3 - Arsa bukan biduan desa

5 0 0
                                    

"Ca, dia emang gak pernah ngomong ya?" tanya Dara sambil melirik kearah Arsa. Ica sudah lebih dulu bersekolah disini, sudah pasti dia lebih tahu tentang anak Laki-laki paling pendiam di kelasnya.

"Arsa emang 'jarang' ngomong, dia cuma ngomong ke beberapa orang--" Ica menghentikan ucapannya karena Arsa berjalan melewati mereka berdua, "Gue aja gak pernah ngomong sama dia."

"Ooh, gue bisa gak ya ngomong sama dia?" Dara tertawa kecil sambil melihat kearah Arsa.

"Gabisaaahh." Bagas yang tiba-tiba datang langsung membisikan kata itu di telinga Dara. Ica mematung ditempatnya, terkejut melihat tingkah Bagas. Selama bersekolah di SMA 89 baru kali ini Ica melihat Bagas seperti itu.

Dara yang terkejut menjauhkan kepalanya dari Bagas, pipinya merah padam karena Bagas, "Apaansi lo.. Ca ayo ke kantin," cakapnya gugup.

Bagas tersenyum manis, "Pipinya merah tuh, terbang ya," ucapnya sambil tertawa melihat Dara yang salah tingkah.

"Bagas lo kenapa njir? Hahaha" Geri dan Aduy tertawa melihat Bagas yang senyum-senyum sedari tadi. Bagas meminta kedua temannya menemani dia pergi ke kelas Rico, entahlah apa tujuannya, mungkin soal pipi lebam Dara.

Bagas datang ke kelas Rico, bersama Aduy dan Geri. "Oi Ricoo!" panggil Bagas.

Rico keluar dari kelasnya dengan beberapa temannya, "Kalo mau cari ribut jangan sekarang." Rico pergi melewati Bagas dan kedua dayangnya itu. Bagas tak ingin mencari ribut, dia datang untuk mengucapkan sesuatu pada Rico, "Makasih Ric!" ujarnya lalu berlari menuju kantin.

Terima kasih? Apa mungkin ucapan terima kasih itu karena dia bisa mengobati Dara? Bagas agak berbeda hari ini, senyum selalu muncul di wajahnya, seperti orang yang sedang.. jatuh cinta.

Bagas duduk didepan gerai seblak bersama Geri dan Aduy, bocah itu terus-terusan menatap Dara sedari tadi. Hal itu jelas membuat beberapa siswa yang ada di kantin menyadarinya.

"Dar, Bagas ngeliatin mulu pliss!" Ica yang gemas dengan Dara mencoba meyakinkan bahwa Bagas sepertinya menyukai Dara.

"Ngeliatin doang, apa salahnya?" pungkas Dara.

Ica menoyor kepala Dara."Bagas cuek kalo ke cewe-tapi dia perlakuin lo beda Dara!" terang Ica yang tak tahan dengan ketidak-pekaan temannya itu. Dara menghiraukannya, dia tak peduli dengan gossip yang dibuat Ica.

***

Jam pulang sekolah. Dara berjalan dengan mengumpat-umpat agar tak bertemu dengan Bagas. "Nanti lo pulangnya bareng gue." Kalimat itu terus ada di bayang-bayang Dara. Gadis itu berjalan pulang lewat pintu samping sekolah agar tak bertemu dengan Bagas. "Semoga aja gak ketemu, aminn," gumamnya.

Bagas sudah sedari tadi menunggu Dara di gerbang sekolah, namun keduanya sudah pasti tak akan bertemu, Dara sudah di angkot sekarang. Gadis itu sengaja memutar lewat jalan belakang dan naik angkot agak jauh dari sekolah.

"Hehehehe, lagian si, entar orang ngira gue ada apa-apa lagi sama dia."

Kini sudah 20 menit berlalu, Bagas masih setia menunggu Dara, gadis itu tak kunjung keluar, padahal sekolah sudah kosong dan sepi. "Tuh cewe kabur kali ya," ujar Bagas sambil melihat-lihat kedalam sekolah.

Bagas melajukan motornya, pergi dari sekolah. Dengan perasaan yang sedikit kesal, Bagas melajukan motornya ke minimarket tempat Dara bekerja. Baru kali ini ada gadis yang mengabaikan kepeduliannya mengabaikan perhatiannya. "Masa Dara suka Arsa si!" Bagas tetap melajukan motornya dengan wajah cemberut akibat cintanya yang seakan bertepuk sebelah tangan.

Dara terlihat sedang bekerja disana. Sambil memilah barang yang sudah kadaluarsa, gadis itu seperti sedang memikirkan sesuatu, ah entah apa yang kini dipikirkan olehnya. Bagas turun dari motornya, meletakan helm dan masuk kedalam minimarket itu.

Surat Untuk DaraWhere stories live. Discover now