Bagian 1

76 16 18
                                    

happy reading📖

"Eh! Itu siapa?!" Ujar salah seorang siswi di depan kelas koridor lantai 1.

Beberapa pelajar lainnya ikut menoleh mengikuti arah tunjuk siswi kelas 11 IPA2 itu.

"Jangan bilang ... kalo dia itu MURID BARUNYA!"

"Dia murid baru? Atau dia peserta PPDB -Penerimaan Peserta Didik Baru- dan kenapa---"

"GILAAA! Dia mirip banget sama kak Reina!" Ujar salah satu pelajar lainnya dengan histeris yang membuat semua pandangan terfokuskan pada salah seorang gadis yang tengah berjalan menyusuri koridor.

Tatapan acuh tak acuh begitu melekat dalam dirinya. Aura yang galak yang terpancar begitu jelas di wajahnya.

Bibir tipis. Bola mata coklat terang. Hidung mancung yang bagian ujung hidungnya terbilang runcing. Begitu sama persis dengan Reina. Hanya saja, yang membedakan adalah cara berpakaian gadis itu dan juga rambutnya.

Reina akan lebih menyukai rambut panjangnya sepanjang pinggang yang di biarkan tergerai begitu saja, tetapi tidak dengan gadis itu, rambut panjang yang sedikit melewati bahunya yang di ikat satu. Warna rambutnya juga agak berbeda. Jika Reina coklat gelap, maka gadis itu coklat terang.

Cara berpakaian seragamnya juga berbeda. Reina akan lebih menyukai lengan kemejanya terlipat daripada dibiarkan sepanjang siku. Kemeja press body yang tak di masukkan. Dan rok tartan yang tingginya 15 cm diatas lutut. Sungguh sangat berkebalikan dengan gadis itu.

Gadis itu dan Reina seperti satu orang yang sama dengan sifat dan pemikiran yang berbeda. Dan yang menjadi pertanyaannya, siapa gadis itu? Kenapa sangat mirip dengan Reina?

Di ujung koridor, Devan dengan jas alamamater osis berwarna maroon terdiam di tempatnya. Beberapa lembaran di genggaman tangannya jatuh berhamburan di lantai. Tatapan matanya tak mempercayai apa yang ia lihat saat ini. "Reina..." ujarnya dengan suara lirih.

Gadis itu ... apakah dia benar Reina?

Matanya mulai berkaca-kaca. Kala matanya terpejam dengan hembusan nafas gusar, setetes air bening terjatuh menyentuh lantai.

Langkahnya memaksanya untuk berlari dan merengkuh gadis itu.

Kurang dari 1 meter pemuda itu berdiri di hadapan gadis itu. Ia masih belum mempercayainya.

Apakah ini semua mimpi? Jika iya, maka tolong jangan bangunkan pemuda itu dari alam mimpinya dan berharap tuhan dapat menghentikkan mesin waktunya.

"Reina ..." ujarnya kembali.

Tangannya segera meraih pergelangan tangan gadis itu. Menariknya dan merengkuhnya. Kemudian tangan kirinya mengusap kepala bagian belakang gadis itu dan tangan kanannya menahan agar pelukan itu tak teruraikan dengan cepat. Ia masih ingin menikmati pertemuan dan pelukan ini yang sudah lama menghilang.

Gadis itu mulai geram, kala pemuda yang tak dikenali datang secara tiba-tiba dan memeluknya dengan sesuka hatinya. Sungguh tidak sopan!

Mengumpulkan segala tenaga. Kemudian, mendorong pemuda itu hingga mundur beberapa langkah mengikis jarak dengannya. Kepalanya mendongak. "Lo--"

"Nana!" Panggil seseorang memotong perkataan gadis itu.

Sama seperti Reina. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Bola matanya berputar dengan malas seiring dengan nafas gusarnya.

Seorang gadis berhenti tepat beberapa meter di belakang Devan. Punggungnya membungkuk dengan kedua tangannya bertumpu pada lututnya. Bibirnya sedikit terbuka, membantu untuk mengatur nafasnya yang tak beraturan akibat berlari.

Devan menoleh ke belakang. Menatap Katya yang tengah mengatur nafasnya. Kemudian, kembali menatap ke depan.

Pemuda itu maju 2 langkah mendekat pada gadis itu. Tangannya terulur untuk menyentuh pundak gadis itu tetapi gadis itu, justru melangkah mundur menjauhinya.

"Jauhkan tangan lo dari gue! Jangan sentuh gue sedikit pun. Mengerti?!" Setelah mengatakan itu, gadis itu melanjutkan kembali langkah kakinya.

2 langkah melewati pemuda itu. Devan kembali menghentikkan langkah kaki gadis itu. "Na, ap-"

"JANGAN PANGGIL GUE, NA!" teriaknya yang membuat semakin banyak pasang mata melihat keributan di pagi ini.

"Kenapa?" tanya Devan.

Gadis itu membalikkan tubuhnya. Masih dengan kedua tangannya yang bersilang di depan dadanya. Ia tersenyum sinis dan melangkah satu langkah mendekat pada Devan, "jika lo berpikir gue adalah Reina. Tentu lo salah orang." Kepalanya mendongak, ditatapnya netra hitam pemuda itu dengan kepala di gelengkan, "gue bukan, Reina. Understand?"

Di lain tempat seorang gadis terbaring lemah dengan berbagai kabel yang menempel di tubuhnya. Suara mesin elektrokardiogram berbunyi sangat nyaring di tempat yang sunyi.

Matanya terpejam. Wajah tenangnya membuat siapa saja merasa cemas.

Garis zigzag pada alat elektrokardiogram yang awalnya mulai membaik justru berubah menjadi garis lurus. Apa yang terjadi?

Apa tuhan akan mengambilnya sekarang?

Apa sudah waktunya gadis itu untuk pergi dari dunia ini?

****

Hola hola akhirnya bagian 1 sequel baradam update juga:)

Btw selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

Gimana dengan bagian 1? Siapa si dua cewe yang ngga di ketahui namanya? Kok bisa ya mirip sama Reina? Hm... jangan jangan ...

See u next part♥️

Salam ka es, stnrmh

SOLASTALGIA(Sequel Baradam)Where stories live. Discover now