BHS | 9

39.6K 4.5K 273
                                    

Up!!

Siapa udah nungguin? 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♂️

Enjoy!!❤️

Sesil bangun saat matahari mulai menyapa melalui tirai yang tak ditutup sepenuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesil bangun saat matahari mulai menyapa melalui tirai yang tak ditutup sepenuhnya. Gadis itu mengusap matanya, lalu bangkit dari sofa menuju kamar mandi untuk mencuci wajah.

Sesil mengamati kondisinya yang cukup berantakan. Matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Jarang sekali Sesil seperti ini. Kemarin, ia benar-benar ketakutan setengah mati. Kalau saja tidak ada orang baik yang membantunya pergi ke kantor polisi, Sesil mungkin masih belum pulang sekarang. Tak sampai disitu saja, begitu sampai di hotel pun, Reagan masih memarahi dan menyalahkannya, bahkan mengancam untuk menceraikan Sesil.

Sesil menggelengkan kepalanya, sesekali memukulnya pelan. Ia tak boleh memikirkan kejadian kemarin lagi. Gadis itu menyunggingkan senyumnya, berusaha untuk menyugesti dirinya bahwa ia baik-baik saja.

Setelah mencuci muka, Sesil langsung mandi. Gadis itu berendam di dalam bath up yang sudah ia isi dengan air hangat, sembari memikirkan bagaimana cara untuk mengurus paspornya yang hilang.

Ya, paspor Sesil ikut hilang bersama dengan tas dan ponselnya. Yang tersisa dari Sesil kemarin hanya kartu hotel yang kebetulan ia simpan di dalam kantung celana, dan croissant yang ia bungkus untuk Reagan. Kalau Sesil tak salah lihat, tadi masih utuh di meja rias.

Sesil menghela napas. Sekarang, Sesil harus bagaimana? Meminta bantuan pada Reagan, jelas tidak mungkin. Sesil masih trauma dengan ucapan Reagan kemarin. Kalau Sesil minta bantuan lagi, ia takut Reagan benar-benar akan menceraikannya karena terlalu menyusahkan.

Suara gedoran keras pada pintu kamar mandi membuat Sesil tersentak. Buru-buru gadis itu bangkit dari bath up, membersihkan dirinya dengan cepat di shower, memakai pakaiannya asal, lalu buru-buru keluar.

"Ck, lama!" omel Reagan sebelum masuk dan membanting pintu keras-keras. Sesil kembali menghela napas, lalu melangkah menuju meja rias untuk menggunakan skincare. Suara gemericik air terdengar beberapa saat setelahnya. Lalu, setelah lima menit, pintu kamar mandi pun terbuka.

"Beresin barang lo. Hari ini kita pulang."

Sesil menatap Reagan dari pantulan cermin. Gadis itu menggigit bibir dalamnya, ragu. Setelah cukup lama terdiam, Sesil akhirnya memberanikan diri untuk bicara.

"Reagan, maaf. Paspor aku hilang gara-gara kecopetan kemarin."

Reagan berdecak kesal. Lihat? Lagi-lagi Sesil menyusahkan hidupnya. "Parasit."

Sesil tersenyum masam mendengar kata-kata Reagan. Parasit, Reagan menganggapnya parasit yang hanya bisa mengganggu dan menyusahkannya.

"Maaf," cicit Sesil sekali lagi. "Aku boleh pinjam hape bentar? Mau browsing cara ngurus paspor."

Alih-alih memberikan ponselnya, Reagan malah menghubungi salah satu kenalannya di Paris untuk mengurus paspor Sesil yang hilang. Bibir Reagan menipis saat mendengar, bahwa akan membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu untuk mengurus, karena semua tanda pengenal Sesil hilang, termasuk KTP. Sama saja dengan jadwal kepulangan mereka.

Setelah sambungan telepon terputus, Reagan memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mengambil laptop-nya, lalu keluar dari kamar. Ia benar-benar tidak tahan melihat wajah Sesil yang sangat menjengkelkan itu.

***

Dua belas hari berlalu. Selama itu pula, Sesil berusaha keras untuk tak menyusahkan Reagan. Bahkan untuk bertanya mengenai alasan Reagan hendak mempercepat kepulangan mereka saja, Sesil tak lakukan.

Selama itu pula, Reagan tak pernah berada di hotel sejak sarapan, hingga malam hari. Laki-laki itu pergi dengan laptop-nya, dan hanya pulang saat waktunya tidur. Kemana suaminya pergi, Sesil tidak tahu. Dan ia juga tak berani bertanya.

Selain itu, Sesil sama sekali tak pernah meminta uang makan pada Reagan. Setiap harinya, Sesil berusaha membuat dirinya kenyang dengan sarapan pagi yang cukup banyak di lounge hotel. Sesekali ia membungkus satu dua roti untuk dimakan di sore dan malam hari.

Lapar? Tentu. Setiap malam Sesil selalu merasa lapar. Tapi ia berusaha menahannya. Ia mengakalinya dengan minum cukup banyak air yang diberikan oleh pihak hotel setiap hari. Untung saja, Sesil tidak punya maag, jadi setidaknya masih aman.

Hari ini, akhirnya semua surat-surat Sesil selesai diurus. Sesil dan Reagan bisa pulang sesuai dengan jadwal kepulangan mereka. Setidaknya, Sesil bisa bernapas lega. Ia bisa makan cukup di pesawat nanti, dan begitu sampai di rumah, Sesil bisa memasak dan makan dengan tenang.

Selama hampir dua minggu itu juga, Sesil banyak merenung. Gadis itu sudah memutuskan untuk berjualan kue secara online begitu sampai di Indonesia nanti. Ia harus punya penghasilan sendiri, agar tidak terlalu membebani Reagan. Jadi, bila laki-laki itu berhenti memberinya uang bulanan pun, Sesil tidak masalah.

Perjalanan memakan waktu hampir delapan belas jam. Masih lama sekali, karena mereka baru saja terbang selama enam jam.

Sesil mulai diserang rasa kantuk. Tak butuh waktu lama, hingga Sesil benar-benar terlelap.

***

Sesil terbangun saat seorang pramugari membangunkannya, dan mengatakan bahwa pesawat akan segera mendarat. Setelah mengucapkan terima kasih, Sesil merapikan rambutnya yang berantakan, lalu kembali duduk dengan tegak sesuai dengan protokol pendaratan pesawat.

Sesil sedikit memajukan tubuhnya, mengintip Reagan. Raihan membelikan tiket first class untuk mereka, jadi mereka duduk dipisahkan oleh sebuah sekat yang cukup tebal. Sesil langsung kembali menyandarkan tubuhnya saat Reagan menoleh.

Begitu pesawat mendarat sempurna, para penumpang first class dipersilahkan untuk turun lebih dulu. Setelah mengambil bagasi, pasangan suami istri itu segera keluar, menunggu jemputan.

"Den, Non," sapa Pak Sapri, supir pribadi keluarga Raihan. Reagan berbasa-basi sebentar, sedangkan Sesil hanya diam sembari menyunggingkan senyumnya, seperti biasa.

Perjalanan dari bandara menuju rumah mereka memakan waktu setengah jam. Pak Sapri membantu menurunkan koper-koper keduanya, sebelum meninggalkan rumah setelah memastikan Reagan dan Sesil sampai dengan selamat.

Begitu masuk, keadaan begitu sepi. Bi Lilis baru akan masuk kembali besok.

Reagan mengangkat kopernya menuju kamar dengan begitu mudah, berbeda dengan Sesil yang harus tertatih-tatih karena kopernya begitu berat. Meski begitu, Reagan tak ada sedikitpun niat untuk membantu. Laki-laki itu bahkan menutup pintunya agak keras, meninggalkan Sesil yang baru saja kembali mengangkat kopernya meniti tangga, setelah koper tersebut sempat merosot jatuh.

Setelah berusaha sekian lama, Sesil akhirnya berhasil. Namun begitu Sesil hendak membuka pintu, Reagan lebih dulu keluar.

"Mulai sekarang, lo tidur di kamar bawah."

Tubuh Sesil lemas rasanya.







Behind Her Smile.
2-7-2021.

BEHIND HER SMILE ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang