☘ Sebelas ~

781 71 14
                                    

"Dan pada kenyataannya, mendiamkan orang yang kita sayang itu rasanya sulit."

_I'm Sorry, Good Bye!_

"Kenapa lo?" tanyanya pada lelaki yang baru saja keluar dari ruangannya dengan wajah memerah.

"Nggak papa, Kak," jawab Zay datar sambil berjalan menuju salah satu kursi di kafe, diikuti oleh Regas. Lelaki itu mengembuskan napasnya kasar.

"Kalau ada masalah, diselesain baik-baik, jangan emosi, tenangin diri lo dulu. Urusan Zia, biar gue yang atur, gue usahakan hari ini dia istirahat total di sini," jelas Regas tanpa berpikir.

Zay masih terdiam memikirkan keputusannya marah kepada Zia. Ia 'tak bisa berpikir jernih hanya karena melihat luka di tubuh gadis rapuh itu padahal itu sudah setiap harinya ia melihat lukanya. Regas menghela napasnya sebentar.

"Gue ke ruangan dulu," pamit Regas langsung berjalan menjauh dari Zay menuju ruangan Zia dan Zay tanpa balasan dari Zay.

Baru saja ingin membuka pintu, Zay sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan membuat Regas berdecak kesal merasa ditipu. Lelaki itu segera pergi. Lain dengan Zay yang melihat-lihat sudut ruangan.

"Zi," panggilnya seraya melangkah mendekati gadisnya yang terduduk lemah dilantai dekat meja kerja. Gadis itu menelungkupkan kepalanya dilipatan tangannya yang berada di atas dengkul. Punggungnya bergetar naik turun pertanda menangis.

Gadis itu diam membiarkan Zay yang entah mau apa, ia 'tak mau melihat Zay. "Zi, aku minta maaf udah bentak kamu tadi," ujar Zay membuat gadis itu terisak kencang. Lelaki itu langsung saja berjongkok dan menarik tubuh mungilnya untuk ditarik dalam dekapannya.

"Udah, ya, jangan nangis lagi." Tangan kekar Zay mengusap lembut puncak kepala Zia untuk menenangkan gadisnya. Jujur saja, ia sama sekali tidak berpikir jika Zia akan seperti ini, ini pertama kalinya ia membentak gadisnya.

Zia mendorong pelan dada bidang Zay lalu mengusap air matanya yang mengalir deras dipipinya. "Ka-kamu jahat!" ucapnya terbata-bata.

"Iya, aku jahat, kamu boleh pukul aku sepuas kamu, asal kamu maafin aku."

Gadis itu menggeleng 'tak mau, langsung menarik tubuh Zay dan memeluknya erat, ia menangis sejadi-jadinya di sana, tempat ternyamannya saat ini. Menyembunyikan kepalanya di dada bidang sang kekasih.

"Aku-aku ... kamu jahat!"

Zay terkekeh pelan sambil menepuk-nepuk kepala Zia. "Jangan nangis, nanti aku ikut nangis," bisiknya didekat telinga Zia.

"Nangis aja, aku nggak peduli!"

●○●○●○●○

Setelah tangis-menangis tadi, Zia sudah merasa lebih baik, dan lua serta sayatan yang ada ditubuhnya sudah diobati oleh Zay dengan penuh kelembutan.

"Pokoknya kamu nginap di sini dulu, nggak boleh pulang. Nanti malam aku ke sini lagi," pesan Zay sambil menarik kepala Zia untuk bersandar di bahunya.

"Aku mau pulang," ujar Zia kekeh.

Zay menggeleng tidak setuju, ia 'tak mau lagi melihat gadisnya terluka lagi karena keluarga sialan itu. Melihat Zia yang rapuh membuatnya ingin selalu di sampingnya setiap saat.

"Nggak boleh, luka kamu belum sembuh, nanti kalau mereka nyakitin kamu lagi, atau kamu nyakitin diri kamu sendiri, gimana?" Zay menatap Zia lekat. "Apalagi kamu jauh dari aku."

Gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan senyumnya, ia merasa spesial untuk Zay. Ia menunduk malu, pipinya terasa panas mendengar ucapan manis Zay.

I'm Sorry, Good Bye! [END]Where stories live. Discover now