BAB 9 || Rumah Kita

178 19 10
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum temen-temen semuanya.
Gimana nih kabarnya? Semoga dalam keadaan sehat walafiat, ya. Aamiin
Sebelumnya terimakasih sudah berkunjung❣️
Author ucapkan selamat datang di Senandung Do'a : Anisa & Husein.
Jangan lupa klik gambar bintangnya, sebagai dukungan buat Author❣️

~Happy Reading ~


**Sebelumnya**

"Bukan, ini rumah kita," ungkapnya, apa yang Husein katakan membuatku dengan cepat menoleh pada pria es itu.

"Rumah kita? Gak usah ngawur deh, kamu pikir aku bakalan percaya gitu?" Aku mendengus mendengar ucapannya barusan, apa dia pikir aku ini anak kecil yang bisa dengan mudah percaya saat diberi bualan seperti itu? Yang benar saja.

Melihat responku yang demikian Husein hanya diam tanpa membantah sedikitpun, aku pikir itu sudah cukup membuktikan bahwa ucapannya itu memang tidak benar. Bunda yang sedari tadi mengobrol dengan Umma menghampiri kami dan merangkul pundak ku dengan lembut.

"Gimana Anisa, rumahnya bagus gak?" Bunda bertanya sambil memamerkan senyumannya.

"Iya, bagus banget Bunda," jawabku jujur.

"Mulai sekarang kamu sama Husein bakalan tinggal disini," lanjutnya, aku menatap Bunda dan Husein secara bergantian. Sekarang aku mengerti kenapa Abi membawaku kesini, ternyata setelah menikah anak gadis harus ikut bersama suaminya dan tinggal bersama keluarga baru.

"Baik, Bunda."

Ibu dari suamiku itu kembali bergabung dengan para orang tua yang sedari tadi memperhatikan aku dan Husein. Mereka tersenyum sembari merangkul pasangan masing-masing, seperkian detik berikutnya Ayah membuka suara setelah tadi cukup lama terdiam.

"Barang-barang dan pakaian kalian semuanya udah ditata di lemari. Termasuk stok bahan buat masak udah Ayah siapin, jadi kalian gak perlu repot beres-beres lagi, tinggal istirahat aja," jelas lelaki setengah baya itu. Aku dan Husein mengangguk paham.

"Ya udah sebentar lagi adzan Maghrib, kita mau pulang dulu. Husein nanti ajak istri kamu buat liat-liat sekeliling rumah, ya?" pinta Bunda.

"Iya Bunda," jawab pemuda itu menyanggupi.

Aku melirik ke arah Husein meminta penjelasan karena sedikit bingung dengan apa yang katakan Bunda barusan. Bukan perihal berkeliling melihat seisi rumah, tapi kenapa ibu mertuaku itu bilang akan pulang, bukankah ini rumahnya? Melihat sorot mataku yang penuh penasaran, Husein hanya diam dan mengalihkan pandangannya dariku. Menyebalkan.

"Tunggu sebentar, Bunda. Maksudnya gimana, ya. Bukannya ini rumah Bunda? terus Bunda mau pulang kemana?" meminta Husien untuk menjelaskan tentu saja itu hal konyol yang menguras kesabaran, jadi aku menanyakan nya langsung pada Bunda yang sudah bersiap untuk pergi.

"Ya Bunda sama Ayah mau pulang ke rumah kita, ini 'kan rumah kalian." Mataku membulat mendengar penuturan ibu mertuaku itu.

"Rumah kalian? J-jadi ini ... rumah kita?" sekali lagi ini terlihat konyol, aku menunjuk diri sendiri dan Husein secara bergantian, bukan hanya Bunda, tapi Ayah dan orang tuaku juga mengangguk tanda membenarkan hal tersebut.

Dengan ragu-ragu aku melirik ke arah Husein, ternyata pemuda itu sedari tadi sudah menatapku dengan datar, aku hanya bisa memamerkan cengiran bodohku karena ingat tadi sempat meragukan ucapannya. Malu sekali rasanya.

Senandung Doa : Anisa & HuseinWhere stories live. Discover now