"Jangan berbalik marah kamu! Seharusnya mamah yang marah disini, cepat pulang karena acara akan segera dimulai!"

"Aku udah nolak perjodohan ini kan? Kenapa masih dilanjutkan?"

"Gak ada yang minta pendapat kamu! Sekarang pulang atau kamu bisa liat jenazah mamah sesampainya di rumah nanti!"

"Ancaman mamah selalu soal penyakit asma Mamah! Aku udah dewasa Mah! Kapan sih mamah bisa ngertiin Vano?!"


Tit!



Sambungan diputuskan sepihak membuat Vano menggeram marah sekaligus kesal atas perlakuan mamahnya. "Arghhh!! Gue gak cinta sama dia!" Maki Vano menendang kerikil jalanan sekedar melampiaskan amarahnya.

Tama dan Dion yang memang sudah mengetahui pertunangan ini meski belum tau siapa calon tunangan sahabat mereka, Keduanya kini berjalan mendekati Vano untuk menenangkan. Lelaki itu jika sudah marah segala sesuatu yang berbahaya bisa terjadi.

"Mending lo turuti aja mau nyokap lo, Van"  Dion menepuk pundak Vano pelan.

"Jangan sampe nyesel, gue takut nyokap lo nekat" Timpal Tama.

Vano mengusap wajahnya frustasi lalu menatap Dion dan Tama bergantian. Apakah kali ini dia harus mengalah dan bertunangan dengan Bella?

Pandangannya teralih pada Jisya yang masih asik menyusun puzzle dengan senyum mengembang. Perasaan bersalah menyelimutinya saat mengingat Vano pernah menjajikan cinta yang tulus. Lihatlah? Sekarang dia menghianati ucapan cintanya karena akan bertunangan bersama Bella.

"Gimana sama Jisya? G-gue cinta sama dia" Lirih Vano dengan masih memandangi wanita itu dari kejauhan.

"Lo tinggal pilih. Nyokap atau gadis kesayangan lo itu" Balas Tama. "Jangan jadi pengecut dengan mau keduanya. Hidup itu penuh dengan pilihan, Van"

"Gue sayang keduanya Tam! Gimana bisa lo suruh gue buat milih?"

"Tapi itu faktanya Vano! Lo harus pilih sekarang juga!" Bentak Tama emosi melihat sikap Vano yang tidak bisa tegas terhadap pilihannya.

Keadaan mengheningkan sejenak saat Vano menimbang keputusannya. Lelaki itu menunduk lalu melihat ke arah Jisya yang secara kebetulan juga melihat ke arahnya. Mata teduh itu meskipun dari jauh selalu berhasil menghangatkan Vano.

"Gue bakal pergi tunangan" Putusnya berusaha yakin memilih berada di pihak sang mamah. "Tapi untuk ngejauh dari Jisya setelahnya gue gak bisa. Selagi gue masih belum terikat dalam hubungan yang bernama pernikahan, masih ada kesempatan buat bersatu sama Jisya"

"Kalau akhirnya lo tetep bersatu sama tunangan lo itu Jisya bakal lo kemanain?" Tanya Dion.

"Mengikhlaskan dia sama yang lain kayaknya jadi pilihan terakhir" Mata Vano memanas. Hatinya sangat pedih seperti tengah disayat saat harus membayangkan jika Jisya benar bersanding dengan lelaki lain. "Gue balik duluan, titip pesan ke Jisya kalau gue ada acara keluarga dirumah"

"Nyokap lo minta kita berdua buat ikut dateng Van" Beritahu Dion.

"Gue gak mungkin biarin Jisya pulang sendiri! Lebih gak mungkin lagi kalau gue anter dia pulang dulu karena waktu udah mepet" Jelas Vano. "Salah satu dari kalian siapa yang mau anter Jisya pulang?"

"Yaudah gue aja, lagipula gue harus pergi lagi jadi maaf gak bisa dateng ke acara lo ini" Ucap Tama mengajukan diri.

Vano menepuk pundak Tama yakin. "Gue percaya lo. Bawa dia pulang kerumah dengan selamat, jangan kebut-kebutan karena Jisya punya trauma sama jalanan"

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Kde žijí příběhy. Začni objevovat