2. Kesya Gilvaraa Anatasha

Mulai dari awal
                                    

"Lah, anjir. Gue dong setannya?"

"Lo sendiri, ya, yang ngatain. Bukan gue."

"Bangke lu, Sya," kesalnya mengerucutkan bibir.

Kesya terkekeh geli, "Nggak usah sok imut, deh lo. Bukannya lucu malah jijik gue."

Cowok itu menatapnya garang tapi tak lama kemudian ia mulai berceloteh lagi. "Mau kemana, nih Kesya ku yang cantik?" tanyanya lagi dengan tangan yang sudah bertengger di atas pundak Kesya.

"Apaan sih tangan lo berat, Bisma. Awasin dari pundak gue!"

Bisma Anggara. Sahabat cowok Kesya sejak ia masuk Sekolah Menengah Pertama. Orang yang selalu ada ketika Kesya sedih dan senang. Ia yang selalu meminjamkan pundaknya saat Kesya sedang butuh sandaran. Ia juga yang selalu mengusap air mata Kesya ketika Kesya sedang menangis. Tapi jangan mengira kalau Bisma memendam rasa untuk Kesya. Karena jawabannya sudah pasti tidak. Bisma tidak menyimpan rasa untuk Kesya, karena ia sudah menganggap Kesya seperti adiknya sendiri begitu juga Kesya yang sudah menganggap Bisma sebagai kakaknya. Maka dari itu saat ada seseorang yang menyakitinya, ia lah orang pertama yang akan memberi perhitungan pada orang tersebut.

"Galak bener. Pantesan jomblo," gerutu Bisma pelan tapi masih terdengar oleh Kesya.

"Daripada lo fuckboy."

"Astaghfirullah, berdosa banget kamu ini."

Kesya memutar bola matanya malas. "Ngapain, sih, lo ngikutin gue?"

"Mau ikut ke rumah lo, lah," sahut Bisma cepat disertai cengiran andalannya.

Kesya mengernyitkan dahi, "Ngapain?"

"Numpang makan," jawabnya enteng.

"Najis! Kaya doang, tapi makan masih numpang di rumah orang," sindir Kesya.

"Sebagai teman yang baik, kita itu harus saling berbagi, Sya." Kesya hanya memutar bola matanya malas. Bisma tertawa renyah melihat raut wajah Kesya yang menurutnya lucu.

"Kenapa nggak latihan karate?"

"Biasalah." Seakan tahu maksud dari ucapan Kesya, Bisma hanya mengangguk saja.

"Kesya pulang," teriak Kesya saat sudah memasuki pintu rumah. Sedangkan Bisma masih menutup pagar sambil mengbrol ringan dengan Pak Agus —satpam di rumah ini.

"Kamu darimana saja, Kesya? Sudah sore baru pulang, kamu harus istirahat," sahut Rudi yang kini sedang duduk di ruang keluarga ditemani secangkir teh di atas meja dan koran yang ada di genggamannya.

Kesya menyengir, "Dari taman, Opa. Lagian Kesya baik-baik aja, kok," ujarnya menenangkan.

"Eh, ada Bisma," celetuk Kamila yang datang dari arah dapur dengan membawa sepiring camilan. Bisma yang baru saja masuk ke dalam rumah pun tersenyum kemudian langsung menyalimi Rudi dan Kamila.

"Kesya sana kamu bersih-bersih dulu. Baru habis itu turun lagi ke bawah untuk makan malam," titah Kamila. "Bisma juga makan malam di sini saja, ya?" lanjutnya.

"Nggak us—" Ucapan Bisma terpotong kala Kesya menyahut cepat.

"Halah, nggak usah sok nolak lo. Tadi aja niatnya emang mau numpang makan, kan lo?"

Bisma hanya menggaruk lehernya yang tidak gatal dengan cengiran bodohnya. "Jangan diperjelas dong, Sya! Gue mau basa-basi sok nolak dulu, biar ditawarin lagi sama Oma." Memang tidak tahu diri.

Kamila terkekeh pelan, "Sudah-sudah. Kesya sana bersih-bersih dulu, lalu sholat. Baru habis itu turun ke bawah untuk makan malam." Kesya mengangguk lalu menuju kamarnya di lantai atas. Sedangkan Bisma duduk di samping Rudi dan mengobrol ringan.

------

"Kesya, apa kamu benar-benar ingin pindah ke Jakarta?" Saat ini Kesya, Bisma, Kamila, dan Rudi sudah berada di meja makan untuk makan malam.

Kesya mengangguk, "Iya, Opa. Lagian nggak mungkin juga kan Kesya di sini terus, keluarga Kesya ada di Jakarta. Ya, walaupun mungkin mereka udah nggak nganggap Kesya sebagai keluarganya."

Kamila menghela napas pelan, "Kamu tidak boleh berbicara seperti itu, Kesya."

"Maaf, Oma."

"Baiklah, kalau kamu memang mau pindah ke Jakarta. Opa sudah siapkan rumah untuk kamu tinggal di sana. Sudah ada Bi Sumi dan Mang Ujang juga, jadi kamu tidak akan kesepian." jelas Rudi yang dibalas anggukan oleh Kesya.

"Heh! Lo mau pindah kok nggak bilang sama gue?!" sahut Bisma yang sejak tadi hanya menyimak.

"Ngapain juga gue mau pindah harus bilang sama lo. Nggak penting banget!" tukas Kesya sembari mengibaskan tangannya.

Bisma mendelik, "Halah! Nggak penting gini tapi tiap gue nggak ada di samping lo, selalu nyariin."

"Itu gue khilaf," sahutnya enteng dengan pandangan masih terfokus kepada makanannya.

Bisma menjitak pucuk kepala Kesya dan berhasil membuat gadis itu meringis pelan, "Awas aja lo kalo kangen sama gue."

"Nggak akan!"

Kamila dan Rudi hanya nenggelengkan kepala saja melihat tingkah keduanya yang selalu ribut walaupun hal kecil. Mereka sudah hapal dengan tingkah laku kedua remaja di depannya ini yang seolah-olah tidak peduli satu sama lain, padahal di dalam hati sangat peduli.

"Semua keperluan sekolah kamu juga sudah Opa atur semuanya. Jadi, kamu tidak perlu khawatir," lanjut Rudi.

Kesya mengacungkan kedua jempol dengan cengiran andalannya, "Opa emang the best!"

"Tapi, ingat nggak boleh kelelahan! Jangan lupa minum obatnya juga. Oma, nggak mau kalau kamu sampai ngedrop." Kamila bersuara memperingati Kesya.

Kesya mengangguk, "Siap, Oma! Kesya bakalan minum obatnya rutin, kok. Oma nggak usah khawatir sama Kesya, ya."

"Awas aja kalau sampai gue denger kabar lo ngedrop gara-gara nggak minum obat," celetuk Bisma. "Bakal gue samperin ke Jakarta! Kalau perlu gue pindah sekolah aja kesana," lanjutnya.

"Iye, Bapak Bisma yang terhormat."

Diketik dengan 1365 kata.

SEBASTIAN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang