28

10.9K 852 39
                                    

Sore itu Abdul sengaja izin untuk pulang lebih awal karena ingin segera ke rumah orang tuanya dan memberitahu pada mereka bahwa ia akan segera menikahi Tatiana.

Abdul tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Tatiana tidak bisa diajak bicara baik-baik, wanita itu terus menerus menghindarinya. Maka jalan satu-satunya bagi Abdul adalah dengan mendatangi Tatiana bersama kedua orang tuanya dan segera melamar wanita itu.

Bagi Abdul, tanggung jawab adalah nomor satu. Dia tidak akan meninggalkan Tatiana dan anaknya. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, dia memang pengecut karena telah dengan sengaja meninggalkan Tatiana demi egonya. Tapi kali ini dia tidak akan kembali menjadi pengecut dengan mengabaikan kehamilan Tatiana. Masa bodoh dengan ego dan harga dirinya, dia tidak lagi peduli. Yang terpenting saat ini adalah menikah dan membayar semuanya. Dia ingin Tatiana dan calon anak mereka.

Baru saja tiba di depan rumah kedua orang tuanya dan memarkirkan motor. Nur, adiknya berjalan cepat menghampiri Abdul dengan wajah yang terlihat khawatir.

Kening pria itu berkerut menatap sang adik.

"Kenapa?" Tanya Abdul pada Nur.

"Kebetulan banget abang datang, Umi nangis terus dari tadi. Nggak mau keluar dari kamar."

"Nangis kenapa?" Tanya Abdul dengan nada khawatir. "Abi mana?"

"Panjang ceritanya bang. Abi pergi barusan ke rumah kak Yuli."

Abdul melangkah masuk. Dia segera berjalan menuju kamar kedua orang tuanya, perlahan Abdul mengetuk pintu kamar.

"Mi... Umi..." Panggil pria itu sambil mengetuk pintu.

Tidak ada jawaban, tapi sayup dia bisa mendengar suara isakan. Abdul benar-benar khawatir. Dia bertanya-tanya apa yang telah terjadi pada ibunya itu.

"Umi... Buka, ini Abdul." Ucap Abdul masih sambil mengetuk pintu kamar.

Berulang kali Abdul berbicara dan meminta ibunya untuk membukakan pintu. Hingga akhirnya usaha pria itu berhasil, pintu terbuka dan dia bisa melihat kesedihan sangat kentara di wajah wanita itu.

"Nak..." Suara ibunya bergetar hebat, lalu tiba-tiba sang ibu menangis sambil memeluk Abdul.

"Umi kenapa?" Tanya Abdul semakin khawatir.

"Umi gini karena 'sahabatnya' itu." Jawab Nur yang berdiri di belakang Abdul.

"Sahabat?" Kening Abdul berkerut.

Sebelum bertanya lebih jauh, Abdul membawa sang ibu untuk duduk di kursi yang ada didepan televisi. Ibunya masih memeluk Abdul sambil menangis ketika mereka telah duduk.

"Kenapa ini Nur?" Abdul bertanya pada sang adik yang masih berdiri sambil bersedekap.

"Tadi Umi datang ke rumah orang tua Yuli, disana Umi baru tau kalau Yuli ternyata mau nikah dengan pria lain. Anak orang kaya punya rumah sakit, pokoknya kaya raya. Keluarga kita nggak bisa dibandingkan dengan keluarga calon suaminya Yuli, kita miskin. Ibunya Yuli yang bilang langsung ke Umi kalau kita nggak sebanding dengan mereka. Makanya mereka mutusin buat membatalkan rencana pernikahan karena Yuli dapat calon yang lebih baik dan setara." Jelas Nur pada Abdul.

Mendengar itu Abdul hanya menghela nafas pelan.

"Sudah Bu." Abdul menenangkan ibunya yang masih menangis. "Nur, telepon Abi, suruh pulang. Ada urusan yang lebih penting."

Nur terlihat penasaran.

"Urusan apa bang?"

"Telepon saja Abi cepat." Perintah Abdul pada Nur. Dan dengan segera sang adik menelpon ayah mereka.

Truely, Madly in Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang