Apalagi saat sang iblis kembali menyerang. Saat itu Soora baru menyadari bahwa absennya Yongseung disisinya sangat berdampak. Meski para sahabat Yongseung menggantikan posisi Yongseung dengan menggunakan tubuhnya, tetap saja mereka adalah jiwa yang berbeda.

Yongseung sangat berharga baginya dan ia tak akan bisa menukarnya dengan apapun.

Ah, ngomong-ngomong soal iblis, Soora jadi teringat tentang sebuah cerita karya salah seorang penyair terkenal yang dijuluki sebagai Bapak Cerita Misteri.

"Sebentar," ucapnya tiba-tiba membuat Yongseung mengernyitkan dahi.

Soora buru-buru mencari literaturnya di internet, menyalin linknya, lalu segera mengirimkannya pada Yongseung.

Ponsel Yongseung berbunyi. Ia menatap ponselnya bingung lalu menatap Soora. "Apa ini?"

"Kuharap kak Yongseung membaca kisah itu dan memahaminya."

"Kalau sudah?"

"Kalau sudah kakak bisa mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu adalah jalan keluarnya. Dari sana kak Yongseung akan mengambil jalan mana yang sebaiknya kakak pilih dan dari sana juga kakak akan bisa memutuskan memilih membagi beban kakak padaku atau tidak." jawab Soora seraya tersenyum.

Siang itu, entah mengapa, Yongseung baru menyadari bahwa senyum milik Soora terlihat dua kali lipat lebih indah ketika berada di bawah sinar matahari.



***



Kangmin mengayun-ayunkan kaki kecilnya di kursi yang disediakan khusus oleh sekolahnya untuk murid-murid yang menunggu jemputan. Beberapa murid yang tadi duduk bersebelahan dengannya mulai hilang satu per satu. Mereka telah dijemput tetapi sampai saat ini Kangmin tak kunjung melihat batang hidung Papa maupun Mamanya.

"Masa iya sih mereka kencan?" gumam Kangmin ketika teringat tentang percakapan teman satu kelasnya tadi.





"Aku mau punya adik lho!" seru seorang gadis kecil berkuncir dua yang duduk tepat di depan bangku Kangmin.

Teman sebangku gadis itu, seorang anak lelaki yang berambut tipis segera merespon. "Wah, selamat ya!"

"Hu'um!"

"Aku juga ingin punya adik. Mainan sendiri di rumah itu bosan!"

"Kalau begitu suruh orang tuamu berkencan saja. Beberapa waktu lalu orang tuaku sering menghabiskan waktu bersama bahkan pergi jalan-jalan tanpaku, lalu tadi pagi tiba-tiba Ayah berkata bahwa aku akan menjadi kakak!" ceritanya riang dengan semangat yang menggebu-gebu.

"Kalau begitu setelah pulang sekolah nanti aku akan menyuruh orang tuaku berkencan!"

"Ide yang bagus!"





Kangmin mendongak, ia cemberut menatap langit cerah diatasnya. "Tapi kan Kangmin belum mau punya adik!"

"Kangmin?"

Kangmin tersentak saat suara berat seseorang memanggilnya. "Eh, ya? Ada apa, Kek?" tanyanya pada Jo Inseong yang tiba-tiba datang menghampirinya.



***



Gyehyeon menghela nafas ketika menginjakkan kaki di dalam rumah. Ini sudah malam tetapi orang-orang di dalam rumah enggan menyalakan lampu. Semuanya gelap. Kesunyian juga melanda saat kakinya melangkah semakin dalam memasuki rumah.

Ini tidak biasa tetapi Gyehyeon mensyukurinya. Biasanya ketika ia pulang, Ayah dan Ibunya sedang adu mulut. Berteriak masalah harta, hak asuh, dan perceraian. Terkadang Gyehyeon yang muak dengan semua itu memutuskan untuk pergi dari rumah dan memilih menginap di rumah Yeonho atau Minchan.

[iii] Connect | VERIVERYWhere stories live. Discover now