☘ Empat ~

903 93 16
                                    

"Aku memang egois. Apa yang sudah menjadi milikku, tidak boleh dimiliki orang lain."

_I'm Sorry, Good Bye!_

Gadis itu sampai diambang pintu kantin sekolahnya setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Matanya menatap sekeliling sudut ruangan dengan teliti.

"Kasihan, ya, udah dibenci sama keluarganya, diselingkuhin sama pacarnya pula," cibir seseorang menatap gadis itu sinis.

Zia menoleh ke arah Aretha-Kakak kelas yang tidak menyukainya dan selalu mencibirnya-tajam. Ia menahan tangisnya saat melihat kemesraan kekasihnya dengan saudara kembarnya, Zoa.

Terkadang, Zia berpikir. Mengapa harinya selalu dipenuhi dengan air mata. Bukan hanya soal keluarga yang membuatnya hancur, percintaan juga. Zoa merebut kebahagiaannya, Zoa merebut apa yang harusnya menjadi milik Zia.

"Zay," panggil Zia parau ketika mendekati meja Zay dan Zia.

Zay mendongak, ia terkejut. Sungguh, ini bukan kemauannya untuk menyakiti hati Zia. Ia berdiri dari duduknya, Zoa yang berada di samping Zay itu mendongak, menatap Zia 'tak suka.

"Zi, aku ... aku nggak ada apa-apa sama dia," elak Zay memegang lengan Zia lembut, tetapi gadis itu menepisnya kasar.

Zia tersenyum perih, ia menatap Zay dan Zoa bergantian. "Kamu tahu? Zay milik aku, dan selamanya milik aku!" sentak Zia kepada Zoa.

"Oh, ya?" Zoa menatap tajam saudaranya. "Lo itu ... egois, maunya menang sendiri," sinis Zoa tertawa meremehkan.

Hey, tak sadarkah jika dirinya egois. Zoa egois, valid no debat!

"Iya, aku egois." Zia menatap Zoa berani, ia memegang dagu Zoa untuk menatapnya balik.

Gadis itu menurunkan tangannya dari dagu Zoa, lalu mundur satu langkah. "Tapi ... lebih egoisan lo yang selalu rebut segalanya! Lo menang!" sentaknya berteriak hingga ketiganya menjadi pusat perhatian kantin.

"Lo mau Zay, 'kan?" tanya Zia penuh penekanan, ia memutar bola matanya jengah membuat Zoa naik darah.

"Ambil! Silakan ambil!" sentak Zia mendorong pelan tubuh kekar milik Zay. Lelaki itu hanya pasrah ketika Zia mendorongnya.

"Kalau Zay mau balik sama gue, lo nggak boleh mencegahnya." Zia terkekeh pelan, lalu mengusap air matanya kasar.

"Karena gue tahu, Zay akan kembali ke Zahara Zia," imbuhnya tersenyum manis, kemudian menatap Zay penuh keyakinan. Ia melangkahkan kedua kakinya keluar kantin menuju taman belakang sekolah yang letaknya tidak jauh dari kantin.

Zay tersenyum tipis meski ia benci mendengar perubahan logat Zia yang biasanya memakai aku-kamu, sekarang menjadi lo-gue. Ia tahu, Zia emosi. Tapi ia lebih tahu, Zia tidak akan memakai kekerasan.

"Zia!" panggil Zay menatap punggung Zia yang melenggang pergi dari kantin, lalu menatap Zoa.

"Sampai kapanpun, gue nggak akan pernah ninggalin Zia. Apa pun yang terjadi," ujar Zay tajam, menatap Zoa yang mengigit bibir bawahnya.

Ini 'tak adil bagi Zoa, Zia selalu mendapatkan apa yang selalu ia inginkan. Tapi, tak sadarkah jika selama ini, Zoa-lah yang paling mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Belum puas bikin adik lo hancur? Dia selalu dibenci! Dibenci!"

"Bahkan lo nggak pernah ngerasain apa yang Zia rasain! Lo ... terlalu kejam jadi Kakak buat Adiknya!"

●○●○●○●○

Mengapa rasanya sesakit ini, Tuhan? Gadis malang itu menatap nanar kupu-kupu yang bebas beterbangan ke sana ke mari. Bahkan rasanya, ia ingin menjadi kupu-kupu yang sangat indah.

I'm Sorry, Good Bye! [END]Where stories live. Discover now