Sepertinya ia belum mencapai lima belas tahun kala itu.

"Ah iya.. mungkin kamu merasa amnesia kamu semakin buruk karena sekarang semakin banyak memori baru yang masuk ke dalam memori kamu, sehingga kamu kehilangan memori yang sebelumnya."

Lamunan Daniell buyar, ia menoleh. "Saya nggak akan kembali homeschooling, kalau itu yang mau Om dengar."

Dokter Antonio tertawa kecil seraya menganggukan kepala beberapa kali. "Ya.. ya, Om mengerti, tapi Om tetap menyarankan agar kamu tidak terlalu banyak kegiatan di luar rumah."

Daniell mengangguk. Jangankan berniat untuk melakukan banyak kegiatan diluar rumah, pergi ke sekolah saja ia kadang tak sadar apa saja yang ia lakukan.

Jadi cukup, untuk saat ini ia hanya ingin bersekolah di sekolah umum, sembilan tahun homeschooling berhasil membuatnya merasa benar-benar berbeda dari manusia normal, dan ia tidak menyukai hal tersebut.

Ia akan berusaha menerima kondisi ini, menjalankan hidupnya selayaknya apa yang remaja seusianya lakukan.

Ia berdiri, tersenyum sekilas pada Antonio seraya berpamitan. "Terima kasih, Om, saya akan berusaha melakukan apa yang Om sarankan, permisi."

~🌙~

"Untung kita satu kelas, gue kagak bisa bayangin kalau lo nggak sekelas sama gue, gimana nasib lo," celetuk Yardan sembari meletakkan tasnya di atas meja.

Setelah melewati masa orientasi peserta didik baru, mereka akhirnya resmi menjadi siswa SMA Ganesha dan hari ini adalah hari pertama mereka menempati kelas masing-masing.

Daniell ikut menurunkan beban di pundaknya, duduk di samping Yardan, kursi urutan ke empat dari depan, paling kanan.

"Nasib gue?" tanyanya. "Emang kenapa kalau gue nggak sekelas sama lo?"

"Lah, lo kan suka mendadak kayak orang ilang, cuma gue yang paham lo!"

Daniell terkekeh. Benarkah? Hanya Yardan yang memahami dirinya? Bagaimana mungkin, ia sendiri saja tidak begitu paham atas dirinya, bagaimana orang lain bisa?

"Eh.. Niell.." Yardan menepuk bahu Daniell beberapa kali. "Zeleya noh," lanjutnya setelah Daniell menoleh pada laki-laki itu.

Zeleya.

Daniell mengikuti arah pandang Yardan dan benar saja, ia dapati gadis itu, berdiri seraya mengedarkan pandang tepat setelah menginjakkan kaki di dalam kelas ini.

Artinya... Mereka satu kelas?

Daniell tersenyum. Ia tidak akan menyembunyikan apapun, jujur saja, ia senang. Teramat sangat senang karena tanpa perlu bersusah payah, kesempatan itu datang dengan sendirinya.

Gadis itu akhirnya menetapkan pilihan pada kursi baris kedua di bagian tengah, bergaris lurus dengan papan tulis yang terpajang pada dinding di depan.

Melihat Zeleya sudah duduk di tempatnya, Daniell tak perlu berpikir dua kali untuk menghampiri gadis itu.

"Heh! Daniell!"

Bahkan tak menghiraukan panggilan Yardan yang kebingungan karena ia tiba-tiba beranjak pergi.

Pertama, ia akan memperkenalkan diri baru setelahnya meminta maaf karena masalah beberapa hari yang lalu kemudian menawarkan diri untuk memperbaiki ponsel gadis itu.

Through the Dark   [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang