BHS | 15

35.1K 3.6K 460
                                    

081xxxxxxxxxHai, Sil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

081xxxxxxxxx
Hai, Sil. Apa kabar?
Bisa kita ketemu?
Aku kembali, Sesil.
Ini aku, Thomas.

Sesil mematung membaca pesan itu. Bahkan, ponselnya hampir saja terjatuh karena fokusnya benar-benar kacau. Tak hanya fokusnya, seluruh tubuh Sesil rasanya kacau. Otaknya seolah berhenti berfungsi, aliran darahnya berhenti mengalir, jantungnya juga berhenti berdetak.

"Thomas?" lirihnya.

Sesil tidak tahu harus apa sekarang. Ingin membalas pesan Thomas, ia tak tahu harus membalas apa. Alhasil, yang Sesil lakukan adalah mematikan ponselnya, lalu beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka, dan beranjak tidur.

Ya, meski semalaman, Sesil sama sekali tak bisa memejamkan matanya.

***

Pagi hari pun tiba. Sesil merasa kepalanya kembali pening, karena baru tidur selama dua jam. Sebesar itu pengaruh pesan Thomas yang ia baca kemarin.

Seperti biasa, setelah beres-beres dan sarapan, Sesil mulai membuat kue. Hari ini, cukup banyak pesanan yang masuk, dan Sesil bersyukur untuk itu. Setidaknya ia bisa melupakan sejenak pesan yang memporak-porandakan pikirannya kemarin.

Thomas Alfawijaya. Laki-laki yang pernah mengisi hati Sesil, beberapa tahun yang lalu. Thomas adalah cinta pertama Sesil, begitu juga sebaliknya. Tergolong hanya cinta monyet, karena mereka menjalin hubungan saat masih duduk di bangku SMP.

Hubungan Thomas dan Sesil cukup baik. Mereka menjalin hubungan yang benar-benar sehat. Pergi ke gereja bersama setiap hari minggu, sering belajar bersama, dan lain-lain. Sayangnya, hubungan mereka harus kandas karena Thomas dan keluarganya pindah ke luar negeri setelah perusahaannya bangkrut. Dan beberapa bulan setelahnya, Sesil pun dijodohkan dengan Reagan.

Awal pertunangan Sesil dan Reagan, Sesil memang masih belum bisa melupakan Thomas. Tapi ia sadar, dirinya dan Thomas tidak akan bisa bersama lagi. Akhirnya, lambat laun, Sesil mulai melupakan laki-laki itu, dan mulai belajar mencintai Reagan.

"Pagi, Non."

Sapaan Bi Lilis membuat lamunan Sesil buyar. Gadis itu tersenyum dan membalas, "pagi, Bi."

"Tumben baru mau buat kue jam segini," tanya Bi Lilis keheranan.

"Hehe, iya, Bi. Semoga bisa selesai semua. Pada minta dikirim siang sama sore juga." Bi Lilis mengangguk paham. "Ada yang bisa Bibi bantu, Non?"

"Ini, Bi. Bisa tolong pisahin kuning sama putihnya, nggak?" Sesil menyodorkan sebaskom penuh telur. Bi Lilis pun menyanggupi.

"Makasih, Bi."

***

Entah ada angin apa, Reagan tiba-tiba pulang di siang hari.

Mendengar deru mobil Reagan memasuki pekarangan rumah, Sesil langsung berlari menyambut kedatangan sang suami. Senyumnya merekah, entah mengapa ia senang melihat Reagan pulang.

"Tumben pulang?" tanya Sesil. "Udah makan siang, belum? Aku masak sup merah."

Reagan tak menggubris. Ia tetap melangkah menuju ruang kerjanya, mengambil beberapa dokumen yang tertinggal. Dokumen-dokumen itulah yang membuatnya pulang.

Sesil setia menunggu Reagan. Ada yang harus ia bicarakan dengan suaminya, jadi Sesil akan menahan Reagan sebelum laki-laki itu kembali ke kantor.

"Reagan, aku mau bicara bentar, bisa?" tanya Sesil sembari menahan lengan Reagan. Baru saja Reagan hendak menyentak tangan Sesil, gadis itu lebih dulu mempererat cengkramannya, tanpa sedikit pun menyakiti Reagan.

"Sebentar aja," ucap Sesil lembut. Reagan kembali melepas tangan Sesil kasar, lalu memutar tubuhnya, menatap sang istri dengan tatapannya yang tajam.

"Cepet. Jangan buang waktu gue."

Sesil pun tak membuang waktu. "Aku boleh hire satu orang buat bantu aku bikin kue, nggak? Dia cuma dateng pagi sampe siang aja. Soalnya kalo aku handle sendiri, aku nggak sanggup."

Reagan menaikkan sebelah alisnya, menatap Sesil remeh. "Lo cuma mau ngomong itu aja? Buang-buang waktu gue, sialan! Nggak penting!"

Sesil menghela napas. "Kan, kamu suami aku. Aku harus minta persetujuan kamu sebelum mutusin sesuatu. Lagipu—"

"Terserah lo mau ngapain, gue nggak peduli," potong Reagan. "Bahkan lo jual diri pun bukan urusan gue."

Sekali lagi, hati Sesil seperti ditusuk belati mendengar ucapan tajam Reagan. Gadis itu berusaha bernapas normal.

"Jangan kasar-kasar kalo ngomong, Reagan, nanti takutnya kebiasaan dan nyakitin orang lain." Sesil memberi nasihat. Suaranya terdengar serak, namun gadis itu tetap memaksakan senyumnya meski tenggorokannya terasa sakit karena menahan tangis.

Reagan sudah tak peduli lagi. Laki-laki itu melangkah keluar dari rumah, dan kembali ke kantor. Untuk yang kedua kalinya, Sesil tak mengantar Reagan sampai pintu depan. Gadis itu masih mematung di dalam ruang kerja, pandangannya terlihat kosong.

Setelah suara deru mesin mobil Reagan menghilang dari indera pendengarannya, Sesil baru bergerak kembali ke dapur, untuk mengepak semua pesanan yang akan dikirim hari ini. Bi Lilis— yang tidak sengaja mendengar percakapan kedua majikannya, memperhatikan Sesil iba, meski tak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya.

"Bi, nanti minta tolong kasih ke kurir, ya? Udah Sesil packing semuanya," ucap Sesil. Ia berusaha menghindari kontak mata dengan Bi Lilis, karena takut Bi Lilis tahu dirinya sudah hampir menangis.

"Beres, Non. Non Sesil istirahat aja, ini biar Bibi yang urus," jawab Bi Lilis cepat. Sesil tersenyum, tak lupa menggumamkan kata terima kasih.

"Sesil pamit ke kamar dulu ya, Bi."

***

Sesil sedang makan malam sendirian, saat telepon dari sahabatnya, Amanda masuk. Gadis itu segera menekan tombol hijau, dan menggesernya agar tersambung.

"Halo?"

"SIL! SI THOMAS BALIK, YA?!"

Sesil menelan makanannya dengan susah payah. "Emang iya?" tanyanya, pura-pura tidak tahu.

"Iya, gila! Dia nge-chat gue. Katanya udah WA lo, tapi nggak lo bales. Padahal lo online."

Sesil meringis. "Ketumpuk kayaknya, Man. Ntar gue liat, deh."

"Yoi," balas Amanda di seberang sana. "Btw, ada kumpul-kumpul lagi, nih. Sabtu besok. Keknya bakal ada Thomas juga. Ikut, skuy! Kemarin lo udah nggak ikut, kan? Kali ini wajib ikut!"

"Ntar gue tanya si Reagan dulu," jawab Sesil. Amanda berdeham di seberang sana.

"Iya deh, yang udah sah," godanya. Sesil tersenyum menanggapi, meski Amanda tak melihat. "Apaan, sih. Udah ya, gue tutup. Ntar gue kabarin kalo bisa."

"Yoi! See you!"

Setelah sambungan telepon terputus, Sesil kembali menatap pesan yang dikirim oleh Thomas. Sesil memang mengatur WhatsApp-nya agar orang lain tidak bisa melihat apakah dia sudah membaca pesan tersebut atau tidak, jadi Thomas berasumsi bahwa Sesil belum menjawab pesannya.

Karena merasa tak enak, Sesil pun mulai mengetikkan pesan balasan. Gadis itu menggigit bibirnya, tiba-tiba rasa gugup mulai menyerangnya. Dengan mata terpejam, Sesil pun mulai menekan tombol send.

Sesilia
Hai, Tom. Aku baik, kamu?


Apa yang bakal kalian lakuin kalo ketemu Reagan?👉🏻

Ketemu lagi hari Selasa yah!👋🏻👋🏻


Behind Her Smile.
18-7-2021.

BEHIND HER SMILE ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang