17. A Gloomy Night

58 3 0
                                    

Aku merasa bukan diriku yang membenci kehidupan, melainkan kehidupan yang membenciku.

***

Usai makan malam, James membawa mereka keliling Boston dengan mobil Ford GT keluaran terbarunya. Dari kaca dashboard, James melihat Alexa tengah melamun. Pandangannya lepas keluar mobil. Tatapannya kosong sambil menggigit ibu jari. Meskipun Ava melepaskan gurauan sepanjang jalan pulang, Alexa tak terlihat terhibur dengan gurauan itu. Bahkan, gadis itu tampak tak menghiraukan obrolan mereka. Dia tenggelam dengan pikirannya sendiri.

James menoleh ke arah Ava dan memberitahu soal Alexa dengan lirikan.  Ava memutar tubuhnya dan mendapati temannya telah menitikkan air mata. Ava kembali ke posisi duduknya. Dia terdiam. Beberapa kali menoleh ke James untuk memberitahu bahwa Alexa menangis. Namun, dia bingung bagaimana cara untuk memberitahu James. Semoga James sadar dari kaca dashboard.

Alexa berdeham sekali, mengatur pita suara agar dapat bicara normal. "Orang tuamu datang ke upacara wisuda?" Pertanyaan Alexa sontak mengejutkan Ava yang sibuk mencari cara untuk memberitahu James.

Ava mengangguk. "Kemungkinan besar," jawab Ava kikuk. "Kau sendiri?" tanyanya balik.

Pertanyaan itu tak langsung dijawab oleh Alexa. Malahan gadis itu menaikkan kedua kakinya ke kursi mobil, lalu menenggelamkan wajahnya. Dia tak tahan untuk tak menangis. Meski tak ada suara isakkan, bahunya yang gemetar sudah cukup menandakan bahwa gadis itu menangis dan sedang tidak baik-baik saja.

Tak hanya Ava yang menyadarinya, James juga. James memutar mobilnya kembali, lalu belok melintasi Longfellow Bridge. James merasa belum saatnya untuk tiba di kafe lagi. Dia ingin membuat Alexa nyaman untuk melepaskan kesedihannya di perjalanan ini dan di dalam mobil ini, meskipun dengan suasana hati yang buruk. Tiba-tiba mobil terasa lebih dingin. Padahal penghangat sudah dinyalakan. Malam ini terasa gloomy.

Ava menyalakan radio. Saat itu penyiar baru saja memainkan lagu Hero dari Mariah Carey. Lagu itu memiliki lirik yang dalam. Ava mendengar isakan Alexa. Dia mengencangkan volume radio sehingga Alexa tak perlu takut jika isakannya terdengar oleh mereka berdua.

There's a hero
If you look inside your heart
You don't have to be afraid
Of what you are
There's an answer
If you reach into your soul
And the sorrow that you know
Will melt away

And then a hero comes along
With the strength to carry on
And you cast your fears aside
And you know you can survive
So when you feel like hope is gone
Look inside you and be strong
And you'll finally see the truth
That a hero lies in you

James tak tahu harus berbuat apa. Mendengar tangisan gadis yang berada tepat di belakangnya membuat pria itu ingin memarkirkan mobilnya, lalu memeluk Alexa. Sayangnya, dia tak sanggup untuk melakukannya. James takut itu malah membuat Alexa merasa tidak nyaman. Pria itu sadar bahwa dia belum tahu banyak soal Alexa. Rasanya konyol jika tiba-tiba mengutarakan isi hatinya. James menyunggingkan ujung bibirnya sedikit. Dia merasa miris pada dirinya sendiri. Rasanya tak pantas memosisikan diri menjadi orang yang spesial untuk Alexa. Gadis itu sungguh berbeda dari gadis lain yang pernah dia kenal. Hati Alexa sulit untuk digapai olehnya.

James mengurangi kecepatan mobilnya agar semakin lama untuk tiba di kafe. Langit gelap seakan tahu perasaan Alexa.

"Bisa antarkan aku?" Tiba-tiba suara Alexa terdengar samar di balik bisingnya radio yang sedang memutarkan lagu Dani California dari Red Hot Chili Peppers. Ava segera mengecilkan volume, kemudian memutarkan badannya.

"What?" Ava meminta Alexa mengulang ucapannya, karena tak mendengar jelas apa yang Alexa ucapkan.

"Bisa antarkan aku?" Alexa mengulang ucapannya. Wajahnya masih menunduk sambil menyeka air mata.

"

Mau diantar ke mana?" Baru saja Ava hendak menanyakan hal yang sama, James sudah bertanya lebih dulu.

"Ke rumahku."

James menghentikan Ava saat menyadari sepupunya ingin menanyakan sesuatu. "Ok. Kau bisa tunjukkan jalannya padaku." James memutarkan mobilnya kembali ke arah Unio Oyster House. Dia menambahkan kecepatan agar dapat tiba tujuan sesegera mungkin. Di sampingnya, Ava bingung harus bicara apa.

Ava menoleh ke belakang, memastikan Alexa baik-baik saja. Dia mendapati temannya tengah memandangi ponsel. Ava takut ucapan Alexa tadi sore benar-benar ingin dilakukan oleh gadis itu. Ava benar-benar bingung. Dia tidak mau dianggap terlibat kasus pembunuhan. "Kau yakin, Alexa?" tanya Ava memastikan.

Alexa mengangguk. "Yakin."

Ava meremas kausnya. Gugup dan keringat dingin mengucur di pelipisnya. Pikirannya merancang rencana yang akan dilakukan jika temannya benar-benar melakukan niatnya. Dia akan membawa James untuk kabur secepat mungkin.

Kurang lebih dua puluh menit kemudian, Alexa meminta James untuk menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah bercat putih. Alexa laangsung melepaskan sabuk pengaman sebelum mobil benar-benar berhenti. Dia langsung menghambur keluar ketika mobil terparkir dengan baik. Alexa mengetuk pintu rumah itu dengan cepat, seperti tengah terburu-buru. "Emma! Open the door, please!" pintanya dengan suara lantang seakan tak peduli respon ornag sekitar. "Emma, maafkan aku tidak mengangkat teleponmu."

James dan Ava tak keluar dari mobil. Mereka merasa bantuannya tak perlu terlalu jauh tanpa diminta. Lagi pula, mereka tak kenal nama yang disebut Alexa. Di sisi lain, Ava agak lega bahwa ketakutannya tidak terjadi. Dia menghela napas panjang dan berat.

"Kau kenapa?" tanya James setelah mendengar suara berat itu.

Ava mengubah posisi duduknya, menghadap James. "Kau tahu? Sejujurnya aku takut kita membantu Alexa ke sini tadi."

"Kenapa?" James mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Tidak mungkin Ava bicara demikian tanpa alasan jelas. Dia tahu bahwa sepupunya itu sangat peduli dengan teman. Tidak mungkin Ava sejahat itu.

"Tadi sore, Alexa mengatakan padaku bahwa dia ingin membunuh ayahnya sendiri." Ava berbicara pelan dan hati-hati sekali. Takut tiba-tiba Alexa masuk ke dalam mobil dan mendengar ucapannya.

"What? No way." James sulit untuk percaya begitu saja.

"Responku juga begitu. Aku tidak yakin Alexa akan melakukan itu, tapi kau tahu? Alexa sangat membenci ayahnya. Dia pernah bilang padaku," jelas Ava dengan suara nyaris seperti berbisik.

James memandangi punggung Alexa yang tengah bicara dengan seorang wanita tua. Wanita tua itu memeluk Alexa dan menangis. Dia mengajak Alexa masuk ke dalam rumahnya. "Ava, kau tahu rumah siapa ini?" James memandangi rumah itu di setiap sisinya yang tertangkap oleh matanya.

Ava menggeleng pelan. "Bahkan aku tidak tahu di mana rumah keluarganya." Ava mulai berpikir apakah ada cerita Alexa yang terlewatkan olehnya atau tidak. Dia sadar, selama ini dia belum benar-benar menjadi teman dan pendengar yang baik untuknya. "Semoga ini bukan rumahnya," lanjut Ava lirih.

James mengangguk, berharap yang sama. "Semoga Alexa bisa mengontrol emosinya."

Mereka berdua menunggu Alexa dengan sabar di dalam mobil tanpa bertanya apapun kepada gadis itu. Mereka yakin, Alexa tak akan sampai hati membuat mereka menunggu lama di luar tanpa kabar dan kejelasan.

------
Terima kasih sudah membaca dan selalu menunggu kelanjutannya.
Lanjut ke part 18, ya.
Stay safe and healthy, mate.

Ladybird (Alexa Story)Where stories live. Discover now