🔆𝕭𝖆𝖐𝖚 𝕳𝖆𝖓𝖙𝖆𝖒 🔆

119 30 3
                                    

𝕬𝖐𝖚 𝖕𝖊𝖗𝖌𝖎, 𝖇𝖚𝖐𝖆𝖓 𝖇𝖊𝖗𝖆𝖗𝖙𝖎 𝖆𝖐𝖚 𝖒𝖊𝖓𝖌𝖍𝖎𝖑𝖆𝖓𝖌. 𝕿𝖆𝖕𝖎 𝖆𝖐𝖚 𝖕𝖊𝖗𝖌𝖎 𝖐𝖆𝖗𝖊𝖓𝖆 𝖆𝖐𝖚 𝖙𝖆𝖚 𝖐𝖆𝖒𝖚 𝖘𝖚𝖉𝖆𝖍 𝖙𝖎𝖉𝖆𝖐 𝖕𝖊𝖉𝖚𝖑𝖎


Happy reading jangan lupa vote

Mobil hitam terparkir di tepi jalan raya dekat taman kota. Tak berlangsung lama, keluarlah seorang pemuda dari balik kemudinya. Kacamata hitam terpasang di wajah, menutupi sepasang mata. Setelah menyusuri keadaan taman yang sepi, sama sekali tidak terlihat para pengunjung. Pemuda itu berjalan dengan gagahnya menyusuri jalan bebatuan menuju bangku taman. Beberapa menit yang lalu, ia mendapatkan pesan melalui ponsel selulernya untuk datang ke tempat ini.

Baru juga beberapa langkah, ia melihat seorang laki-laki lain yang sangat ia kenal tengah berdekatan dengan kekasih hatinya. Pemuda itu mempercepat langkah ketika telunjuk Almira mengarah kepadanya yang tinggal beberapa meter lagi. Sayangnya belum juga sampai pada tempat itu, tubuhnya terpelanting akibat serangan Irsyad secara tiba-tiba.

“Ray?” pekik Almira histeris karena ketakutan. Perempuan itu menutup mulut dengan wajah yang panik luar biasa. Ia hendak meminta tolong kepada siapa saja yang lewat agar pertikaian tak terjadi. Namun, sepertinya sudah telat karena Irsyad sudah memasang kuda-kuda hendak menerjang. Sayangnya, Ray masih terkapar sambil menahan ulu hatinya yang masih sakit.

“Jadi lo yang berengsek? Seenak jidat merebut Almira dari gue!” pekik Irsyad dengan emosi dan api amarah yang sudah berkobar layaknya hendak maju di medan peperangan. Ia tak menyangka orang yang tak ingin diketahui sebagai perebut pacarnya, sekarang sedang mencoba berdiri dibantu oleh Almira.

Hati Irsyad semakin teriris. Kenapa nama yang keluar dari bibir Almira bukan dirinya? Kenapa Almira malah membantu orang itu, bukan berdiri di sampingnya seperti dahulu. Tangan terkepal erat siap bersarang di dada musuh kembali.

“Kenapa kalau gue jadi pacar Almira?” tantang Ray dengan kedua mata memandang Irsyad yang sudah maju satu langkah.

“Huh,” balas Irsyad ingin rasanya menyumpal mulut barusan dengan kain agar tak bisa bersuara, kalau bisa tak bersuara selamanya karena telah merebut Almira darinya.

“Bukankah kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi?” tanya Ray dengan tak berdosa.

Irsyad sempat tertegun, seperti tak percaya ada orang yang ia kenal tetapi berkata seperti itu membuat dada semakin panas.

“Almira hanya milik gue!” bentak Irsyad lebih keras. Lebih galak daripada tadi. Inilah sifat jelek yang dimiliki Irsyad, ia bisa bersikap tenang layaknya binatang piaraan, tetapi seketika marah akan berubah menjadi singa jika ada yang mengusiknya.

Irsyad kembali meninju perut Ray. Tangan yang sedari tadi berpegangan erat dengan Almira akhirnya kembali terlepas. Ray terjungkal dan kedua tungkainya tertekuk lemas.

Almira juga ikut terjerembap di atas rerumputan, untung jatuh terduduk. Namun, gadis itu seperti menahan rasa nyeri di bagian kaki terlihat dari sudut bibir terangkat karena kesakitan.

“Al-mira,” tutur Ray lirih, tangan kiri masih memegang perut. Wajah yang sekarang tak memakai kaca mata karena benda itu terpental. Netra membulat karena di hadapannya melihat Almira masih meringis kesakitan.

Ray yang masih fokus dengan Almira, tiba-tiba kembali mendapatkan serangan dan tendangan yang lebih menyakitkan dari Irsyad.

“Arghhhh!” pekik Ray kembali ambruk mencium tanah. Wajahnya kembali mengerut melukiskan kesakitan yang hebat.

Dreams Come True Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang