BHS | 7

39.9K 4.5K 255
                                    

Pagi harinya, Sesil bangun lebih dulu dari Reagan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi harinya, Sesil bangun lebih dulu dari Reagan. Jam tujuh pagi, mata gadis itu sudah terbuka lebar, padahal ia baru tidur pukul dua dini hari akibat tersesat semalam.

Ya, Sesil tersesat. Minimarket terdekat cukup jauh, dan Sesil lupa jalan pulang. GPS membawanya berputar-putar tak tentu arah. Untung saja, Sesil bisa kembali, meski ia baru sampai pukul setengah dua.

Sesil segera mandi dan bersiap-siap, tak lupa ia melipat selimutnya, lalu memasukkannya ke dalam koper.

Saat Sesil hendak menuju meja rias, ia berhenti saat melewati Reagan. Laki-laki itu sedang tertidur pulas. Sesil berjongkok di samping ranjang agar bisa mengamati wajah suaminya lebih dekat.

Rahang tegas, alis tebal, bibir tipis, dan bulu mata lebat nan lentik. Semua yang ada pada diri Reagan memang sempurna. Gadis mana pun pasti tertarik pada suaminya.

Sesil merasa beruntung. Diantara sekian banyak gadis yang mengincar Reagan, Sesil-lah pemenangnya. Meski Reagan tak pernah mencintainya.

Sesil terkesiap saat Reagan bergerak. Buru-buru gadis itu berdiri, lalu menuju ke meja rias seolah tak ada apa-apa. Dari kaca, Sesil bisa melihat Reagan mulai membuka matanya.

"Pagi, Reagan," sapa Sesil sambil tersenyum. Seperti biasa, Reagan bahkan tak mau repot-repot menoleh. Laki-laki itu berjalan ke kamar mandi seolah Sesil tak ada. Tidak masalah bagi Sesil, ia sudah kebal diperlakukan seperti itu selama empat tahun.

Tak lama, Reagan keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang menutupi bagian pinggang ke bawah. Laki-laki itu menggunakan handuk lain untuk mengeringkan rambutnya. Matanya melirik ke arah Sesil beberapa saat, sebelum kembali melakukan aktivitasnya. Ia bahkan tak bertanya Sesil pulang jam berapa semalam.

"Reagan, nanti kita sarapan di hotel dulu, terus jalan-jalan, ya?"

Reagan tak menjawab, membuat Sesil hendak bertanya lagi. "Re—"

"Gue sibuk," sela Reagan ketus.

Sesil menggigit bibir dalamnya. Jadi mereka tak jalan-jalan hari ini?

Tak apa, istri harus menurut pada suami. Apapun keputusan Reagan, Sesil harus hargai.

"Berarti kita di hotel aja? Kamu nggak bos—"

"Gue di sini, lo pergi," usir Reagan. Ia mengambil uang euro di dompetnya, lalu melemparkannya ke lantai tepat di depan Sesil. Setelahnya, laki-laki itu mengambil laptop-nya dan mulai bekerja.

Sesil masih mematung di tempatnya. Sejujurnya, Sesil masih takut untuk keluar sendirian, mengingat semalam ia tersesat. Tapi kalau Sesil tetap tinggal, ia takut Reagan akan marah.

Sesil dilema berat. Gadis itu hanya menatap lantai, tempat uang berserakan. Hingga tak lama, suara Reagan terdengar.

"Ngapain lo? Pergi! Udah gue kasih duit, kan?"

Sesil meringis. "Aku... boleh di sini juga, nggak? Kemarin aku nyasar, takut kalo pergi sendiri." Suara Sesil semakin pelan di akhir kalimat.

"Gue nggak peduli. Pokoknya gue nggak mau liat lo."

Hati Sesil berdenyut mendengar ucapan Reagan. Setidak peduli itu Reagan padanya, ya?

Tak ingin menunjukkan kesedihannya, Sesil kembali menutupinya dengan senyuman. Ia memunguti uang pemberian Reagan, lalu memasukkannya ke dalam saku.

"Ya udah, aku pergi dulu," ucap Sesil. "Kamu mau titip sesuatu?"

"Pergi, sialan," desis Reagan. Ia tak suka Sesil terlalu banyak tanya.

"Iya, iya. Kamu jangan lupa sarapan sama makan siang. Jangan forsir diri kamu buat kerja terus, ya. Aku pergi dulu," ucap Sesil lembut. Gadis itu memakai sepatunya, lalu keluar dari dari kamar.

Setelah berpikir lama, tujuan pertama Sesil adalah menara Eiffel. Gadis itu mengandalkan maps di ponselnya. Semoga saja, kali ini ia tidak tersesat lagi.

Setelah berjalan-jalan cukup lama, Sesil akhirnya berhasil sampai di landmark kota Paris itu. Helaan napas lega keluar dari bibir Sesil. Kali ini, ia tidak tersesat.

Untuk pertama kalinya, Sesil bisa melihat bagaimana bentuk menara Eiffel yang sesungguhnya. Sesil tersenyum lebar, tak lupa mengabadikan menara itu dengan ponselnya. Ia mengambil dari berbagai sudut, mengeditnya sedikit, lalu dijadikan wallpaper ponsel.

Setelah puas mengambil foto, Sesil pergi ke cafe terdekat untuk membeli cokelat panas dan croissant. Tadi ia belum sempat sarapan. Setelah pesanannya jadi, Sesil duduk di rerumputan yang ada di sekitar menara Eiffel.

Hari masih pagi, matahari belum terlalu terik. Angin berhembus pelan nan lembut, membelai wajah Sesil ramah. Mata gadis itu memindai sekeliling, mengamati para turis yang datang.

Banyak sekali yang datang berpasangan. Mereka terlihat begitu mesra. Saling berpelukan, bergandengan tangan, mengobrol dan tertawa. Bahkan, ada beberapa yang datang untuk melakukan foto pre-wedding.

Sesil tersenyum miris. Seandainya hubungannya dengan Reagan se-harmonis itu, bukankah akan indah? Saling mencintai dan menjaga, tertawa bersama, berpelukan, menceritakan keluh kesah masing-masing, menjadikan pundak satu sama lain sebagai sandaran saat sedang menghadapi masalah. Saling mendukung baik saat senang maupun susah, sama seperti janji yang mereka ucapkan di depan altar dua bulan lalu.

Ah, mungkin Sesil terlalu banyak berandai-andai. Sampai kapanpun, Reagan tak akan pernah mencintai Sesil sebagaimana gadis itu mencintai Reagan. Sekeras apapun usaha Sesil, Reagan tak pernah menerimanya.

Tak pernah, dan mungkin... tak akan pernah.

***

Sesil menghabiskan harinya berjalan-jalan di sekitaran kota. Hari sudah beranjak sore, saatnya Sesil untuk pulang ke hotel. Malam nanti, anak Om Dirga akan menjemputnya dan Reagan untuk makan malam bersama.

Sebelum pulang tadi, Sesil sempat membelikan beberapa croissant untuk Reagan. Semoga laki-laki itu mau menerima.

Sesil mengamati jalanan, sembari sesekali menatap ponselnya. Ia sama sekali tak sadar, seorang laki-laki bertopi sejak tadi mengikutinya. Hingga saat Sesil memasuki jalanan ramai, orang itu langsung menyambar ponsel dan tas Sesil, membuat gadis itu menjerit kaget.

"Help! Help me! Hey, stop!"

Tak ada satupun orang menoleh. Sesil kalang kabut. Gadis itu berusaha mengejar sang pencopet, namun orang itu begitu gesit. Hanya dalam hitungan detik, ia sudah menghilang di balik kerumunan.

Sesil panik setengah mati. Otaknya mendadak blank. Sesil berusaha untuk tenang agar bisa mencari jalan keluar, namun tak bisa. Tanpa sadar, air mata Sesil turun.

Sesil takut Reagan akan marah. Sesil takut sekali.

Semoga dapet feel-nya yah 🥲


Behind Her Smile.
26-6-2021.

BEHIND HER SMILE ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang