(45)

222 22 14
                                    

Seharum-harumnya bunga melati dan kamboja.
Jarang untuk di nikmati orang.

Karena
Memiliki kesan yang berbeda,
Hanya berkesan pada hal tertentu.
____


Quinza

Berdiri di tengah-tengah gurun bersalju dengan danau yang sudah membeku hingga terlapisi Es. Hawa dinginnya menusuk tulang tersalur dari telapak kaki tanpa alas. Angin berhembus bagaikan topan seakan mendorong tubuhku. Ku melipat kedua tanganku di dada saat ku menggigil kedinginan sembari untuk menghilangkan rasa dingin yang bergejolak bagaikan ribuan duri kian menusuk hingga merusak sistem saraf di dalam tubuhku yang sudah kaku tidak dapat di gerakan lagi.

"Quinza"

Suara teriakan Maya membuatku terbangun dari mimpi. Mimpi yang berbeda dari biasanya.

Melihat kesekeliling, yang ternyata aku dan Maya berada di dalam kelas. Mengingat jika hari ini sebagian guru dan anggota osis pergi menjenguk Elios di rumah sakit. Jadi kebanyakan murid di dalam kelasku bolos sekolah hingga sekolahpun terlihat sepi.

Aku juga mengingat jika tadi sebelum ketiduran aku sempat minum obat vitamin yang selalu ku minum setiap harinya sesuai dengan apa yang di minta dokter Handoko padaku.

Tapi entah kali ini efeknya terasa berbeda. Kepalaku terasa begitu sakit, penglihatanku sedikit suram dan pergerakanku semakin terasa melamban.

"Za, lo baik-baik aja kan?" Pertanyaan Maya ku jawab dengan anggukan kepala.

"Lok masih ngantuk , tidur aja lagi!"

Maya terus mengoceh, sementara rasa sakit di kepalaku kini semakin terasa hingga menjalar ke tubuhku. Tanpa ku sadari kepalaku sudah berada di atas meja belajar dengan sebelah tanganku yang terlipat di bawah kepala sebagai bantal.

"Za, badan lo panas banget, kita kerumah sakit aja ya?" Setelah Maya menyentuh dahiku dengan punggung tangannya.

"Tunggu bentar, gue panggil Ramon dulu!" Cercanya kemudian berlari pergi meninggalkanku sendiri di dalam kelas tanpa terlihat adanya satupun murid di dalam kelasku.

Sudah berapa lama Maya pergi meninggalkanku dan dia belum juga kembali. Sudah tidak kuat dengan rasa sakit ini. Tubuhku terus bertahan hingga keringatku keluar dari bagian punggung leher dan dahiku.

Penglihatanku yang suram bagaikan adanya sebuah pelangi warna warni menghalangi penglihatanku menjadi tidak jelas.

Pintu kelas yang tiba-tiba terbuka lebar, memperlihatkan seseorang datang berjalan mendekat, karena penglihatanku yang tidak jelas maka dia terlihat bagaikan penampakan.

Saat dia mendekat dapat ku lihat dia dengan sedikit jelas, Wajahnya tertutupi oleh kain hitam, seragam yang seharusnya terlihat berwarna putih kini terlihat beranekaragam warna, dia seorang gadis karena memakai rok seragam sekolah.

Kepalanya yang tertutupi oleh topi hingga aku tidak bisa mengetahui panjang atau pendek rambut yang dimilikinya.

Dia memegangi sebuah besi berukuran sedang. Ujungnya menyentuh permukaan lantai hingga menimbulkan suara bergemerincing di saat dia berjalan.

"Siapa?"

Dia tidak menjawabku tapi malah menarik sebelah tanganku sampai aku jatuh ke lantai, kemudian dia menyeretku keluar dari kelas menuju gudang sekolah.

Entah apa yang terjadi padaku tubuhku tidak bisa di gerakan, seakan tubuhku lumpuh tidak berdaya. Jangankan untuk berdiri menggerakan jari tangankupun aku tidak mampu. Jadi mustahil aku dapat melawannya.

Aku hanya bisa melihat apa yang di lakukannya. Dia bergerak dengan cepat membuang semua kardus ke lantai hingga berhamburan lalu mengguyurnya dengan minyak bensin, baunya menyengat menusuk hidungku.

Kardus melingkari diriku yang berada di tengah-tengahnya masih dalam ke adaan berbaring tidak berdaya. Lalu dia melangkah maju mendekatiku berdiri tepat di depanku.

Menumpahkan sisa-sisa cairan minyak bensin yang masih berisi di dalam botol terigen ke tubuhku.

Aku tertawa keras dia melongo melihatku kebingungan. Akupun menertawakan nasibku, apakah takdir berkata lain? akankah dia mendahului takdirku? Ataukah kali ini ada seseorang yang datang untuk menolongku? Atau aku akan mati terbunuh olehnya?

Dia mengeluarkan sebuah korek api dari saku roknya, baru saja jemarinya akan bergerak untuk menyalakannya tiba-tiba terdengar suara Ramon memanggil namaku berkali-kali.

Teriakan Ramon membuat gerakanya terhenti dia menatapku. Tatapan matanya terlihat tidak asing untukku terasa familiar. Tatapannya seolah-olah berkata jika keberuntungan masih berpihak kepadaku.

"Quinza"

Teriakan Ramon terdengar kembali bersamaan dengan suara pintu gudang yang terkunci kini terdengar keras akibat di dobraknya namun belum sampai terbuka.

Dia tersentak terkejut langsung menoleh ke belakang melihat pintu yang berkali-kali berdengung keras.

Korek api yang tadi di genggamnya kian terjatuh ke lantai dalam keadaan mati. Tubuhnya menunduk ke lantai berusaha mengambilnya kembali, mengambil korek api yang terjatuh.

Tiba-tiba saja mataku melihat adanya sesuatu yang terjatuh dari saku baju seragamnya saat dia menunuduk.

Kulit kacang.

Sepertinya dia menyadari pandanganku, dengan cepat dia mengambil kembali kulit kacang yang terjatuh setelah mengambil korek api tersebut lalu dia pergi meninggalkanku yang masih dalam terkulai di lantai.

Aku tersenyum hambar, napasku terasa tercekat terus menggelengkan kepala bayangan memori masa lalu teringat kembali dua tahun yang lalu.

Dimana pertama kalinya kami bertemu saling mengenal hingga menjalin sebuah persahabatan.

Itu terjadi saat pertama kali masuk ke sekolah ini sebagai murid baru. Saat mengikuti Orientasi siswa yaitu Ospek selama lima hari berturut-turut.

"Gue takut kegelapan!"

"Jangan takut ada gue di sini!"

"Bagaimana bisa, kita akan berjalan terpisah?"

"Lihatlah ini? di setiap langkah gue berjalan akan gue beri tanda dengan kulit kacang ini, lo hanya mengikuti kemana kulit kacang ini berada. Maka lo akan menemukan gue, kita akan bertemu kembali, di tempat yang sama, dalam satu gugus!"

Itulah awal mula terjalinnya sebuah hubungan persahabatan di antara kami sampai saat ini. Setelah itu, dua tahun belakangan ini aku tidak pernah lagi melihatnya makan kacang. Aku sempat bertanya kepadanya dan dia menjawab.

"Biasanya bila perasaan dan hati gue lagi kacau nggak menentu, gue pasti makan kacang!"

"Kenapa bisa begitu?"

"Karena kulitnya bisa gue lempar kemanapun gue suka!"

"Alasan yang aneh, bilang aja suka!"

"Ini memang sudah kebiasaan gue dari kecil, jadi sulit untuk gue hilangin!"

Mengingat semua memori itu, perasaanku kian campur aduk, mataku terasa memanas hingga air mataku menetes lagi dan lagi. Bayangan demi bayangan masa lalu itu terlihat sangat jelas dalam ingatanku hingga saat ini.

Sampai sekarang kamipun masih bersama menjalin persahabatan. Hari demi hari yang pernah kami lalui bersama dari rasa bahagia maupun sedih.

Kini terasa begitu menyakitkan di hulu hatiku. Akankah aku percaya kenyataan ini. Atau ini hanyalah dugaanku saja. Jika persahabatan kami hanyalah sebuah kepalsuan.

Apa benar itu lo MAYA?


*****

23 maret 2021

Untuk melihat peminat pembacanya dulu, jika banyak yang suka maka saya akan lanjutkan ke part berikutnya.

Jadi di sarankan bagi para pembaca jika menyukainya tolong tinggalkan jejak...😁😁😁😁😁😁

KADO TERAKHIR (END, Masih Lengkap)Where stories live. Discover now