16. Panik

5 1 0
                                    

Kamis, 15 November 2018
Pukul 05.30 WIB

Keheningan pagi pecah. Wajah-wajah tenang itu berubah menjadi ketegangan sesaat setelah Mbak Sari keluar dari kamar Fazura. Tempat tidur masih rapi dengan kondisi kamar seperti kemarin saat terakhir pembantu yang sudah ikut keluarga Fazura tiga tahun itu menyimpan baju milik si gadis tomboy. Itu artinya Fazura tidak tidur di rumah.

"Ini semua karena Bunda," cetus Ayah gusar, tangannya berkacak pinggang.

"Ayah enggak bisa nyalahin Bunda, dong! Semua itu kan kesepakatan bersama." Bunda tak mau kalah berargumen.

"Andai saja kemarin Bunda mau dengerin Ayah ngomong buat beli kamera baru, ceritanya akan lain. Fazura pasti ada di rumah pagi ini." Wajah Ayah memelas, membayangkan jika putrinya tengah dilanda kebingungan. Beliau khawatir Fazura dalam bahaya.

Bunda melotot. Ini yang tidak disukainya. Ayah terkadang tidak konsisten. Padahal, apa yang sudah disepakati tidak perlu dibahas mentah lagi. "Ayah enggak punya pendirian, lebay!" Mata bunda melotot tajam.

Ayah tidak menjawab. Beliau segera meraih ponsel, lalu menghubungi nomor Fazura, tetapi tidak terdengar nada sambung. Wajah laki-laki itu terlihat serius memandangi ponsel. Berharap Fazura menerima panggilannya. Bunda diam terpaku sambil melayangkan pandangan ke arah luar. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

Hari ini, hari terakhir Fazura libur. Besok sudah masuk kembali. Bagaimana jika hingga nanti malam Fazura belum kembali? Bunda memijit keningnya. Namun, perempuan cantik itu cukup mengenal putri keduanya. Dia berbeda dengan Alaina. Tak ada alasan untuk khawatir berlebihan. Namun, bagaimana pun juga, sebaris doa sudah diucapkan dalam hati untuk Fazura.

"Syafira, maaf, ini aku, Kak Alaina. Kakak mau tanya, ada Fazura di rumah kamu?" Terdengar suara Alaina berbicara. Tangannya menggenggam ponsel.

"Oh, gitu ya. Ya udah, makasih banyak ya. Kalau ada kabar Fazura, tolong kabarin Kakak ya." Alaina mengembuskan napas perlahan sambil menurunkan ponsel. Wajahnya lesu.

Ini untuk yang ke sekian kalinya. Semua teman Fazura yang dikenalnya sudah dihubungi, tetapi tak satu pun tahu di mana keberadaan adiknya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Lalu, cepat-cepat dia membuka kembali ponselnya. Satu nama hampir saja luput dari ingatannya, padahal, dia kunci penting yang membuat Fazura tidak ada di rumah malam tadi. "Duh, kenapa tidak terpikirkan tadi?" keluhnya.

"Senja, ini Kak Alaina. Kakak mau tanya, Fazura main ke rumah kamu enggak?"

"Oh begitu. Tumben ya. Ponselnya juga enggak aktif. Kakak takut ada apa-apa sama dia. Kalau ada kabar tolong kabarin Kakak ya."

Harapannya sirna sudah. Fazura tidak ada di rumah Senja. Lalu di mana gadis tomboy itu? Alaina merasa bersalah. Diam-diam hatinya sedih. Sungguh, dia tak bermaksud jahat. Bukan itu tujuannya. Dia hanya ingin Fazura lebih bertanggung jawab. Hanya saja, apa yang terjadi di luar ekspektasinya.

Alaina melirik Ayah dan Bunda. Wajah-wajah diam itu menyiratkan kegundahan. Tidak bisa dipungkiri, ketidakhadiran Fazura di rumah tanpa kabar nyatanya sudah memporakporandakan ketenangan.

****

Fazura menahan napas, saat ponsel Senja berdering dan muncul satu nama yang sangat dikenalnya. Senja yang bingung tidak langsung menerima panggilan itu. Namun, Fazura memberi isyarat agar membuka dan menyuruh gadis itu untuk tidak mengatakan apa-apa jika si penelepon menanyakannya.

"Maaf, Kak Alaina, Fazura enggak ada bersama aku, nih. Malahan, dari hari Minggu kemarin udah enggak ketemu sampai sekarang. Ada apa, Kak?"

Wih, pintar sekali Senja berakting!

Raut mukanya terlihat kaget dengan mata melotot saat Kak Alaina dari ujung sana mengatakan jika Fazura tidak ada di rumah sejak kemarin. Kamarnya kosong. Bahkan dia ikut mendoakan agar Fazura cepat pulang. Tak lupa, Senja meminta maaf mengenai kamera. Bagimana pun, ketidakadaan Fazura di rumah pasti ada kaitan dengan kamera yang hilang.  Alaina hanya mengatakan tidak apa-apa, tetapi Senja tahu, Alaina tengah gundah.

***

Mata Alaina berpendar. Sebuah pesan baru dari nomor yang tidak dikenalnya datang padanya mengenai Fazura. Hanya saja keningnya kemudian berkerut setelah membaca baris ketiga.

Kak, aku lihat Fazura di Ancol kemarin sore. Dia kayaknya sih hepi aja. Dia di sana sama anak cowok lho. Hanya berdua aja.

- To be continued -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIDDEN SIGHT (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang