"Vano turunin saya!! Bagaimana jika ada murid atau guru yang lihat?! Kamu benar-benar sudah melewati batas!! Saya harus kekantor mengantarkan lukisan-lukisan ini!!" Oceh Jisya masih tidak berhenti berontak.

Vano menulikan telinganya. Persetan dengan penilaian orang yang melihat mereka. Dia bukan tipe manusia yang terlalu memikirkan omongan buruk orang-orang mengenainya. Selagi tidak mengusik ketenanganya biarkan mereka berkomentar. Lagi pula dia tidak hidup dari uang mereka sampai harus selalu mengikuti kemauan orang-orang itu.

"VANO!!"

'Bruk'

Vano salah. Nyatanya teriakan seorang gadis yang memanggil namanya di ujung koridor sepi membuatnya spontan menjatuhkan tubuh Jisya. Membuat wanita itu meringis merasakan sakit saat pantatnya mencium lantai. Vano terbelalak kaget dengan apa yang dilakukannya barusan. Sepertinya dia sudah melakukan kesalahan besar dengan membuat Jisya merasakan sakit.

Vano langsung berjongkok. Membantu Jisya untuk berdiri. "M-maaf Mis. Saya gak sengaja" Ucapnya tergagap. "Mis gak papa kan?" Tanya Vano khawatir.

Mulut Jisya baru ingin terbuka mengeluarkan kekesalannya, tapi terpaksa dia urungkan saat salah seorang siswi berambut hitam panjang menghampirinya dan Vano. Dahi Jisya bergelombang. Sepertinya dia mengenali siapa siswi di depannya ini. Bukankah dia Sarah teman dekat Bella, adiknya?

Sejak kapan Sarah dan Vano menjadi dekat? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dalam kepala Jisya. Segera dia menggeleng berusaha mengusir pertanyaan-pertanyaan konyol itu dari dalam pikirannya. Untuk apa dia perduli dengan siapa Vano dekat.

"Vano lo bego ya" Desis Sarah kesal.

"Lo yang bego! Baru juga dateng seenak jidat maki gue" Tajam Vano. Menatap Sarah penuh dengan ketidak sukaan.

Sarah memberengut sebal dengan wajah merah menahan marah. "Lo kan udah janji mau pulang bareng temen gu–"

Vano membekap erat mulu Sarah rapat-rapat. Menoleh pada Jisya dengan cengiran nya. "Maaf ya mis soal tadi. Saya pulang duluan kalau gitu"

Ditariknya Sarah untuk segera menjauh dari Jisya. Vano tidak ingin di cap sebagai lelaki buaya karena mengajak pulang dua wanita sekaligus. Ah tidak. Mungkin lebih tepatnya satu lagi karena terpaksa. Niatnya dia ingin mengantarkan Jisya lebih dulu sebelum menepati janjinya pada Bella, Namun kehadiran Sarah menghancurkan segala rencana yang telah disusunnya matang-matang.

"Dasar aneh" Cibir Jisya menatap kepergian Vano dan Sarah yang semakin menjauh. "Mulai besok aku harus bisa lebih waspada dan tegas sama Vano" Janjinya pada diri sendiri.

Kedatangan seorang pria membuat Jisya mengangkat pandangannya. Jantungnya mendadak berdetak lebih cepat dari biasanya. Jisya juga mengucap beribu pujian dalam hati saat melihat kesempurnaan di setiap pahatan wajah milik pria di hadapannya. Ini diluar dugaan. Sangat jarang Jisya memuji seseorang, Namun pria berkaos hitam di depannya mampu membuat Jisya sangat menikmati keindahan ciptaan Tuhan.

Alvino menaikan sebelah alisnya saat menyadari Jisya menatapnya sembari melamun. "Mis Jisya" Tangannya ia lambaikan di depan wajah Jisya untuk mengambil alih kesadaran wanita itu.

Jisya tersadar refleks memalingkan tatapannya merasa malu ketahuan tengah menatap Alvino dengan tatapan memuja. "Pak Al manggil saya?"

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Where stories live. Discover now