🔆𝕻𝖊𝖓𝖆𝖓𝖙𝖎𝖆𝖓 𝖇𝖊𝖗𝖚𝖏𝖚𝖓𝖌 𝖐𝖊𝖈𝖊𝖜𝖆 🔆

75 27 3
                                    

Laki-laki yang sudah banjir dengan keringat tampak  terengah-engah menata deru napasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki-laki yang sudah banjir dengan keringat tampak  terengah-engah menata deru napasnya. Setelah berlari untuk mencari seseorang yang bersembunyi darinya. Ingin rasanya memaki semua kekesalan yang ia tahan pada perempuan bernama Azkia. Entah mengapa rasa simpatik dan jatuh hati pada sosok tersebut sedikit luntur karena permainan yang diciptakan. Kenapa tidak terus terang dari awal untuk menunda pertemuan ini? Kenapa  pula harus menyuruh orang lain untuk menemuinya?

Irsyad terpaksa kembali pada sahabat Azkia yang tengah mengakhiri sambungan telepon. Irsyad sudah menduga siapa penelepon itu. Apalagi tatapan perempuan itu tengah mengarah kepadanya.

“Dia pulang. Azkia juga minta maaf. Insyaallah nanti kalau sudah siap ketemu, pasti akan segera menemui Anda,” ucap Anisa sesopan mungkin karena orang yang berhadapan dengan dirinya terlihat sedang menahan amarah. Anisa sendiri juga tidak suka dengan Azkia yang suka mengambil keputusan secara mendadak dan tiba-tiba.

Dada Irsyad semakin bergemuruh hebat. Ingin rasanya melampiaskan kemarahannya. Ia paling tidak suka ada perempuan yang mengusik lagi masalah hati dan perasaan. Segampang itu membatalkan pertemuan dengan kata maaf. Diam adalah cara terbaik untuk menghilangkan kekesalan pada Azkia.

“Sampaikan pada dia jika saya tidak bisa memaafkan.”

Anisa cukup terkejut dengan kata-kata barusan. Mungkin Azkia akan sangat panik jika mendengar ini. Bisa jadi hidup sahabatnya tidak akan tenang, sepertinya harus ada permintaan maaf langsung kepada pria dingin ini.

“Di mana dia kerja?”

Satu pertanyaan lolos dari mulut Irsyad sukses membuat Anisa mengulum senyum. Ternyata dalam hati kecil Irsyad masih menginginkan Anisa. Pura-pura menjaga egonya tetapi masih juga berharap.

“Kita kerja bareng di rumah sakit. Dia di bagian apotek. Kebetulan sama-sama lulusan Freie Universität Berlin.”

Irsyad hanya mengangguk perlahan, enggan menimpali kembali barusan. Nama, nomor telepon, dan tempat kerja sudah cukup untuk mengikuti drama yang diciptakan Azkia, kalau perlu juga dirinya akan membuat sebuah drama tandingan agar Azkia bertekuk lutut dan menyadari kekalahan. Saat ini, belum ada orang yang mengalahkan dirinya. Bisa jadi, sekarang  Ray berhasil memiliki Almira. Namun, di setiap doanya, ia berharap hubungan mereka tidak akan berlangsung lama.

Anisa undur diri karena kepentingan dengan Irsyad sudah selesai, apalagi lawan bicaranya membisu tak ada percakapan lagi. Sepeninggal perempuan itu, Irsyad memilih bertahan di taman. Mata mengamati benda yang dipegang. Ia mengira akan mendapatkan keberuntungan tetapi ternyata tidak. Dengan sekali entakkan, botol itu melayang dan mengapung di air kolam.

Rintik air hujan saat senja membasahi tanah Jakarta, ini menjadikan kesunyian semakin menjadi-jadi. Hanya cerau hujan dan pemandangan segelintir orang-orang menembus hujan yang menjadi teman dalam sisa perjalanan. Seketika air dari langit menelan senja dan bisingnya ibu kota.

Sepeninggal laki-laki yang minim ekspresi, keluarlah sepasang manusia dari mobil. Tangan laki-laki kekar itu setia memegang payung agar si perempuan tidak basah oleh air hujan.

Dreams Come True Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang