7

5.8K 563 7
                                    

Sejujurnya Tatiana sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun hari ini. Sayangnya hari ini ada beberapa pertemuan penting yang sudah diatur. Dengan mata yang masih sedikit membengkak, Tatiana berangkat menuju kantor.

Di ruangannya, Tatiana sempat memperhatikan wajahnya di cermin. Terlihat kuyu karena dia tidak bisa tidur semalaman, make up tipisnya tidak bisa menutupi apapun.

Tatiana menghubungi asisten pribadinya melalui sambungan telepon, tidak lama seorang wanita berambut pendek masuk kedalam ruangannya.

"Bet, tolong panggilkan Tantum. Suruh datang sekarang juga, saya butuh di make up untuk pertemuan dengan perwakilan dari Dubai nanti." Perintah Tatiana. "Sekalian tolong bawakan saya rose tea seperti biasa."

"Baik, Bu." Betry langsung bergegas keluar dari ruangan untuk melaksanakan perintah Tatiana.

Tidak lama Betry masuk kembali kedalam ruangan Tatiana dengan segelas rose tea yang memang biasa Tatiana minum untuk menenangkan pikirannya.

"Bu, Mbak Tantum sudah dalam perjalanan. Dalam setengah jam akan berada disini."

Tatiana mengangguk sambil menyesap teh di cangkirnya.

"Oh iya Bu, tadi Bu Tara nelpon ke kantor. Katanya ibu tidak bisa dihubungi di nomor pribadi, Bu Tara mengingatkan ibu untuk hadir nanti malam. Ada acara makan malam keluarga di kediaman Setiodiningrat."

Tatiana kembali mengangguk, dia memang sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Dan dia lupa bahwa nanti malam ada acara keluarga di kediaman kakek dan neneknya.

Dengan menghela nafas berat, Tatiana memutar kursinya hingga menghadap kearah jendela besar di ruangannya.

Dia kembali memikirkan tentang hubungannya dengan Abdul yang sudah diakhiri oleh pria itu. Dua belas tahun bersama ternyata tidak pernah bisa merubah pikiran Abdul.

Dia tidak berhasil meyakinkan pria itu untuk tetap bersamanya. Tidak juga bisa membuat Abdul tau yakin bahwa dia bisa menerima pria itu apa adanya.

Tatiana tidak pernah menilai Abdul dari materi, tidak pernah sekalipun. Tapi Abdul malah tidak yakin dengan cinta yang diberikan sepenuhnya oleh Tatiana selama ini. Ego sialan pria itu menghancurkan semuanya.

Dua belas tahun terasa sangat tidak berguna.

Menikah dengan Abdul adalah impian terbesar Tatiana. Itu yang menjadi tujuannya, keinginannya. Tapi semua itu sepertinya tidak akan terwujud. Semua sudah kandas.

Dan Abdul malah lebih memilih berkenalan dan melamar wanita lain. Sungguh Abdul sangat keterlaluan! Apa pria itu tidak pernah memikirkan hati dan perasaan Tatiana?! Tidakkah Abdul memikirkan betapa terluka dan kecewanya dia?!

Tatiana tidak ingin lagi menangis, dia adalah wanita yang kuat. Walaupun ini patah hati pertamanya, walaupun ia sebenarnya masih merasa terluka, tapi Tatiana berusaha untuk menguatkan hatinya.

Dia tidak ingin mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Saat ini dia tengah berada di kantor, dan dia harus bekerja. Biarlah nanti saat sendiri dan sudah berada di apartemennya dia akan kembali menangis, dia akan menumpahkan sakit hati dan kekecewaannya sendirian. Tidak perlu ada orang lain yang tau, cukup dirinya sendiri dan Tuhan yang tau.

Tatiana itu kuat, dia sudah ditempa dengan sangat keras oleh ibu dan ayahnya untuk menjadi wanita yang kuat dan tahan banting. Dia adalah pewaris, pemegang kekuasaan tertinggi pada beberapa bisnis besar keluarga, ada puluhan ribu karyawan yang bekerja bersamanya, Tatiana punya tanggung jawab besar dan dia harus punya kekuatan yang besar untuk berdiri menanggung semua itu dipundaknya.

Saat ini mungkin Tatiana tengah terluka, kecewa dan marah. Tapi dia yakin bahwa apa yang dirasakannya saat ini akan berakhir, walaupun dia tidak tau kapan itu akan terjadi. Dia hanya harus menjalani dan semua pasti akan terlewati.

Truely, Madly in Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang