#7 ‒ Rumah Aretha

Start from the beginning
                                    

"Gak usah deh Kak, nanti ada Mama gue, bisa-bisa lo ditahan gak dibolehin pulang loh!" Aretha berharap perkataan tadi akan membuat Alden berpikir dua kali untuk mengantarnya sampai depan rumah.

"Ya gapapa. Pokoknya gue anterin sampe depan rumah. Jangan ngebantah." ujar Alden, final. Sepertinya kalimat 'jangan ngebantah' akan jadi kalimat favorite Alden kalau berbicara dengan Aretha mengingat betapa keras kepalanya gadis itu.

Aretha hanya menghela nafasnya pelan, membantah Alden pasti akan panjang urusannya.

"Ya udah, abis ini ada belokan, Kak Alden belok kiri." Alden hanya menuruti perkataan Aretha.

"Ya stop sini." 

Seperti yang Aretha bilang tadi, benar Mamanya sedang menyirami tanaman. Mamanya yang awalnya berfokus menyiram tanaman kesayangannya mengalihkan tatapan ke anak gadis satu-satunya itu, tidak, Mamanya fokus ke pria yang mengantar anak gadisnya. 

Mama Aretha menaruh gembornya asal, mendekati mereka berdua, "Aduh anak cantik Mama udah pulang." Mamanya merapihkan rambut Aretha yang berantakan setelah melepaskan helm yang ia gunakan tadi.

"Eh Mama." Aretha sudah memasang wajah malas. 'Pasti bakal panjang ini mah!' lanjut Aretha dalam hati.

"Dianterin sama siapa sayang? Calon mantu Mama ya?" Mamanya melirik ke arah pria yang mengantar anak gadisnya ini sembari tersenyum jahil. Jarang-jarang anaknya ini dianter pulang sama seorang pria.

Aretha yang mendengar perkataan Mamanya barusan langsung terbelalak, kaget sekaligus malu, "IH MAMAAAA!" Aretha sudah menghentakkan kedua kakinya kesal.

Alden yang merasa diperhatikan pun akhirnya melepas helmnya, lalu turun dari motor hitamnya.

"Sore Tante, saya Alden, kakak kelasnya Aretha." Alden sedikit menunduk hormat sembari tersenyum ramah, senyum yang jarang sekali Alden perlihatkan ke orang-orang di sekitarnya.

"Oh Nak Alden, kenalin Mamanya Aretha. Panggil Tante Adhisti aja." Aretha dapat melihat Mamanya sudah tersenyum sumringah, apa lagi setelah melihat wajah Alden yang sedari tadi tertutup helm. Mamanya langsung menatap Alden dengan mata berbinar.

"Oh iya Tante Adhisti." Alden masih mempertahankan senyumannya.

"Mampir dulu sini, Tante buat kue tadi, sekalian kamu cobain. Pasti capek kan abis nganterin Aretha? Apa lagi panas-panas gini. Nanti Tante buatin kamu es cendol. Masuk dulu sini Nak." Tante Adhisti sudah menarik lengan Alden pelan. Aretha yang melihatnya hanya memutarkan kedua bola matanya, malas. Mamanya memang tidak pernah berubah. Lalu Aretha hanya mengikuti langkah kedua orang itu.

Alden yang ditarik lengannya hanya menurut saja. Sebenarnya ia cukup canggung mengingat pria itu awalnya hanya ingin mengantar Aretha karena ingin memastikan gadis itu tidak pingsan di tengah jalan akibat hantaman bola tadi, malah berakhiran ia yang sekarang sudah ditarik kesana-kesini oleh Mamanya gadis itu.

"Sini-sini duduk dulu." setelah mengarahkan Alden untuk duduk di ruang tamu, ibu 3 anak itu pun kembali ke dapur, menyiapkan beberapa hidangan untuk Alden.

"Maaf ya Kak, Mama gue emang gitu, suka excited kalo ada temen gue yang dateng ke rumah." Aretha sudah duduk di kursi seberang Alden.

"Santai." ucap Alden pelan.

"Ya udah bentar Kak, gue naik dulu ganti baju." yang hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh Alden. Lalu Aretha pun berjalan meninggalkan Alden.

Alden mengalihkan perhatian ke sekelilingnya, rumah yang tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil juga. Dengan berbagai pigura foto yang terpasang di dinding, rapi. Tiba-tiba matanya teralih ke seorang anak kecil yang mendekatinya sembari membawa buku.

ALDENWhere stories live. Discover now