Tiga belas

8.7K 2K 129
                                    

Update 🎉

Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaa ❤️

❤️❤️

Memang benar, kegelisahan itu terasa menyebalkan. Apa lagi ketika harus merasakan tanpa ada sebuah kejelasan. Seperti perasaan Lilac kepada Milo yang sudah menggunung tapi mendadak harus diletuskan ketika tahu bahwa Milo sudah punya pujaan hati. Sayangnya bukan meletus, malah hanya mengeluarkan awan panas. Dan itu membuat Lilac semakin kesal. Bahkan tidak jarang dia marah-marah tanpa alasan.

Seandainya perasaan yang sudah setinggi gunung itu meletus, mungkin Lilac akan dengan mudah melupakan sosok yang satu tahun ini mengisi hatinya. Lilac akan dengan mudah mengeluarkannya dan menggantikan dengan yang baru. Tapi hatinya seakan tidak rela, dia tidak rela sosok yang pernah membahagiakannya itu pergi.

Lilac kemarin sudah berusaha melupakan semua hal tentang Milo walau memang akan terlihat mustahil, tapi dia ingin berusaha. Menerima ajakkan Durja bermain ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali. bahkan kali ini Lilac tidak terlalu beraksi ketika Durja melemparkan pantun gombal yang setiap kali kalimat itu keluar akan membuat Lilac risi.

Malah semuanya menjadi semakin menyebalkan ketika gombalan itu mengingatkannya kepada Milo yang pernah dia gombali tentang bunga yang salah.

"Nyebelin banget!" Lilac menendang meja di depannya. Melipatkan kedua tangan di dada, cewek itu mengembungkan pipinya.

Lilac tidak sadar kalau apa yang dilakukannya sedang menjadi pusat perhatian. Apa lagi posisinya sedang ada di kelas, menunggu guru mata pelajaran masuk setelah dua menit bel berbunyi.

"Lo ngapain sih, Lac? Kesurupan lo?" tanya Altruis. Teman sebangku Lilac.

Lilac menoleh ke arah Altruis dengan tatapan tidak mengerti. Wajahnya masih terlihat kesal dan marah. mungkin sebentar lagi akan meledak kalau saja ada orang yang membuatnya kesal.

"Apaan?"

Altruis mengerutkan dahinya mendengar nada suara Lilac yang sewot. "Kok jadi lo yang marah? harusnya gue yang marah dong. Lihat," Altruis menunjukkan bukunya yang terkena coretan pensil sampai ujung buku. "Gara-gara lo nendang meja, catatan gue rusak begini."

Satu alis Lilac naik. "Kok nyalahin gue? Kapan emang gue nendang meja?"

Altruis menatap Lilac kesal. Cewek itu menarik napas dan membuangnya beberapa kali, Altruis tahu berdebat dengan Lilac tidak akan membuahkan hasil apa pun. Altruis sangat tahu bagaimana karakter Lilac selama cewek itu menjadi teman sebangkunya.

"Lo kalau marah sama orang jangan lampiasin sama meja yang gak berdosa, Lac." Akhirnya Altruis memilih menghapus garis panjang yang ada di bukunya. Untung saja dia menulis menggunakan pensil, kalau pulpen? Sudah pasti Altruis akan melayani debatan Lilac. Altruis sangat menyukai tulisan yang rapi. Dia tidak suka ada coretan aneh di dalamnya.

"Emang siapa yang marah?"

Altruis mendesah. "Setan."

"Setan? Mana setannya?" tanya Lilac membuat Altruis semakin kesal.

"Selamat pagi anak-anak," sapa guru pelajaran yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Mengabaikan sapaan guru yang baru masuk. Lilac mendekat ke arah Altrius lalu berbisik. "Mana hantunya?"

Altruis mendelik ke arah Lilac. dengan bisikkan tajam dia membalas. "Ngomong lagi gue bawa lo ke kuburan ya, Lilac."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lilac (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang