1. Yang tak diinginkan

2.4K 120 15
                                    

Ada yang udah baca "Istri Kedua?" Ini aku buat sekuel anak-anak mereka. Ada yang menanti gak nih? Gak ada ya? Oh iya gapapa. Lanjut terus deh.

Happy reading...

_______________________

Naura mendesah kesal dengan penuturan sang Mama -- Hanum. Menatap sang Papa -- Fatih menuntut penjelasan.

Dijodohkan? Yang benar saja! Di zaman modern seperti ini masih saja ada yang namanya perjodohan. Yang Naura kesalkan, mengapa harus Azam, pria yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Bagaimana bisa ia menjalani kehidupan dengan pria yang sudah sejak lama -- bahkan dari kecil sudah ia kenal. Naura pasti akan merasa risih, dan untuk memikirkannya saja ia merasa geli. Bersentuhan, berciuman, memikirkan saling bertatapan saja Naura bergidik ngeri.

"Nggak mau!" tolak Naura menggeleng kepala. "Naura nggak mau nikah ... terlebih lagi sama Mas Azam. Nggak mau!"

"Kenapa dengan Azam?" tanya Hanum. Bersikap tenang menghadapi tingkah putrinya itu. "Dia itukan pria yang cerdas, baik, tampan. Dan terlebih lagi juga pekerja keras. Kamu nggak akan kelaparan kalau menikah dengannya."

Naura mendengus. "Masalahnya bukan makan, Mah."

"Jadi apa masalahnya?" tanya Fatih menatap tenang putrinya.

"Dewasa, pendiam, nggak gaul ... aku nggak suka semua itu!"

"Naura!"

"Naura, nggak suka, Mas Azam!" teriak Naura menghentikan suara Fatih.

"Apa kamu mendengar kalau Mama dan Papa meminta pendapatmu?" tanya Fatih kembali bersikap tenang. "Perjodohan itu, Papa sama Mama sudah menyetujuinya bahkan sebelum menyampaikan semua ini padamu ... kenapa kamu berusaha menolak sedangkan kamu nggak punya kuasa untuk melakukan itu."

Naura terdiam, menatap langit-langit rumahnya. Menahan genangan air mata yang senantiasa tumpah. Hidung Naura terasa perih karena menahan untuk tidak menangis.

"Jadi dari awal Naura nggak punya hak untuk menolak?" tanyanya. Fatih mengangguk membenarkan. Naura menghela nafas berat. "Kalau begitu lakukan apapun yang Papa dan Mama inginkan untuk kehidupanku ... tapi jika suatu hari nanti kalian melihat hidupku hancur. Ingat, itu semua karna keinginan kalian."

Naura melangkah pergi meninggalkan orang tuanya begitu ia selesai bicara. Ia lantas memasuki kamar dan menutupnya rapat. Naura sengaja mengalah. Bukan karena takut akan terjadi keributan. Tapi karena otak nakalnya tengah merencanakan sesuatu. Naura membungkuk, meraih ponselnya yang terletak di atas nakas lalu menghubungi seseorang dan meminta orang itu untuk menemuinya. Naura lantas bergegas begitu orang yang ia hubungi menyetujui keinginannya.

Naura menatap sekeliling. Menanti seseorang yang akan ia temui. Tersenyum begitu sebuah mobil yang sangat familiar memasuki pekarangan restoran dan berhenti di area parkir.

Naura melambaikan tangan begitu orang yang ia tunggu-tunggu sudah menampakkan diri. Senyum Naura semakin lebar hingga menampakkan deretan giginya yang putih begitu orang itu balas tersenyum padanya. Namun tidak dengan melambaikan tangan. Orang itu tampak menolak untuk melakukannya.

"Sudah lama menunggu?" tanya orang itu. Begitu sudah sampai dan berdiri di samping Naura.

Naura menggeleng. "Enggak kok," ucapnya masih mempertahankan senyum diwajahnya. "Duduk, Mas." Naura memberi perintah yang langsung dituruti oleh orang yang ia panggil dengan sebutan 'Mas'.

"Tumben jam segini ngajak ketemuan. Ada hal penting apa, nih?"

"Begini, Mas." Naura memperbaiki posisi duduknya. "Tentang perjodohan kita. Mas Azam, udah tau?" tanya Naura langsung tak berniat untuk berbasa-basi.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Место, где живут истории. Откройте их для себя