🔆𝕯𝖆𝖙𝖆𝖓𝖌 𝖚𝖓𝖙𝖚𝖐 𝕶𝖊𝖒𝖇𝖆𝖑𝖎🔆

280 37 16
                                    

𝔎𝔢𝔩𝔞𝔨 𝔨𝔞𝔪𝔲 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔰𝔞𝔡𝔞𝔯 𝔧𝔦𝔨𝔞 𝔟𝔞𝔤𝔦𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔟𝔢𝔯𝔞𝔱 𝔪𝔢𝔪𝔦𝔩𝔦𝔨𝔦 𝔞𝔡𝔞𝔩𝔞𝔥 𝔨𝔢𝔥𝔦𝔩𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫

┈•••○○❁❁𝕯𝖗𝖊𝖆𝖒𝖘 𝕮𝖔𝖒𝖊 𝕿𝖗𝖚𝖊❁❁○○•••┈┈•

Seorang lelaki mencengkeram erat sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya. Suara pekik histeris seluruh penumpang membuat drama tersendiri di dalam pesawat. Banyak yang menangis bahkan menjerit meminta pertolongan. Ada juga yang mengumandangkan azan seakan malaikat Izrail siap mencerabut nyawa semua makhluk yang ada di sini. Petir dan kilat bersahutan menambah kengerian

Irsyad hanya bisa memejamkan kedua matanya. Suara pramugari yang meminta seluruh penumpang untuk tetap tenang, tak  membuat Irsyad lebih tenang. Bayangan buruk kematiannya tergambar jelas di hadapan. Bisa jadi namanya esok akan terpampang di media sosial atau media cetak.

Tiba-tiba terdengar sayup-sayup lantunan zikir dari salah satu penumpang tepat di belakangnya. Suara yang sangat lembut mampu menenangkan hati laki-laki itu. Ingin rasanya daksa menoleh ke belakang karena candu zikir dengan lantunan ayat tersebut, tetapi sepertinya tubuh tak bisa digerakkan karena sabuk yang mencengkeram erat. Ia   tak bisa berkutik karena pesawat seperti sedang terombang-ambing di atas udara.

“Alhamdulillah,” pekik seluruh penumpang secara bersamaan karena Tuhan masih sayang kepada mereka. Mungkin untuk sebagian penumpang akan merasakan trauma dan menyudahi perjalanan menggunakan burung besi lagi.

Pesawat yang sedari tadi mengudara selama lima belas jam, akhirnya mendarat juga membawa puluhan penumpang yang sangat panik karena cuaca sedang tidak bersahabat. Padahal saat transit di Istanbul, langit terlihat biru. Namun, ketika perjalanan dimulai tiba-tiba langit berubah sangat pekat.

Laki-laki yang baru turun dari pesawat, akhirnya menginjakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta, kota yang telah ia tinggalkan hampir selama dua tahun masih terlihat sama, belum banyak perubahan. Sebenarnya Irsyad sudah mendapatkan pekerjaan tetap, tetapi untuk kepentingan pekerjaannya terpaksa ia mengambil beasiswa kuliah di Jerman.

Tangan kekar menyeret koper cukup besar, mata mengedarkan pandangan berharap ada yang menjemput. Namun, di hati Irsyad paham jika nanti yang akan menjemput bukanlah dia. Sosok perempuan yang mati-matian ia lupakan selama waktu belakangan di Jerman. Sialnya, sampai detik ini bayang-bayang Almira masih melekat kuat di otaknya, enggan untuk ditepis, apalagi dilupakan.

“Panas.”

Tangan segera melepas mantel hangat yang menemani selama di pesawat. Benda itu harus segera ia lepaskan, mengingat tak cocok di pakai di negaranya. Walaupun langit sudah menghitam, tetapi tetap saja udara Jakarta masih terasa panas. Apalagi hilir mudik orang-orang di bandara membuat tempat ini sudah seperti lautan manusia.

“Di mana dia?” gerutu Irsyad dengan kesal. Sudah seperempat jam berdiri dan mengabaikan tawaran sopir taksi yang tak lelah menawarkan jasanya.

“Maaf,” ucap Irsyad dengan wajah panik.

Sibuk melihat sekeliling, Irsyad tak sengaja menabrak seseorang. Paspor dan visa berceceran di depan kakinya  Tanpa melihat sosok yang ia tabrak karena pandangan masih tertuju pada keramik bandara. Irsyad segera mengambil paspor dan visa untuk diserahkan pada orang tersebut. Dengan gerakan cepat orang tersebut menerimanya dan buru-buru pergi.

Irsyad mengamati sosok yang pergi begitu saja, dilihat dari postur tubuh menunjukkan seorang perempuan. Sama seperti dirinya memakai mantel panjang. Dada Irsyad bergetar hebat, parfum perempuan itu masih tercium. Sama seperti kejadian beberapa jam lalu, saat transit di Istanbul. Parfum itu terasa melekat sekali di penciumannya.

“Willkommen,”¹ pekik seseorang yang sekarang sedang memeluk Irsyad sangat erat dari belakang.

Irsyad melepaskan pelukan itu kemudian membalikkan badannya. Mata menangkap seorang gadis memakai celana levis dipadukan tunik warna kuning gading, syal melekat di leher putih dan rambut terurai panjang. Kaca mata hitam juga menempel di wajahnya.

Tangan Irsyad mengusap kepala gadis itu kemudian berjalan menuju mobil silver yang terparkir tak jauh dari mereka.

Mendapati sikap dingin Irsyad, gadis itu hanya menyeringai lebar kemudian menyusul sosok yang sudah memasuki mobil.

“Tunggu, Kak.  Aku jangan ditinggal!” pekiknya membuat orang-orang di bandara menoleh ke arahnya. Sayangnya teriakan tak dihiraukan apalagi menoleh ke arahnya. Ia berjalan terseok mengingat high hells yang dipakai menyulitkan berjalan.

Tidak ada yang membosankan daripada sebuah perjalanan yang dibungkam kesunyian. Rentetan dering pesan masuk di ponsel laki-laki itu tak menggoyahkan tangan untuk segera membuka siapa yang berkirim pesan.

Irsyad menatap pemandangan luar, ada banyak kenangan di kota ini. Potongan memori yang akan selalu terekam jelas ketika bersama Almira. Lagi-lagi perempuan itu yang memenuhi otaknya. Begitu sangat sulit melupakan jika hati belum ikhlas merelakan. Bagaimana mungkin mengikhlaskan jika Almira adalah cinta pertamanya dan akan menjadi cinta sejatinya sebelum dia terpikat oleh laki-laki lain. Irsyad sendiri tak ingin tahu siapa sosok pengganti dirinya. 

Kayla mengikuti masuk ke rumah, ia tahu betapa hancur perasaan kakaknya. Andai saja dirinya tak berterus terang tentang perempuan itu mungkin sikap Irsyad tak berubah drastis seperti ini.

Setelah kedua orang itu masuk, muncul seseorang dari balik tembok pagar depan. Kepulangan laki-laki yang bernama Irsyad sudah menyeruak keluar. Peluh keringat dingin bercucuran membayangkan apa yang akan terjadi jika ia berhadapan dengan laki-laki yang baru datang tersebut.

•┈┈•••○○❁❁𝕯𝖗𝖊𝖆𝖒𝖘 𝕮𝖔𝖒𝖊 𝕿𝖗𝖚𝖊❁❁○○•••┈┈•

Sesampai rumah, Irsyad langsung masuk dan menaiki anak tangga dengan tatapan kosong. Langkah kaki menuju kamarnya di lantai dua. Ia membuka pintu yang tak pernah terkunci, siapa tahu Almira kangen dengan dirinya dan bisa mengobati kerinduan di kamar ini.

Sebuah bingkai foto besar menjadi pusat pemandangan Irsyad. Gambar tersebut menampilkan foto sepasang kekasih yang tersenyum bahagia. Foto itu diambil saat acara wisuda perempuan itu, sedangkan laki-laki di sampingnya tak lain adalah Irsyad yang tersenyum lebar sambil memeluk dari belakang.

Irsyad mengambil pigura itu, mengusap sedikit debu yang menempel tepat di gambar perempuan itu. ‘Almira, di mana janji yang kamu ucapkan dulu?’ batin Irsyad.

Foto pigura yang ada di tangan kemudian dilemparkan secara asal ke sudut ruangan, ia tak peduli jika gambar itu rusak atau kaca akan pecah berantakan. Hatinya sama saja dengan kaca tersebut, hancur berkeping-keping tak bisa disatukan kembali.

“Andai saja kamu sadar bagaimana perjuangan aku mendapatkan beasiswa di Jerman? Menghitung hari demi hari untuk bisa sampai detik ini. Bukannya kamu menyambut saat  pulang tetapi pengkhianatan yang aku terima. Jika dari awal kamu keberatan, mungkin aku tak akan mengambil beasiswa itu jika pada akhirnya kamu akan pergi,” ucap Irsyad sendirian sambil meremas rambutnya yang sedikit panjang.

Benda pipih yang dari tadi berbunyi ternyata tak menampakkan pesan atau telepon dari Almira. Sepertinya perempuan itu sudah benar-benar melupakan hari istimewa karena kebetulan hari ini tepat usia hubungan mereka yang kelima tahun. Jari memencet nomor telepon yang sudah sangat hafal di otaknya. Wajah Irsyad meradang karena nomornya benar-benar sudah diblokir oleh Almira.

“Bodoh! Harusnya aku yang marah bukan kamu!” geram Irsyad sambil melempar ponsel ke atas tempat tidurnya. Hari ini ia benar-benar sangat marah pada sosok yang memberikan keputusan perpisahan secara sepihak.

Laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur, dibenamkan wajah lelahnya pada bantal. “Bagaimana pun juga besok kita harus ketemu. Kamu tidak boleh mengelak atau menghindar karena Almira hanya untuk Irsyad. Tak ada laki-laki lain yang boleh memiliki kamu,” janji Irsyad.

------
¹ (Jerman): Selamat datang

┈┈•••○○❁❁Tbc❁❁○○•••┈┈•

Dreams Come True Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang