03

3 0 0
                                    

03

"Hidup ini cuma sekali.

Untuk apa mendengarkan cibiran orang lain yang menyakiti hati?"

-Kyla-

���

Aku memarkirkan mobil di halaman rumah yang cukup besar. Aku baru sekali ini diajak ke sini. Sudah terdapat beberapa mobil yang terparkir di sana sebelum aku datang. Sepertinya ada acara yang cukup besar. Mataku memindai, mobil-mobilnya keren semua. Nggak ada yang kelihatan butut atau tua. Hah! Aku salah fokus ternyata.

"Turun yuk!" suara ibu mengalihkan fokusku pada mobil. Aku mengiyakan dan segera mengunci mobil setelah turun. Ibu berjalan di depan bersama Vira. Aku hanya mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di pintu utama rumah mewah ini ibu disambut oleh seorang wanita paruh baya seumurannya dengan ramah. Kami kemudian digiring masuk ke dalam rumah yang sudah terisi banyak orang. Ibu terlibat pembicaraan serius dengan temannya. Aku hanya bisa mengamati tanpa berniat ikut campur. Sedangkan Vira sudah hilang entah kemana setelah mendapatkan teman barunya. Aku berniat mengambil minuman yang tersedia karena tenggorokanku terasa kering. Namun, suara wanita yang mengobrol dengan ibuku menahanku untuk mengambil minum. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Dia tersenyum, cantik sekali meski di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Ini anakmu 'kan, Jeng?" tanya ibu tersebut pada ibuku. Ibuku mengangguk dan menarik lenganku mendekat ke arahnya. Aku ikut tersenyum lantas menyalaminya, karena sejak tiba tadi ibu itu memonopoli ibuku dan mengabaikan keberadaanku.

"Wah, cantiknya." puji ibu tersebut membuatku ikut tersenyum.

"Umurnya berapa?" tanya ibu di sebelahnya.

"Dua puluh empat, Tan," jawabku pelan. Bukannya malu, melainkan malas menanggapi masalah itu.

"Oh, kok belum nikah juga." katanya lagi. What?

Aku mulai merasa tidak nyaman, tepatnya risih karena sebenarnya sedari tadi ketidaknyamanan itu telah menyerangku. Aku hanya tersenyum tipis. Ibu membalasnya dengan candaan untuk memperkenalkan anaknya padaku.

"Yah, jeng! Baru aja dua empat, setahun lagi nggak apa-apa, iya kan Ki?" ujar ibu yang pertama kulihat tadi. Aku bersorak dalam hati, ibu ini baik sekali telah membelaku. Aku juga tidak sadar jika beliau juga mengetahui namaku. Aku mengangguk dan tersenyum.

"Halah, dia nggak pernah mau kalau dideketin sama cowok, Ka!" jelas ibuku pada ibu tersebut yang sepertinya bernama Fika.

"Kalau gitu kenalin aja sama anakku," saran Tante Fika dengan semangat menggebu. Terdengar dari nada bicaranya yang spontan dan tidak biasa.

"Boleh, tapi dia ini mau nggak," kekeh ibuku sambil melirik padaku.

"Mau ya Ki? Anak tante ganteng kok." ujar tante Fika. Waduhh, mau nolak gimana coba?

"Tante, sebentar ya, saya ijin ke toilet," pamitku lantas menundukkan kepala. Satu-satunya cara untuk menghindar ya seperti ini.

Baru aja, aku bilang tante Fika baik, eh ujungnya malah ngejodohin lagi. Sama aja kalau begitu! Huh!

"Tuh kan, Ka, susah bujuk Kiki kalau masalah begitu."

���������

Selepas menata kembali kerudung yang kukenakan aku melangkah keluar dari kamar mandi. Berniat mencari Vira yang tidak kutemui hingga sekarang. Namun karena di sekitar sini cukup ramai, aku mencoba mencari tempat lain. Namun, suara seorang laki-laki menghentikan langkahku.

"Mau kemana?" tanyanya.

Aku lantas membalikkan tubuh. Terpampang nyata seorang pria tampan dengan membawa satu botol air mineral dingin. Aku meneguk ludah. Bingung harus berkata apa. Karena aku sama sekali tidak mengenal laki-laki ini meski wajahnya agak familiar menurutku.

"Ehm, mau ambil minum." Ucapku spontan.

"Mau dibantu?" tawarnya yang kujawab dengan gelengan kepala.

"Nggak usah makasih, saya permisi." pamitku sebelum melenggang pergi dari hadapannya.

Sesampainya di depan ibu, kulihat Vira sudah ada di samping ibu sambil memakan kue yang kuyakin rasanya enak. Terbukti dengan tingkahnya saat makan. Lahap sekali!

"Pulang sekarang Bun?" tanyaku berharap ibu menjawab iya.

"Sebentar lah kak, masih makan juga." ucap Vira menyela. Aku hanya mendengus.

"Kamu sudah ketemu anak tante?" tanya tante Fika padaku. Aku menggeleng.

"Tadi kusuruh dia menghampirimu." kata beliau dengan pandangan mencari-cari anaknya.

"Oh ini dia Gilang," ujarnya dengan senyum lebar. Aku merasa ingin kembali lagi ke toilet sekarang.

"Kenapa Ma?" tanya lelaki yang dipanggil Gilang oleh tante Fika.

"Udah ketemu sama Kiki belum?" tanya tante Fika.

"Udah Ma," ucapnya ringan.

Aku menoleh, namun sedetik kemudian kupalingkan wajah. Gilang anaknya tante Fika itu ternyata orang yang sama yang bertanya padaku tadi.

"Kenalan gih!" perintah tante Fika.

"Ehm, Gilang." ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Aku membalasnya, "Kiki."

"Kalian ngobrol dulu aja, Mama mau ngobrol juga sama tante Dewi." suruh tante Fika yang membuat mood-ku turun seketika. Buru-buru aku mengajak ibu pulang, namun mendapatkan respon gelengan dari ibu. Bibirku otomatis tertarik ke bawah. Aku menahan tangan Vira, namun dilepaskan oleh ibu. Ibu dengan tega membawa Vira bersamanya dan meninggalkanku sendirian bersama Gilang. Berdua. Oh, aku harus bagaimana? Aku menarik napas panjang. Ini hal yang sangat tidak kusukai.

Strong Girl | COMPLETEDWhere stories live. Discover now