16. Kejutan-Kejutan Lainnya

961 247 23
                                    


Kekesalanku pada Reza Laparpujian kian menjadi-jadi.

Semula kupikir setelah dia kepergok itu, dia bakal jadi lebih mawas diri. Dan waktu menyalami tanganku setelah memohon padaku untuk merahasiakan "aktivitasnya" itu, Reza kelihatan seperti akan bertobat. Namun rupanya aku keliru. Reza Laparpujian masih menyebalkan seperti sebelumnya. Pria itu semakin bikin aku jengah setelah ketahuan dia berpikir bisa membeliku dengan mudah untuk menutupi rahasianya.

Manis Maramis bukan cewek murahan.

Aku cuma bisa mencak-mencak sendirian. Bulma masih pulang kampung ke Semarang, sementara Dian sibuk syuting video klip untuk single perdananya. Tante Irma masih dipusingkan dengan urusan Bulma, dan Kak Ussy lagi ada side-job pentas musikal (aku heran orang sesibuk dia masih bisa mengerjakan hal lain). Aku juga harus menjaga mulut di lokasi syuting, karena sebagian besar kru menontonku menempeleng Reza. Si lebay itu beralasan aku menepuk nyamuk di pipinya dan aku terpaksa ikut dalam kebohongan itu demi menjaga rahasia Reza.

Malam itu setelah nge-gym dan mandi, aku bergelung di depan televisi, sambil makan satu bucket besar es krim Baskin-Robbins. Fuck diet! Saat ini hanya makanan manis yang bisa memperbaiki mood-ku.

Aku meraih remote dan mengganti-ganti saluran televisi. Salah satu saluran sedang memutar film My Stupid Bossy, tentang atasan yang bego dan karyawan baru yang sama-sama bloon. Pemainnya adalah Bunga Citra Lesmana dan...

Reza Laparpujian.

Ugh. NEXT!

Akhirnya aku sampai di salah satu saluran yang memutar film romantic comedy jadul Notting Hill. Pas banget! Film yang dibintangi Julia Roberts dan Hugh Grant ini betul-betul ikonik. Salah satu dialog-nya sering kuucapkan tahun lalu, saat sedang belajar berakting:

"I'm just a girl, standing in front of a boy, asking him to love her."

Aaaaw!

Mungkin suatu hari, saat aku sudah cukup berani, aku bakal mengucapkan kalimat itu di depan Dian. Maksudku, why not? Toh kami berdua sama-sama single. Dan sekarang kami jadi dekat lagi seperti dulu.

Tiba-tiba ponsel di pangkuanku berdering. Panggilan video call dari Mama. Kusingkirkan dulu dua teman manisku (Baskin & Robbins) ke atas meja, lalu kujawab panggilan itu.

"Ya Ma?"

"Kamu lagi makan ya, Nis?"

Pasti karena mulutku belepotan. "Es krim, Ma."

"Nah gitu, dong!" Mama tersenyum. "Sekali-sekali makan es krim nggak dosa kok. Toh kamu selalu rajin nge-gym, kan?"

Aku bergumam setuju. Mama beberapa kali bilang aku terlalu kurus. Mama termasuk jenis orangtua yang nggak suka anaknya bertubuh langsing. Kayak kurang gizi, begitu katanya. Menurut Mama, sedikit chubby jauh lebih baik.

"Mama udah baca WA kamu," kata Mama, hanya bagian atas wajahnya yang kelihatan di layar (setiap video call, Mama lebih mementingkan wajahku yang terlihat semua ketimbang wajahnya).

"Nah, itu dia, Ma..." Aku sudah cerita ke Mama soal saran Tante Irma. "Si Tante bilang sebaiknya aku ketemu langsung sama oknum yang ngaku-ngaku—"

"Dia memang papa kamu, Nis."

Aku merasa seperti disambar petir. "Apa?"

MANIS LELAH JADI TOKOH ANTAGONIS [TAMAT]Where stories live. Discover now