"Ini untukmu, kak Shin dan yang satu ini untuk kak Ryoichi," ucapnya seraya memeluk tubuh Ryoichi.

"Terimakasih," hanya itu yang di katakan Ryoichi dan sesekali mengusap kepala Yuki.

Ryoichi adalah kakak dari Yuki tapi dia adalah yokai seutuhnya. Dia terlahir dari pernikahan pertama ayah Yuki. Meski berbeda, Ryoichi sangat menyayangi Yuki. Yuki yang hanya seorang Hanyou sedang Ryoichi adalah Yokai sejati, itu tak membuat rasa sayang Ryoichi berkurang. Ia sama sekali tak merasa jijik dengan Yuki.

Ryoichi memiliki paras yang sang sangat tampat, hidungnya yang mancung dan telinganya sedikit lancip. Rambut yang panjangnya sebahu dan berwarna perak mengkilat selalu ia ia ikat agar terlihat lebih rapi. Dia selalu menjadi pusat perhatian saat berada di dekat Yuki.

Setelah seharian bermain di taman, Ryoichi mengajak Shin dan Yuki untuk pulang. Mereka berjalan melewati gang yang ada di desa itu. Dari kejauhan terlihat tiga orang anak laki-laki yang sedang bermain. Salah satu dari mereka adalah anak kepala desa yang selalu menghanggu Yuki, Haru.

Ryoichi terus saja berjalan sambil menggandeng tangan Yuki dan di ikuti Shin di sampingnya. Yuki terus saja berbicara tak jelas padanya dan Ryoichi hanya menanggapi dengan senyuman. Lalu Ryoichi melihat Yuki berjalan sambil menengok kebelakang tempat ketiga anak laki-laki yang berusia sembilan tahunan itu bermain, Yuki kemudian tertunduk.

"Apa kau mau bermain dengan mereka?"

Yuki menggelengkan kepalanya. Ryoichi hanya tersenyum.

.

"Tuanku," sebuah suara menyadarkan Ryoichi dari lamunannya.

"Hm."

"Sebentar lagi bulan purnama, apa kita perlu menjemput Hime-sama?"

"Ya. Jemput dia, Shuji."

"Jemput dia, tapi jangan coba-coba untuk membangkitkan amarahnya. Karena sekali saja darah yokai-nya terpancing keluar, dia bisa membunuh siapa saja jika tak ada yang menyadarkannya."

"Saya mengerti, Pangeran."

Shuji pun keluar dari kastil di ikuti ratusan yokai di belakangnya.

***

Malam itu hujan mengguyur kota Nagano, sesekali petir menyambar. Membuat suasana yang gelap gulita menjari terang meski sesaat.

Yuki melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Ia membiarkan seluruh tubuhnya tersiram air hujan. Ia berusaha menghilangkan kenangan yang selama ini ingin ia lupakan. Kembali ia teringan kenangan sembilan tahun silam.

...

"Mau kemana, Yuki?" seorang wanita berusia 25 tahun bertanya.

"Aku mau pergi keluar," jawab Yuki dengan wajah sendunya.

"Ibu tau kau masih sedih dengan kepergian Shin, percayalah kau akan mendapat teman baru yang lebih baik dari dia," wanita itu mengusap lembut kepala Yuki.

Eve, wanita cantik dengan rambut panjang dan lurus itu adalah ibu Yuki. Dia sangat sangat menyayangi putrinya itu. Ia menatap punggung Yuki yang mulai menjauh dari pandangannya.

'Semoga kau mendapat teman yang lebih dari Shin.'

Kini Yuki duduk di ayunan yang berada di taman desa sendirian. Air matanya tak bisa ia tahan lagi, ia merasa sendirian dan tak punya teman. Shin sudah pergi sejak tiga hari yang lalu meninggalkan desa bersama paman Yuki. Meski Yuki meminta Shin untuk tetap tinggal, Shin tetap memilih pergi.

Ia menangis sesenggukan, sesekali ia menghapus air matanya.

"Kau menangis lagi?" suara anak laki-laki mengalihkan pandangan Yuki.

Yuki menengok ke belakang, tepatnya ke arah sebuah pohon yang cukup besar yang terletak di sudut taman. Terlihat seorang anak laki-laki turun dari atas pohon. Dan berjalan menghampiri Yuki.

Yuki terdiam menatap anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu terus berjalan dengan tangan di lipat di depan dada. Dia terlihat berwibawa, pandangannya menatap lurus dan tenang. Lalu ia berhenti di depan ayunan tempat Yuki duduk.

"Kenapa menangis? Ingat Shin?" Yuki hanya mengguk.

"Ayo iku aku, kita memancing di tepi sungai."

Anak laki-laki itu menggandeng tangan Yuki dan mengajaknya pergi.

"Kak Haru, kita tidak membawa apapun untuk memancing ikan?" Yuki merasa heran karena di ajak memancing tanpa membawa alat apapun.

"Tidak perlu, aku meninggalkan semua peralatan ku di tepi sungai. panggil aku kakak, aku bukan kakakmu."

Yuki hanya menatap wajah Haru. Pandangan Haru sangat lurus dan sedikit angkuh, mungkin karena dia memang anak dari seorang petinggi desa jadi sikapnya sedikit angkuh.

Mereka terus berjalan menuju sungai yang ada di belakang desa.

"Kau mau kemana, Yuki?" suara seorang laki-laki menghentikan langkah mereka.

Yuki melihat kanan dan kiri, tak ada siapapun. Lalu Yuki mendongakkan kepalanya. Seorang laki-laki melayang di udara. Rambut berwarna perak yang mengkilat, pakaiannya yang terlihat seperti seorang bangsawan. Dengan sebilah pedang yang terselip di pinggangnya. Dia lah Raja yokai, Asuma.

"Ayah? Ayah sudah kembali?" tanya Yuki girang dengan mata yang berbinar-binar.

"Hm. Kalian mau kemana?" tanya Asuma.

"Aku ingin mengajak Yuki memancing di sungai yang ada di belakng desa," Haru menjawab tanpa rasa takut sedikit pun.

Asuma menatap Haru sesaat.

"Sebelum senja Yuki harus sudah sampai di rumah," Azuma melayang dan pergi menuju rumahnnya.

"Terima kasih, Ayah!" teriak Yuki dengan melambaikan tangannya.

~~~

Makan tersaji di atas meja makan. Yuki, Eve, Asuma dan Ryoichi menikmati makanan yang sudah di masak Eve, ada juga ikan hasil tangkapan Yuki dan Haru tadi siang yang sudah di bakar.

Suasana terasa hening. Hanya dentingan sendok yang terdengar.

"Apa kau sudah mendapat teman baru?" suara Ryoichi memecah keheningan.

Yuki hanya mengangguk.

"Siapa?" tanya Ryoichi

"Haru."

"Kalau memanggil orang yang sopan, Yuki. Dia dua tahun lebih tua dari mu, harusnya kau memanggilnya kakak," Eve mengingatkan.

"Haru yang tidak mau."

"Jangan panggil aku kakak, aku bukan kakakmu," Yuki menirukan ucapan Haru dan membuat semua yang ada di sana tertawa.

HANBUN YOKAIWhere stories live. Discover now