5 - Peri pelindung

2 0 0
                                    

Bagas melempar jaket bombernya kearah Aduy. Laki-laki itu tak langsung pulang kerumahnya, namun ke tongkrongan. Wajahnya masih masam, masih bingung dengan ucapan Dara tadi.

"Lo ngapa si? baru dateng juga, udah asem aja mukanya." Aduy melempar balik jaket Bagas.

Bagas duduk disana, dia memesan satu es jeruk dingin. "Gue baru balik dari kobam."

"Kobam? kopi bambu maksud lo?" tanya Geri, bingung.

Bagas memicingkan matanya, "Iyalah, dimana lagi coba."

"Abis dari sono, bukannya adem ayem, malah bad mood, pms lo?" tandas Aduy.

"Gue gak ngerti sama cewek. Dia yang diemin kita duluan, tapi pas di diemin balik, malah nanya kenapa." Curhat Bagas sambil meneguk es jeruk miliknya.

"Lo di diemin Dara ya Gas?" Geri melirik Bagas dengan tatapan serius, "Sejauh ini, gue gak pernah liat lo uring-uringan jir..."

Bagas tertegun, bingung dengan dirinya sendiri. Di satu sisi, dia hanya ingin memberi perhatian dan peduli pada Dara, namun di sisi yang lain, hatinya tak tenang jika di hindari oleh Dara. Rasa suka? Bagas masih belum membulatkan perasaannya sendiri.

"Diem aja lo, di diemin Dara gak?" Geri memukul bahu Bagas, menyadarkannya dari lamunan.

Bagas menatap kosong jalanan di sebelah kirinya, "Di diemin gini amat ya Gustiii." Laki-laki itu menghembuskan nafas beratnya.

Seluruh orang yang ada disana tertawa, tak terkecuali mang Ajo, pemilik tongkrongan. "LO BISA GINI JUGA ANJIR LAH!" Aduy tertawa, bahkan hingga terbahak-bahak.

Suasana malam itu berubah. Hiburan dari teman-teman di sekelilingnya berhasil membuat Bagas kembali tertawa. Hampir semua obrolan malam itu tentang Dara, gadis pindahan yang berhasil membuat Bagas galau untuk kali kedua.

***

Dara sengaja membuat alarm sedikit terlambat hari ini, gadis itu masih terasa lelah karena perjalanan kemarin. Hawa dingin yang bercampur dengan gemuruh hujan membuat Dara malas membuka matanya. Ya, kota bandung kembali diserang rintikan hujan hari ini. Rasanya nyaman, berbaring di tempat tidur, melewati minggu pagi dengan deru hujan yang terdengar keras dari luar.

"Nikmat Tuhan apa yang kau dustakan, Dara?" Gadis itu beranjak dari kasurnya, dengan jiwa yang belum terkumpul sepenuhnya. Mata Dara masih belum membuka sempurna, seakan menolak keras untuk beraktivitas lagi.

"Sadar Dara, bikin sarapan bapak!" Dara menepuk-nepuk pipinya sambil terus berjalan ke kamar mandi. Menggosok gigi dan mencuci muka adalah cara paling efektif untuk memulai hari.

Merasa sudah cukup bermalas-malasan, Dara kembali ke dapurnya. Tak ada banyak bahan makanan, hanya beberapa namun cukup untuk Dara dan ayahnya. Telur tahu, makanan paling mudah dibuat bagi Dara. Menu itu paling sering dimasak oleh Dara, selain mudah dibuat.. juga tak mahal.

Dara merebus sepanci air untuk dirinya mandi. Dia tak kuat jika harus mandi dengan air dingin, ditambah lagi dengan efek dingin karena hujan, sudah pasti mengigil. Dara harus pergi bekerja, di hari Minggu dia mengambil jam pagi.

"Dingin b-bang-nget.." Dara menyiram air ke tubuhnya yang terasa mengigil, terasa segar.

Hanya sebentar waktu yang dibutuhkannya untuk mandi, apalagi di kondisi cuaca yang seperti ini. Dara mencari celana panjang dan payung miliknya, bersiap untuk pergi ke minimarket.

"Bapakk! Dara udah taro makanannya di meja yaa! pergi dulu," pamit Dara lalu menutup pintu rumah dengan pelan.

Muncul satu notifikasi dari ponselnya, dua pesan masuk dari nomor Bagas.

Surat Untuk DaraNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ