahal kau memperlakukannya dengan baik, tapi kau malah dibuang dan menjadi musuh orang yang kau cintai."

Orang seperti Riz tidak pernah tahu bagaimana rasanya diperlakukan seperti itu, oleh karenanya laki-laki tersebut bisa mentertawakan orang lain tanpa peduli apa yang dirasakan orang lain. Ya, walaupun pada kenyataannya yang ia tertawakan adalah karakter gim.

"Itulah kenapa ketika kakek bilang kalau orang akan memperlakukanmu sebagaimana kau memperlakukannya adalah bohong."

Riz beranjak dari duduknya, kemudian meletakkan cangkir di dapur, dan kembali lagi ke kamar. Matanya menatap layar yang masih memutar video presentasi mengenai sosok Azaria, sampai pada akhirnya ia mematikan laptop, lampu, dan pergi tidur. Suara detik jarum jam terdengar nyaring di kamarnya yang sepi. Entah kenapa Riz merasa seperti sedang diawasi, sampai beberapa saat kemudian dia merasakan kehadiran seseorang.

"Penjahat!"

Matanya terbelalak. "Siapa?" Jez Riz kontan terduduk. Dia melihar kanan dan kirinya. Seseorang seperti sedang meneriakinya.
Cucu ketiga tuan Gustav tersebut mengelap peluh yang ada di dahinya, menyalakan lampu kamar, lalu berjalan kembali ke kasur. "Jangan mempermainkanku Joanna," ujarnya kesal. "Kuakui karakter buatanmu memang bagus, tapi mengenai Ben. Dia jelek."

Brak!

Riz mendelik kesal. "Berhenti menggangguku!"

"Penjahat!" Jeritan demi jeritan terdengar dari kamar Riz, tapi karena ruangannya kedap suara, tidak ada seorang pun yang datang.

Jez Riz mendengar sumpah serapah yang ditujukan padanya. "Kau penjahat, orang tidak berperasaan!"

Kontan laki-laki itu menutup telinganya. Riz yang awalnya berteriak mencaci maki, kini langsung diam seribu bahasa. "Aku kenapa?" tanyanya pada diri sendiri tanpa sadar.

"Aku akan membuatmu merasakan apa yang aku rasakan."

Riz merasa mual begitu merasakan seolah ada yang menghajarnya, tapi tak ada siapapun selain dirinya di ruangan tertutup itu.

"Ya, aku pasti berhalusinasi."

Semakin lama Riz semakin kehilangan kesadarannya, dia pikir mungkin dia sedang berhalusinasi. Namun, ketika matanya benar-benar terpejam sepenuhnya, matanya menangkap sesuatu-seorang perempuan seperti yang dijelaskan pada presentasi milik Joanna-Azaria, memegang tangannya dan membawanya masuk melewati sebuah portal.

"Kau akan tahu bagaimana rasanya menjadi aku dan Joanna," ujarnya diselingi kikikan. "Selamat datang, tuan Jez Riz."

🔥🔥🔥
Judul babnya nggak bisa diganti 😭😭🙏
allvcy_
7-12-2023

7 LinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang