Sebelah alis Ervans terangkat. “Pemenangnya?” tanyanya to the point.

Mereka sudah terbiasa mendapatkan tawaran-tawaran kecil dari Big Bos si anak CEO terkenal di Jakarta setiap harinya. Maka tidak heran jika mereka langsung menanyakan hadiahnya.

Adit, Bagas serta Ben hanya menyimak atau lebih tepatnya menebak kemungkinan apa yang bakal seorang Alfarezin berikan untuk taruhan kali ini.

“Mobil gue sebulan.”

“Busett! Serius cuk?” Ben tidak percaya.

“Muka gue kelihat ngelawak nggak?!”

Bagas geleng-geleng masih tidak percaya. “Gila. Demi apa mobil yang bahkan belum ada seminggu di Indonesia udah lo jadiin bahan taruhan gitu aja?”

Ervans manggut-manggut lalu menjentikkan jarinya dan menunjuk Bagas. “Gue setuju sama lo. Ini si anying serius ngomong gitu apa cuma nge-prank kita doang? Itu mobil bukan sembarang mobil anjing. Bahkan sekalipun gue jual ginjal belum tentu tuh mobil bisa ke beli sumpah.”

“Lebay,” cibir Alfa amat santuy. “B aja kali gak usah heboh kayak orang susah.”

“Sombong amat!” maki Ben.

“Sadar Al, sadar di luar sana banyak orang jauh di bawah kita. Mereka mau makan nasi aja harus pontang panting ke sana kemari kerja sedangkan lo? Udah di beri kehidupan enak, berkecukupan harusnya bersyukur bukan malah FOMO.”

Seluruh orang di sana terpukau nyaris melongo mendengar bagaimana seorang Ben Leander Melvin berkata sedemikian kerennya. Bahkan seorang Adit yang dingin kayak kulkas berjalan bisa menarik sedikit bibirnya.

Amazing, Man. Jaman sekarang setan bisa kerasukan setan juga ya?” ejek Ervans sambil cengengesan.

“Temen bangsat. Gue pinter salah, goblok apalagi dasar anjing!”

“Nggak usah lo dengerin mulutnya Ervans emang suka lemes kalo ngomong.” Bagas menepuk pundak Ben di sampingnya. “Padahal menurut gue lo tadi keren sih.”

Ben menyugar rambutnya ke belakang bergaya sok di depan teman-temannya. “Udah seharusnya lo semua kagum sama gue.”

“Najis!” komentar pedas itu keluar dari mulut Adit setelah diam dari tadi.

“Mampus.”

“Udah selesai ngebacot?” tanya Alfa dengan wajah galak. “Lo semua jadi tanding nggak?!”

Ervans menoleh ke arah Alfa karena kaget dengan teriak pemuda di depannya. “Bjir, tuh anak napa dah sensi amat?”

“Butuh sensodyne, kayaknya.”

“Odol gak tuh?”

Tanpa membuang waktu lagi Bagas juga Ervans segera berlari mengambil posisi masing-masing di ikuti Ben dan Adit. Namun tiba-tiba Alfa menginterupsi langkah Ben sebelum cowok itu berlari lebih jauh lagi.

“Lo pengecualian,” ujar Alfa memperingati.

Ben langsung cemberut. “Emang kenapa sih? Lo takut kalah dari gue?”

Alfa terkekeh ringan. Ia menepuk pundak Ben pelan. “Gue khawatir sama kaki lo.”

Pandangan Alfa beralih sejenak melirik kedua kaki Ben yang terlihat sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Sadar dengan hal itu Ben meringis kecil. Ia masih ingat betul kejadian sebulan yang lalu, dimana dirinya harus masuk IGD akibat kecelakaan hebat dalam acara balap liar yang biasa teman-temannya lakukan setiap malam minggu. Siapa sangka jika waktu itu rival nya akan berbuat curang. Dia sengaja menendangnya saat laju motornya dalam kecepatan tinggi hingga Ben terjatuh dan terpental jauh sampai menabrak pembatas jalan.

ALFA Where stories live. Discover now