BAB 8 || Kisah Sang Fajar

183 21 5
                                    

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum temen-temen semuanya.
Gimana nih kabarnya? Semoga dalam keadaan sehat walafiat, ya. Aamiin
Sebelumnya terimakasih sudah berkunjung❣️
Author ucapkan selamat datang di Senandung Do'a : Anisa & Husein.
Jangan lupa klik gambar bintangnya, sebagai dukungan buat Author❣️

~Happy Reading ~


Acara pernikahan kemarin berjalan dengan lancar, dan sekarang aku dan Husein sudah sah menjadi sepasang suami istri di usia muda. Setelah selesainya acara, Nabila dan keluarga besar Husein kembali lagi ke hotel, sedangkan si anak tunggal dibiarkan menginap dirumah nenek bersama aku, abi dan umma.

Pukul 3.45 dini hari, saat bangun aku cukup terkejut karena mendapatkan punggung seorang laki-laki yang sedang tertidur di sebelahku. Aku lupa kalau semalam umma menyuruhku dan Husein untuk tidur bersama karena tidak ada kamar lagi di rumah nenek. Walaupun aku sempat menolak tapi yang namanya perintah umma apalagi ditambah persetujuan dari Abi, mutlak sudah keputusan itu dan tidak bisa diganggu gugat. Membayangkan perdebatan semalam membuatku kembali kesal karena tidak ada seorangpun yang mendukung, termasuk Husein yang hanya diam dan mengikuti keinginan umma.

Masih ada waktu 25 menit sebelum adzan subuh berkumandang, aku bangun dari posisi tidurku dan membangunkan Husein dengan mengguncangkan lengan atasnya pelan.

"Husein bangun, sebentar lagi subuh," kataku, tak sulit membangunkan pemuda itu karena sekarang dia sudah duduk dan mengangkat kedua tangannya membaca doa. Aku tertegun melihatnya, beda sekali saat aku bangun tadi bukannya baca doa aku malah flashback pada kejadian tadi malam.

"Jam berapa sekarang?" tanya pemuda itu dengan suara deep khas bangun tidur.

"Sekarang jam 3.45," jawabku seadanya. Dia mengangguk lalu berdiri dan meregangkan sedikit otot-otot tubuhnya.

"Boleh pinjam handuk? Aku mau mandi," mendengar itu aku langsung bangun dari tempat tidur lalu membuka lemari plastik di dekat meja rias tempat khusus untuk menyimpan handuk dan seprai, setelah mendapatkan apa yang dicari langsung saja aku berikan benda itu kepada Husein yang sedari tadi memperhatikan.

"Ini, kamar mandinya ada di bawah sebelum dapur."

Ia mengangguk paham, setelah itu keluar dari kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tentu saja, dia adalah Ahmad Husein Fadillah, memangnya apa yang bisa aku harapkan selain kebisuan dari manusia es itu. Selang 5 menit kepergian Husein, terdengar seseorang mengetuk pintu dari luar.

Tok... Tok... Tok...

Aku yang sedang merapikan tempat tidur langsung bergegas membukakan pintu. Ternyata itu Nenek, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihatku dan langsung masuk ke dalam saat aku persilahkan.

"Ada apa, Nek?" tanyaku, tidak heran sebenarnya saat melihat Nenek sudah bangun pagi-pagi seperti ini karena ia sudah terbiasa bangun subuh. Namun tidak biasanya nenek menghampiri aku sampai ke kamar.

"Nenek tadi liat nak Husein mandi, ini Nenek bawain baju punya alm. kakek, kayaknya cocok buat suami kamu," jelasnya, wajahku tiba-tiba memerah saat mendengar kata suami yang diucapkan Nenek barusan.

Aku mengambil setelan koko berwarna navy juga sarung yang masih terbungkus dalam kotaknya itu dari tangan Nenek, "Iya, nanti Nisa kasih ke Husein, Nek," jawabku seadanya.

"Ya sudah, kalo gitu Nenek keluar dulu sebentar lagi sholat subuh. Kamu jangan lupa mandi, Nis." Aku mengiyakan wejangan dari Nenek Mira, setelah wanita paruh baya itu keluar aku kembali melanjutkan pekerjaanku dan menyimpan pemberian Nenek tadi di atas meja.

Senandung Doa : Anisa & HuseinWhere stories live. Discover now