🔆𝕻𝖆𝖐𝖊𝖙 𝖒𝖎𝖘𝖙𝖊𝖗𝖎𝖚𝖘 🔆

63 26 0
                                    

Irsyad masih mengamati tulisan di kertas tersebut. Ia paham betul tulisan Almira seperti apa. Kertas  yang ia pegang, bukanlah tulisan tangan mantan kekasihnya. Laki-laki itu berpikir sejenak, kali ini baru pernah mendapatkan kejutan dari orang misterius seperti ini. Selama ini, Irsyad banyak mendapatkan barang atau suvenir dari rekan atau kolega tetapi mencantumkan siapa pengirimnya. Tak semisterius seperti ini.

“A. Siapa inisial nama A ini?” tanya Irsyad sambil terus memegang secarik pesan penuh makna karena tepat datangnya di saat perut sedang membutuhkan.

“Jika bukan Almira, lantas siapa yang mengirim ini? Bukankah cuma perempuan itu yang tahu jika aku tak jadi makan siang?”

Irsyad mengamati kotak makan itu, sepertinya memang masakan buatan sendiri karena tidak menampilkan nama toko atau resto pembuat makanan ini.

“Kenapa aku jadi lebay seperti ini?” bantah Irsyad sambil mendorong kotak makan itu lebih jauh. Akibat tadi menutup kurang rapat, alhasil penutup itu jatuh terbuka menampilkan isi dalam yang mulai menggugah selera makan Irsyad karena aroma makanan mulai tercium di ruangan ini.

Mata melirik ke arah kotak, ingin sekali melahapnya tetapi laki-laki itu masih bisa menahannya. “Aku cari tahu dulu siapa yang mengirim makanan.”

Laki-laki berkemeja panjang bangkit dari kursi menuju pintu ruangan, menoleh ke arah kanan dan kiri siapa ada yang bisa dimintai keterangan. Sayang sepi, hanya seorang Office boy yang tengah mengepel dekat ujung tangga.

Office boy itu seketika langsung membungkuk karena paham dengan siapa ia berhadapan.

“Kamu tahu siapa yang menaruh makanan di meja ruangan saya?” tanya Irsyad langsung pada topik utamanya karena laki-laki itu tak suka basa-basi.

“Sa-saya yang menaruh di ruangan Bapak, saat itu sepi jadi saya langsung taruh saja di sana,” jawab office boy dengan ketakutan karena main masuk ke dalam ruangan. Wajah sudah mulai panik dan cemas karena pastinya akan mendapatkan amukan.

Tidak dengan Irsyad yang wajahnya mulai berbinar. “Siapa yang menyuruh mengantar makanan? Apa perempuan atau laki-laki? Tapi sepertinya perempuan, iya kan?” tanya Irsyad bersemangat dan wajah berseri-seri.

“Eh, anu,” jawab laki-laki yang ditanya Irsyad sambil menggaruk kepala karena bingung menjawab apa, belum berondong pertanyaan barusan membuatnya sangat panik.

“Anu apa? Perempuan, kan?” paksa Irsyad dengan menggebu-gebu.

“Bukan. Eh, gak tahu. Saya cuma disuruh Mbak Novita, resepsionis di kantor ini.”

Wajah Irsyad langsung cemberut dan kesal. Ia bertanya pada orang yang salah. Dengan buru-buru, Irsyad menuju lantai dasar untuk menuruni tangga tetapi dicegah oleh Office boy barusan.

“Maaf, Pak. Tangga masih licin. Bukannya biasanya Bapak pakai lift?” anjur laki-laki dua puluh tahunan sambil menunjukkan lift di samping tangga.

‘Kenapa aku bisa terlihat bodoh seperti ini?’ gerutu Irsyad dalam hati. Satu kotak makanan saja sudah membuat hatinya yang dingin pelan-pelan mencair karena perhatian dari seseorang yang tak dikenal. Peduli amat jam kerja mundur beberapa menit, asalkan rasa penasaran itu terjawab.

Irsyad sudah berada di lantai satu, tepat di depan meja resepsionis. Novita masih sibuk mengecek daftar tamu hari ini di perusahaan. Cukup kaget juga kedatangan Irsyad secara tiba-tiba.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” sapa Novita sesopan mungkin dengan saudara owner perusahaan ini.

“Siapa yang mengirim makanan di ruangan saya?” tanya Irsyad singkat, tak seperti saat  bertanya pada Office boy tadi.  Tanpa menyebutkan jenis kelamin. Entah itu laki-laki atau perempuan yang pasti ia harus berterima kasih pada orang itu.

“Seorang ojek online, Pak,” balas Novita sambil meraih sesuatu dekat mejanya.

Raut wajah Irsyad semakin mengerut ditambah rasa kecewa. Ingin tahu siapa yang peduli padanya ternyata susah amat. “Besok kalau ada yang mengirim sesuatu, tolong cari tahu siapa pengirimnya!”

“Baik, Pak,” balas Novita dengan rasa bersalah. Benda yang sudah ada ditangannya belum berani ia berikan, padahal orangnya masih ada di depannya.

“Maaf, Pak. Ada yang kirim lagi,” ucap Novita sambil meringis karena pastinya bakal kena semprot lagi.

Irsyad meraih paper bag dan melirik ke dalam benda itu. Diraihnya secarik kertas lagi. “Dari tukang ojek online lagi?”

Novita mengangguk dengan semangat, rasa lega luar biasa ketika melihat petinggi di sini pergi tanpa bertanya apa-apa lagi. Irsyad sendiri masih berpikir keras siapa di balik ini semua. Tanpa sadar, laki-laki itu menapaki tangga menuju lantai tiga, kembali lagi menampakkan kebodohan karena di ujung tangga masih berdiri office boy  sedang menatap Irsyad dengan tatapan aneh.

Di lantai bawah ternyata ada seseorang yang dari tadi melihat gelagat Irsyad yang dilanda penasaran hebat. “Selamat masuk dalam jebakan,” bisik orang tersebut sambil pergi dan mengatur rencana kembali selanjutnya.

Satu kotak makanan di depan sudah habis, menyatu di lidah Irsyad sehingga dalam waktu seperempat jam langsung habis. Ia membuka paper bag dan menemukan kotak yang sama seperti tadi. Jika isinya tadi makanan berat, kotak satu berisi salad buah.

Secarik kertas dengan tulisan yang sama tengah dibaca oleh Irsyad.

“Hidangan penutup. Tetap jaga kesehatan.”  Begitu pesan yang kedua. Irsyad hanya bisa mengulum senyum. Di tengah rasa lapar yang menderita tiba-tiba datang seseorang menjelma seperti malaikat datang kepadanya.

“Siapa kamu sebenarnya?” tanya Irsyad sambil mendekatkan dua pesan misterius itu pada bibir dan mengecupnya singkat. Entah kenapa hati kecil berkata jika pesan itu ditulis dari seorang perempuan yang akan menjadi jodohnya kelak.

Sore hari Irsyad memilih mampir mengunjungi sebuah toko buku mengingat alat tulis banyak yang ia tinggalkan di Jerman sana. Suasana sore hari lumayan tenang, walaupun masih banyak muda-mudi yang berkumpul dekat rak buku novel. Kebanyakan mereka hanya mengecek apakah novel incaran masuk dalam diskon atau tidak. Jika belum mereka hanya mengambil foto dan memposting di status media sosial saja.

Asyik memerhatikan anak-anak muda, Irsyad tak sadar menabrak seseorang membuat buku-buku berserakan di lantai. Peristiwa ini mirip dengan kejadian di bandara. Irsyad sendiri tak memerhatikan siapa orang di depannya, judul buku yang ia ambil itu yang menarik perhatian. Kebanyakan buku-buku farmasi yang berukuran tebal.

“Ini—“

Baru juga hendak menyerahkan  tetapi sudah direbut oleh orang tersebut yang sudah berbalik badan dan berjalan dengan cepat. Setelah beberapa menit berlalu, laki-laki itu baru sadar ketika mencium parfum yang tertinggal. Sama persis saat di Istanbul, bandara, dan sekarang

“Tunggu!” pekik Irsyad kepada seseorang yang sudah entah menghilang ke mana. Irsyad bergerak cepat karena ia tertarik dengan orang ini, tetapi takdir belum bisa mempertemukan mereka. Setelah menyusuri rak demi rak tak menemukan apa yang Irsyad cari. Ia sendiri melupakan apa yang akan ia beli.

Sementara itu, seorang perempuan yang memakai gamis warna merah hati tampak sedang mengatur napas setelah berlari agak cepat. Tubuh disandarkan pada rak buku anak-anak.

“Hampir saja. Belum sekarang Tuan Irsyad Al Farizi. Tunggu waktu yang tepat, pasti kita akan bertemu,” bisik perempuan itu sambil tersenyum sangat manis.

Dreams Come True Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang