25. Hal yang Sama, tetapi Berbeda

17 4 0
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak Jenisa meminta memutuskan hubungan darinya. Refi tampak baik-baik saja, tapi tidak dengan Jenisa. Pada dasarnya, seorang perempuan sebagian besar akan menangis pada saat putus hubungn walau dia sendiri yang memutuskan.

Selama beberapa hari ini Refi sibuk menyiapkan diri menghadapi ujian akhir dan tes masuk universitas nanti. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk belajar, belajar, dan belajar. Jangankan sekadar memantau Jenisa melalui status seperti mantan-mantan lain, untuk memegang ponsel saja dia tidak bisa.

Sebelum Jenisa memutuskan hubungan, Refi memang sudah sibuk dengan soal-soal tes dan lain sebagainya, tapi dia menyempatkan diri untuk memberi kabar agar Jenisa tak merasa disisihkan. Sekarang Jenisa bukan siapa-siapa, jadi dia tak perlu lagi khawatir soal perasaan Jenisa yang takut disisihkan atau lain sebagainya.

Refi keluar dari perpustakaan, hendak pergi ke toilet terlebih dahulu sebelum pulang. Setiap pulang sekolah, dia akan meminjam buku-buku pelajaran di sana, dan mengembalikannya setelah dia selesai mempelajarinya.

Toilet laki-laki dan perempuan di SMA Rajawali bersebelahan, jika hendak ke toilet laki-laki harus melewati toilet perempuan lebih dulu. Setelah hendak pergi menuju parkiran karena selesai dengan urusannya, Refi mengurungkan niat saat mendengar suara teriakan dari toilet perempuan. Saat pergi kemari tadi dia rasa suara itu tak ada.

Seperti dugaannya, di sana Jenisa sedang diganggu oleh Liya. Tanpa pikir panjang, Refi masuk ke dalam, berdiri tepat di depan Anya yang merentangkan tangan melindungi Jenisa. Wajah Jenisa tampak kelelahan, rambutnya acak-acakan. Napasnya memburu.

Mata Refi menatap lurus ke arah Liya yang terkejut. Dia pikir dengan hubungan yang tak lagi terjalin Refi tak akan ikut campur tentang Jenisa, tapi ini semua membuatnya terperangah. Tubuh tinggi Refi menghalangi tubuh Anya dan Jenisa yang lebih pendek darinya, tangannya memegang tas ransel yang hanya digendong di bahu kanan.

"Pergi. Jangan ganggu Jeje lagi, dia udah nggak ada apa-apa sama gue."

Liya yang tak terima menatapnya sambil berkacak pinggang, tangan kanannya langsung menunjuk wajah Refi. "Mau lo ada hubungan atau nggak sama Jenisa, gue tetep nggak akan berhenti. Bagi gue, siapa pun yang pernah dekat sama lo itu musuh gue."

"Lo terlalu terobsesi, Liya, sampai lo lupa kalau lo masih punya harga diri." Refi menoleh ke belakang, lalu pergi melewati Rafi dan yang lain saat Liya tertegun dengan ucapannya. Liya sampai mengepalkan tangan menahan emosi yang siap memuncak, wajahnya merah padam. Setelahnya, dia berlalu pergi membawa rasa malu.

Foreign Accent Syndrome [COMPLETED ✔]Onde histórias criam vida. Descubra agora