"Hmm..." Hae menggeliat kemudian membuka mata perlahan.

Gerakan Hae yang tiba-tiba membuat Hanna terkejut dan segera menjauhkan wajahnya. Hae mengerjapkan-ngerjapkan mata mengumpulkan kesadarannya.

"Han, udah beres?" tanya Hae sambil meregangkan persendiannya.

Hanna pergi tanpa menjawab sepatah katapun, membuat Hae mengernyit Heran.

"Hanna, kamu kenapa sih?" Hanna menjitak kepalanya sendiri karena tingkah konyolnya: memperhatikan Hae.

Degh... degh...

Hanna memegang dadanya sebelah kiri, kemudian mengukur denyut nadi per menit.

Mungkin ini karena aku minum kopi sarapan tadi, batinnya.

• • •

Minggu, 11.00 am

Hanna beranjak pergi keluar dari ruang baca, memutuskan menyudahi pencarian petunjuk hari ini.

"Hae, hari ini udah dulu, nanti kapan-kapan kita cari lagi." ucap Hanna.

Hae tersenyum, "Oke, nanti ajak gue lagi ya?"

"Iya. Yaudah, aku pulang." pamit Hanna.

"Han!" Hae mencekal pergelangan tangan Hanna tepat sebelum Ia melangkah.

Hanna berbalik, "Apa?"

"Biar gue anter lo pulang." tawar Hae.

"Gak perlu, aku bisa pulang sendiri." tolak Hanna.

"Hanna, nanti kalau lo digoda preman di jalan, habis itu diculik, terus lo dijual gimana?" tanya Hae.

Hanna menahan tawa, "Gak apa-apa, orang tadi juga aku pergi sendiri ke sini. Sudah ya, aku pergi."

"Han, bentar!"

"Apalagi?"

"Masa kita langsung pulang sih dari sini, gak seru ah!" protes Hae.

"Lalu?"

"Mending kita jalan-jalan dulu bentar, ya ya ya?" pinta Hae.

"Tidak, aku mau pulang." balas Hanna tegas.

"Ayolah Han, mumpung udah di sini." ujar Hae mencoba meyakinkan.

Hanna menghela nafasnya, "Yaudah."

Mereka pun berjalan beriringan di sepanjang trotoar menuju Jalan Braga yang berjarak sekitar 2 km dari perpustakaan kota, waktu yang dibutuhkan kurang lebih 25 menit jika berjalan kaki.

Tanpa Hae sadari, Ia terus berjalan mendekat ke Hanna hingga tangannya dan tangan gadis itu sesekali bersentuhan. Setiap kali itu terjadi, keduanya akan melihat satu sama lain dan suasana menjadi kikuk.

"Ah, maaf." begitulah yang Hae katakan.

Namun Hae terus mengulanginya tanpa sadar. Hanna menggenggam tangan Hae, lelaki itu pun menoleh terkejut.

"Agar kamu tak mendesakku." ucap Hanna yang peka dengan keterkejutan Hae.

Hanna menatap tangan keduanya yang saling menggenggam, "Tanganmu besar juga."

Hae tersenyum, dan mempererat genggamannya.

Sepanjang Jalan Braga, Hae berjalan menyusuri keelokkannya tanpa melepas tangan Hanna. Di sana, ada toko, kafe maupun bangunan lain bernuansa kolonial, serta pelukis jalanan dengan berbagai lukisannya terpampang di sepanjang trotoar. Lalu lalang manusia pun turut melengkapi keindahan jalan Braga, dari mulai turis lokal hingga turis dari berbagai mancanegara.

Swatantra [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang