12. Konfrontasi

1K 259 28
                                    

Keesokan paginya saat sarapan, aku menceritakan pada Bulma segala sepak terjang Darling yang semakin menjadi-jadi.

"Bingung nggak sih lo, Bul?" teriakku, berusaha mengatasi desing blender yang sedang melumat sayur dan buah untuk menu sarapan Bulma. "Dari mana si Darling bisa tahu segala yang terjadi di GIFTED, coba?"

Bulma membuka lemari dapur untuk mencari-cari gelas besar. "Apa lo udah kasih tahu semua ini ke Tante Irma, Nis? Tentang si Darling yang bisa tahu naskah Lovebirds sama dapat nomor telepon teman lo itu?"

"Udah. Gue udah cerita kok," sahutku. Blender itu sudah berhenti. "Si Tante juga kesal, tapi dia nggak bisa melakukan apa-apa karena nggak punya bukti atau saksi buat laporin si Darling ke polisi! Gue gemas banget!"

Bulma menuang smoothie hijau itu ke gelasnya. Melihatnya aku jadi lapar. Tapi aku nggak bisa minta. Demi menjaga berat badan, aku hanya boleh sarapan satu pisang setiap hari.

"Apa mungkin ada orang di GIFTED yang jadi double agent?" kata Bulma dengan misterius. "Lo ngerti kan maksud gue, Nis?"

"Orang dalam yang ngebocorin semua peristiwa yang terjadi di GIFTED ke si Darling?" sahutku yakin. "Gue rasa itu mungkin banget, Bul."

Bulma meneguk sedikit smoothie­-nya dan berjengit. "Nah... tapi siapa?"

"Soal itu, gue juga kurang tahu..." aku mengaku. "Gue kan baru setahun lebih gabung di GIFTED, dan so far anak-anak kelihatan baik-baik aja."

"Astaga, Nis!" Bulma terbahak. "Lo polos banget. Anak-anak GIFTED itu sebagian besar aktor. Kita semua pintar akting."

Aku jadi teringat pada nasihat Kak Ussy tentang akting. 'Akting itu cuma ilusi, Nis...' kata aktris senior itu. 'Dan selama penonton mempercayai ilusi itu, kamu berhasil sebagai aktris.'

"Siapa pun orangnya, dia berhasil mengelabui Tante Irma," kataku putus asa. "Aktingnya pasti jago banget sampai si Tante nggak curiga sama sekali. Tapi kenapa ada yang mau main ganda kayak gitu, sih? Memangnya di GIFTED kita kurang diperhatikan, apa?"

Bulma mencebik dan memilin ujung serbet dengan jemarinya. Dia meminum smoothie-nya dalam tiga tegukan besar.

"Omong-omong si Mak Lambe masin rutin koar-koar lagi soal bokap lo itu," mendadak Bulma mengganti topiknya. Dia bersandar di meja dapur, bobot tubuhnya membuat kaki-kaki kurus meja itu melengkung meresahkan. "Apa lo nggak mau kasih statement atau merespon gitu, Nis?"

Bulma benar, aku sudah mengeceknya sendiri. Tanpa sepengetahuan Tante Irma, aku memakai akun samaran dan masuk ke Instagram untuk menelusuri feeds akun Mak Lambe ini. Seperti yang dikatakan Tyas, sepertinya Mak Lambe ini tahu rahasia-rahasia tergelap para selebriti. Gosip tentang ayah kandungku itu adalah "rahasia gelap" yang paling update.

"Gue dilarang merespon apa-apa sama Tante Irma, Bul. Katanya cuekin aja."

"Fotonya agak blur, sih..." Bulma mengangkat bahu. "Jadi mukanya kurang kelihatan."

Mama sudah meneliti foto oknum yang mengaku-ngaku sebagai ayahku itu, dan belum berkomentar apa-apa. Seperti yang kusaksikan sendiri, foto "Johan Maramis" itu memang tidak terlalu jelas.

"Kata Tante Irma, nanti juga reda sendiri. Dia curiga itu cuma oknum yang ngaku-ngaku supaya dapat uang dari gue."

Bulma berdecak setuju. "Tapi apa lo nggak kepingin ketemu orang itu, Nis? Siapa tahu dia memang bokap lo? Lo udah lama banget kan nggak ketemu bokap?"

"Gue udah agak lupa sama tampang bokap gue..." Sejak Papa kabur, Mama menyingkirkan semua foto-foto Papa karena sakit hati. Kalau ada yang bertanya siapa ayahku, aku pasti menjawab: Om Jon. "Dan sejujurnya, gue nggak begitu peduli sama bokap gue. Dia menghilang dari kehidupan gue sama Mama, Bul. Bagi kita berdua, pria itu nggak pernah ada."

MANIS LELAH JADI TOKOH ANTAGONIS [TAMAT]Where stories live. Discover now