02

3 0 0
                                    


02

"Jangan terlalu lama memandang ke atas, namun cobalah untuk melihat ke bawah, karena nyatanya, kamu masih beruntung. Bersyukurlah..."

-Kyla-

���

Pagi yang berkabut. Sepertinya hujan tidak berhenti dari kemarin. Oleh karena itu, hari ini terasa lebih dingin dari biasanya. Aku berangkat bekerja dengan tambahan sweater tebal yang menutupi badanku. Namun, sebelumnya aku tidak melewatkan sarapan pagi karena entah kenapa aku merasa lapar sekali pagi ini.

"Tolong anterin adek dulu nduk." perintah ibuku setelah aku sampai di meja makan.

"Iya Bun." jawabku seraya mengambil satu gelas besar.

"Nanti pulangnya gimana?" tanya Vira yang sibuk mengambil nasi.

"Hari ini mbak lembur." ujarku sebelum meminum susu coklat yang sudah berada dalam genggaman.

"Yah, gimana dong?" Vira mengerucutkan bibirnya.

"Pakai angkutan umum aja, gimana d

ek?" Aku menyarankan. Vira hanya diam.

"Iya Vir, nanti kalau hujan, baru ibu yang jemput." tukas Ibu. Meski tangannya sibuk mengupas buah, ibu kembali berujar, "Lemburnya sampai jam berapa?" Jelas, ini pertanyaan untukku.

"Ehm, mungkin sekitar jam sembilan, Bun." Aku agak ragu juga mengatakannya. Karena biasanya, jam lembur tidak menentu, pernah hingga jam setengah sebelas malam karena ada deadline anggaran.

"Kalau gitu, nggak bisa nganterin ibu reuni dong!" Raut wajah ibu seketika berubah.

"Nanti bisa sama Vira kan, Bun." saranku yang mendapatkan gelengan dari ibu.

Kulihat jam di tanganku yang menunjukkan pukul 06.20. Aku harus cepat menyelesaikan makanku, karena ditambah harus mengantarkan Vira ke sekolah.

"Yuk dek!"

Vira mengangguk dan buru-buru memasukkan roti ke dalam wadah bekalnya. Aku mencuci tangan kemudian mengambil kunci mobil dan juga tas.

"Sudah Bun, kami pergi dulu. Assalamualaikum..." Pamitku pada ibu yang diikuti oleh Vira di belakangku.

"Waalaikumussalam," jawab ibu sambil menepuk-nepuk punggungku.

"Hati-hati," seru ibu ketika aku hendak keluar menuju pintu utama. Aku mengangguk dan melangkah keluar.

⌚⌚⌚

Dan benar dugaanku. Lembur dadakan terpampang nyata. Kini jam sudah menunjukkan pukul 18.15, namun setumpuk berkas-berkas di hadapanku masih terbilang cukup banyak. Aku menghela napas lelah. Namun aku teringat perkataan ibu pagi tadi, jadi aku harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku sebelum pulang.

Dalam satu jam aku berhasil menyelesaikannya. Beberapa di antaranya aku lanjutkan besok karena tenggat waktunya tidak mendesak. Lagipula aku tidak tega untuk mengabaikan ibu.

"Assalamualaikum!" Aku membuka pintu.

"Waalaikumussalam, eh udah pulang mbak!" Vira beranjak dari sofa dan membawakan tasku.

"Alhamdulillah iya Dek, bunda mana?" tanyaku sebelum menaiki tangga.

"Loh udah pulang nduk?" suara bunda terdengar dari dapur.

"Iya Bun," jawabku sambil tersenyum.

"Yey, asik. Nanti jadi ke rumah tante Fika bun?!" seru Vira bersemangat.

Aku bertanya dalam hati, siapakah tante Fika?

"Iya sayang, jadi." ucap ibu sambil mengelus rambut Vira.

"Kamu segera mandi ya nduk, habis ini anterin ibu." perintah ibu lantas kembali ke dapur. Aku hanya menganggukkan kepala.

"Tante Fika siapa sih?" tanyaku penasaran.

"Rahasia, dong!" ujar Vira dengan senyum licik. Apa-apaan bocah itu!

Aku mengabaikannya lantas menaiki tangga menuju kamarku.

���������

Ketika aku hendak memilih baju, suara ibu terdengar di balik pintu, menyuruhku untuk membukanya.

"Nggak dikunci Bun." ujarku seraya meneruskan memilih baju.

Ibu memasuki kamarku dengan membawa beberapa gamis, sepertinya baru.

"Kamu pakai ini saja nduk!" ujar ibuku terdengar seperti memerintah.

Aku mengiyakan dan memilih di antara ketiga baju yang dibawakan.

"Ini baru Bun?" tanyaku heran sekaligus penasaran.

"Iya dong! Untuk putri bunda yang paling cantik harus terbaik." Aku tersenyum lebar mendengarnya.

"Yang ini gimana Bun?" Aku menunjukkan gamis yang berwarna abu-abu dengan motif bunga di lengannya.

"Bagus! Ibu juga lebih suka sama yang itu." balas Ibu.

"Oke, aku ganti dulu ya Bun!" ucapku sebelum melangkah ke kamar mandi.

Setelah mengganti pakaian aku keluar untuk menunjukkannya pada ibu. Rupanya ibu juga membawa beberapa kerudung pashmina. Entah mengambil lagi, atau sedari tadi memang sudah ada, aku tidak terlalu memperhatikan.

"Cantiknya anak ibu." puji ibu membuatku tersenyum.

"Siapa dulu dong ibunya," Aku tertawa disertai kekehan ibu.

"Pakai pashmina bun? Nggak yang instan aja?" tanyaku.

"Nggak apa-apa,"

Aku hanya berdeham. Jarang-jarang ibu mengurusi penampilanku.

Setelah selesai memilih dan memakai kerudung aku memoleskan bedak tipis ke area wajah dan leher serta memakai lip tint agar tidak terlihat pucat.

Aku bersiap menuruni tangga dan melihat ibu serta Vira sudah rapi di ruang tamu.

"Yeeee mbak kok kelihatan aneh Bun." Ucap Vira ketika aku hendak membuka mobil.

"Apaan sih Ra!" Jelas aku marah, kenapa juga Vira menghina, toh, tadi ibu bilang aku cantik kok.

"Husttt, Vira!" Bela ibu padaku. Aku memeletkan lidah pada Vira. Rasain! Dalam hati aku bersorak, tanpa mengetahui bahwa ibu tersenyum samar dan mencurigakan di belakang kemudiku. 

Strong Girl | COMPLETEDOnde histórias criam vida. Descubra agora